Aturan COVID-19 di China Makin Ketat, Kini Taman dan Museum Ikut Ditutup

Ketatnya aturan COVID-19 di China membuat taman dan museum terpaksa ikut ditutup.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 23 Nov 2022, 12:04 WIB
Seorang wanita mengenakan masker berjalan dengan barang bawaannya di jalan saat dia meninggalkan stasiun kereta api Beijing di Beijing, Selasa (6/9/2022). China lockdown jutaan warganya di bawah pembatasan ketat COVID-19 dan melarang warganya lakukan perjalanan domestik pada hari libur nasional yang akan datang. (AP Photo/Andy Wong)

Liputan6.com, Beijing - Aturan COVID-19 di China semakin ketat lantaran temuan banyak kasus baru. Beijing menutup taman dan museum pada hari Selasa (22 November) dan Shanghai memperketat aturan bagi orang yang memasuki kota ketika otoritas China bergulat dengan lonjakan kasus COVID-19, yang telah memperdalam kekhawatiran tentang ekonomi dan meredupkan harapan untuk pembukaan kembali dengan cepat.

China melaporkan 28.127 kasus baru yang ditularkan di dalam negeri untuk hari Senin, mendekati puncak hariannya dari bulan April, dengan infeksi di kota selatan Guangzhou dan kota barat daya Chongqing menyumbang sekitar setengah dari total.

Di Beijing, kasus telah mencapai titik tertinggi barunya setiap hari. Ini pun mendorong seruan dari pemerintah kota agar lebih banyak penduduk tetap tinggal dan menunjukkan bukti tes COVID-19 negatif, tidak lebih dari 48 jam, untuk masuk ke gedung-gedung publik.

Pada Selasa malam, pusat keuangan Shanghai mengumumkan bahwa mulai Kamis orang tidak boleh memasuki tempat-tempat seperti pusat perbelanjaan dan restoran dalam waktu lima hari setelah tiba di kota, meskipun mereka masih dapat pergi ke kantor dan menggunakan transportasi. 

Sebelumnya, kota berpenduduk 25 juta orang itu memerintahkan penutupan tempat budaya dan hiburan di tujuh dari 16 distriknya setelah melaporkan 48 infeksi lokal baru.


Ekonomi Paling Terdampak

Seorang pekerja yang mengenakan pakaian pelindung melakukan tes COVID-19 kepada seorang anak laki-laki di tempat pengujian virus corona di Beijing, Rabu (9/11/2022). Lonjakan kasus COVID-19 telah mendorong penguncian di pusat manufaktur China selatan Guangzhou, menambah keuangan tekanan yang telah mengganggu rantai pasokan global dan secara tajam memperlambat pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia itu. (Foto AP/Mark Schiefelbein)

Gelombang infeksi kali ini menjadi momen penentuan bagi China terhadap kebijakan nol-COVIDnya, yang bertujuan membuat pihak berwenang lebih bertarget dalam tindakan pembatasan dan menjauhkan mereka dari lockdown menyeluruh.

Hal tersebut tentu menyiksa ekonomi warga China karena pembatasn yang begitu ketat.

"Beberapa teman kami bangkrut, dan beberapa kehilangan pekerjaan," kata seorang pensiunan Beijing berusia 50 tahun bermarga Zhu.

“Kami tidak bisa melakukan banyak kegiatan yang ingin kami lakukan, dan tidak mungkin melakukan perjalanan. Jadi kami sangat berharap pandemi ini bisa segera berakhir,” ujarnya.


Kasus Kematian

Petugas medis dari Provinsi Jiangsu bekerja di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Para tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit tersebut. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Otoritas kesehatan mengaitkan dua kematian lagi dengan COVID-19, setelah tiga kematian pada akhir pekan, yang merupakan yang pertama di China sejak bulan Mei.

Bahkan setelah pedoman yang disesuaikan, China tetap menjadi outlier global dengan pembatasan COVID-19 yang ketat, termasuk perbatasan yang tetap ditutup.

Langkah-langkah pengetatan di Beijing dan di tempat lain, bahkan ketika China mencoba untuk menghindari lockdwon di seluruh kota seperti yang melumpuhkan Shanghai tahun ini, jadi kekhawatiran baru untuk investor tentang ekonomi terbesar kedua di dunia itu.


Polemik Kebijakan Nol-COVID

Pekerja dengan pakaian pelindung mendaftarkan orang untuk tes COVID-19 di tempat pengujian virus corona di Beijing, Rabu (2/11/2022). Para pekerja iPhone Apple Inc meninggalkan pabrik karena lokasinya berada dalam zona industri Kota Zhengzhou yang sedang diberlakukan lockdown setelah adanya 64 laporan kasus virus corona di kawasan tersebut. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Pemerintah berpendapat bahwa kebijakan nol-COVID khas Presiden Xi Jinping menyelamatkan nyawa dan diperlukan untuk mencegah sistem perawatan kesehatan menjadi kewalahan.

Tetapi banyak pengguna media sosial di China yang frustrasi, dan membuat perbandingan dengan penonton tanpa masker di Piala Dunia sepak bola, yang dimulai pada hari Minggu di Qatar.

"Puluhan ribu orang di Qatar tidak memakai masker. Dan kami masih panik seperti ini," tulis seorang pengguna di platform Weibo.

Infografis 5 Tips Tetap Sehat di Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Niman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya