Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati Masdar dalam kasus dugaan suap terkait pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur (Jatim) pada periode 2014-2018.
Wakil Bupati Lumajang sedianya akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Komisaris Bank Jatim Budi Setiawan.
"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Polres Tulungagung, Jl Ahmad Yani Timur No 9, Bago, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur atas nama Indah Amperawati, Wakil Bupati Lumajang," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (23/11/2022).
Baca Juga
Advertisement
Selain Indah, tim penyidik KPK juga akan memeriksa Hadi Mulyono selaku Kepala Bappeda Kabupaten Jember, kemudian Mukhtar Matruhan selaku wiraswasta dan Didid Mardiyanto seorang PNS.
Sebelumnya, KPK mencecar mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo terkait proses pemberian bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) ke kabupaten dan Kota di Jatim.
Sukarwo diperiksa pada Selasa, 8 November 2022 dalam kasus dugaan suap terkait pengesahan APBD dan Bantuan Keuangan Provinsi di Pemkab Tulungagung dengan tersangka mantan Komisaris Bank Jatim Budi Setiawan.
"Dikonfirmasi terkait dengan proses pemberian bantuan keuangan dari Pemprov Jatim ke kabupaten maupun kota," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (9/11/2022).
Selain terhadap Sukarwo, hal itu juga diselisik tim penyidik KPK kepada mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Ahmad Sukardi.
Tak hanya itu, Soekarwo dan Sukardi juga didalami soal tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) Provinsi Jawa Timur.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan tupoksi dari TAPD di Pemprov Jatim," kata Ali.
Sukarwo sendiri usai rampung menjalani pemeriksaan tim penyidik mengaku dicecar soal Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 13 Tahun 2011 terkait Bantuan Keuangan Daerah.
"Menjelaskan Pergub 13 Tahun 2011 tentang struktur didalam mengambil keputusan bantuan keuangan kedaerahan," ujar Sukarwo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2022).
Sukarwo tak menjelaskan detail Pergub 13 Tahun 2011. Namun dia mengklaim tak ada permasalahan dalam regulasi tersebut.
"Enggak ada (masalah dengan Pergub). Hanya perilaku (oknum), kalau pergubnya sudah jalan sesuai aturan," kata dia.
KPK Tetapkan Eks Komisaris Bank Jatim Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Komisaris Bank Jatim Budi Setiawan sebagai tersangka dugaan suap pengurusan bantuan keuangan Provinsi Jawa Timur untuk Kabupaten Tulungagung.
Penetapan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jawa Timur itu sebagai tersangka berdasarkan pengembangan kasus suap yang menyeret mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo.
"Ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan pada proses penyidikan dengan menetapkan tersangka," ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/8/2022).
Budi Setiawan yang juga mantan Kepala BPKAD Jawa Timur ini langsung ditahan tim penyidik KPK selama 20 hari pertama, sejak hari ini hingga 7 September 2022. Dia ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Kavling C1.
Kasus bermula saat Syahri Mulyo, selaku Bupati Tulungagung pada 2013 menemui Kepala Bappeda Jatim untuk mendapat dukungan pembangunan di Tulungagung.
Setelah pertemuan itu, Syahri memerintahkan Kepala Dinas PUPR Tulungagung Sutrisno dan Kepala Dinas Pengairan dan Pemukiman Sudarto mengurus dan melakukan komunikasi dengan Bappeda Jatim dan BPKAD Jatim agar Tulungagung mendapatkan alokasi bantuan keuangan untuk infrastruktur.
Pada 2015, Sutrisno dan Sudarto mengadakan pertemuan dengan Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Infrastruktur dan Kewilayahan Bappeda Jatim untuk memberikan proposal pengajuan permintaan alokasi bantuan keuangan infrastruktur Provinsi Jatim.
"Pada pertemuan tersebut, masing-masing pihak telah mengetahui bahwa apabila disetujui maka akan ada pemotongan untuk fee bagi pihak Bappeda Jatim sebesar 7,5 persen dari alokasi yang cair," kata Karyoto.
Selain melalui jalur Budi Juniarto, masih pada tahun 2015, Sutrisno melakukan pertemuan dengan Budi Setiawan. Dalam pertemuan tersebut, Sutrisno meminta bantuan kepada Budi Setiawan agar ada alokasi bantuan keuangan dari Provinsi Jatim kepada Kabupaten Tulungagung.
Advertisement
Budi Dapat Fee dari Bantuan Tulungagung Rp3,5 M
Budi Setiawan menyanggupi dengan kesepakatan pemberian fee antara 7-8 persen dari total anggaran yang diberikan. Pada tahun 2015 Kabupaten Tulungagung mendapat bantuan keuangan Provinsi Jatim sebesar Rp79,1 miliar.
"Atas alokasi bantuan keuangan Provinsi Jatim yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung, maka Sutrisno memberikan fee kepada tersangka BS sebesar Rp3,5 miliar. Fee tersebut diserahkan oleh Sutrisno langsung kepada tersangka BS di ruangan kepada BPKAD Provinsi Jatim," kata dia.
Fee yang dikumpulkan Sutrisno berasal dari pengusaha di Kabupaten Tulungagung yang mengerjakan proyek. Adapun sumber dana untuk pekerjaan tersebut berasal dari bantuan keuangan Provinsi Jatim.
Pada 2017, Budi Setiawan diangkat menjadi Kepala Bappeda Provinsi Jatim, sehingga dirinya mempunyai kewenangan mutlak terkait pembagian bantuan keuangan.
Sutrisno atas izin Syahri Mulyo diminta mencari anggaran bantuan keuangan. Ia menemui Budi Setiawan untuk meminta alokasi anggaran bagi Kabupaten Tulungagung sehingga pada anggaran perubahan tahun 2017 Kabupaten Tulungagung mendapat alokasi bantuan keuangan sebesar Rp30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp29,2 miliar.
"Sebagai komitmen atas alokasi bantuan keuangan yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung, maka pada tahun 2017 dan tahun 2018 Syahri Mulyo melalui Sutrisno memberikan fee sebesar Rp6,75 miliar kepada tersangka BS," tandas Karyoto.
Atas perbuatannya, Budi Setiawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.