Imunisasi Turunkan Kemungkinan Terkena Polio hingga 90 Persen

Imunisasi memainkan peranan penting untuk mencegah anak terkena polio. Bahkan, dapat menurunkan kemungkinan terkena hingga 90 persen.

oleh Diviya Agatha diperbarui 24 Nov 2022, 06:00 WIB
Seorang anak diukur tumbuh kembangnya sebelum menerima vaksin campak dan polio di sebuah posyandu di Banda Aceh, Aceh, Rabu (4/10/2020). Pemberian vaksin polio dan vaksin campak secara gratis yang berlanjut di tengah pandemi COVID-19 bertujuan memperkuat imunitas anak. (CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus polio di Kabupaten Pidie, Aceh kini telah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Merespons hal itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah mempersiapkan adanya imunisasi massal yang menyasar 1,2 juta anak di sana.

Seperti diketahui, imunisasi menjadi salah satu cara utama yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya polio. Dokter spesialis anak, Fitria Mahrunnisa mengungkapkan bahwa vaksin polio pada anak bisa mencegah terjadinya polio hingga lebih dari 90 persen.

"Vaksin polio bisa mencegah lebih dari 90 persen risiko terjadinya polio pada anak," ujar Fitria mengutip Antara, Kamis (24/11/2022).

Fitria menjelaskan, saat anak diberikan imunisasi polio, didalamnya akan mengandung virus yang telah dilemahkan. Sehingga akan membentuk memori pada sel imun anak.

Memori dalam sel imun tersebutlah yang dapat mencegah anak dari virus polio yang mungkin ada di sekitar lingkungannya. Dengan pemberian vaksin polio, virus akan terbunuh di awal pada sistem imun yang terbentuk.

Pemberian imunisasi polio sendiri dapat dimulai sejak anak lahir hingga usia 18 bulan sebanyak lima kali. Empat dosis pertama diberikan pada anak setiap bulannya hingga usia empat bulan, baru dosis terakhir diberikan saat anak berusia 18 bulan.

"Jadi jadwalnya pada saat lahir, usia dua bulan, tiga bulan, dan empat bulan. Kemudian diulang terakhir pada usia 18 bulan," kata Fitria.

Menurut Fitria, imunisasi menjadi cara utama untuk mencegah anak agar tidak terkena polio. Di samping itu, menjaga higienitas dan pola hidup bersih menjadi upaya yang selanjutnya.


Proses Penularan dan Pengobatan Polio

Perawat dibantu kader Posyandu memberikan vaksin campak, vaksin pentabio berisi vaksin DPT, Hepatitis B dan Haemophilus Influenzae dan Imunisasi Polio terhadap anak di RW 09, Kelurahan Pondok Benda, Tangerang Selatan, Senin (14/12/2020). (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Lebih lanjut Fitria mengungkapkan bahwa polio dapat ditularkan melalui mulut dan transmisi virus dari feses orang yang positif polio ke tangan anak yang tidak dicuci setelah dari kamar mandi.

"Pada saat higienitas tidak terjaga (bisa tertular). Jadi tidak cuci tangan setelah dari kamar mandi atau dari jamban BAB-nya mengalir ke area sungai dan lain-lain, itu berisiko menularkan," ujar Fitria.

Polio sendiri terbagi menjadi dua jenis. Terdapat polio yang dapat menyebabkan anak menjadi lumpuh (polio paralisis) dan yang tidak menyebabkan lumpuh atau cacat seumur hidup (polio non-paralisis).

Pada polio paralisis, kondisinya sudah tidak dapat disembuhkan karena kelumpuhan terjadi pada saraf tulang belakang dan otak. Kondisi ini terjadi secara permanen.

Sementara obat untuk polio paralisis belum ada, pengobatannya dapat diberikan melalui terapi yang berfungsi untuk mengurangi gejala atau keparahan kecacatan.

Terapi dilakukan dengan memberikan obat-obatan yang dapat mengurangi kekakuan pada otot dan fisioterapi yang berfungsi untuk mengendurkan otot.

"Jadi kita tidak bisa mengobati kelumpuhan polio yang permanen," kata Fitria.


Program Imunisasi Polio di Indonesia

Dalam peresmian dimulainya BIAN tahap II, Menkes dan Ridwan Kamil tak hanya meninjau layanan imunisasi anak melainkan juga sempat meneteskan imunisasi polio pada anak anak serta berinteraksi dengan masyarakat.

Sejauh ini, program imunisasi polio di Indonesia diberikan pada bayi sebanyak lima kali melalui vaksin Polio Tetes (Bivalent Oral Polio Vaccine/bOPV) dan vaksin Polio Suntik (Inactivated Polio Vaccine/IPV).

Selaras dengan ungkapan Fitria, kelima dosis vaksin tersebut diberikan pada waktu yang berbeda-beda. Bila imunisasi polio yang dilakukan belum lengkap, Kemenkes mengimbau untuk tetap melakukannya. Batas waktu pemberian vaksin Polio bisa dilakukan hingga anak berumur lima tahun.

Vaksin polio sendiri diberikan lewat dua cara yang berbeda bukan tanpa sebab. Keduanya memiliki manfaat yang berbeda dan telah disesuaikan dengan kebutuhan tubuh anak. Mengutip laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), berikut perbedaan manfaatnya.

Vaksin Polio Tetes

Vaksin Polio Tetes diberikan melalui mulut. Vaksin satu ini mengandung virus yang dilemahkan. Kondisi satu ini membuat virus masih bisa berkembang biak di usus dan dapat merangsang usus dan darah untuk membentuk zat kekebalan terhadap virus polio liar.

Dalam hal ini, jika ada virus polio liar yang masuk ke dalam usus bayi, maka virus dapat diikat dan dimatikan oleh zat kekebalan yang sudah terbentuk dalam usus dan darah tersebut.

Sehingga virus tidak dapat berkembang biak dan tidak membahayakan bayi. Serta, tidak dapat menyebar ke anak-anak yang ada di sekitarnya.


Vaksin Polio Suntik

Seorang petugas kesehatan memberikan vaksin campak kepada balita di sebuah posyandu di Banda Aceh, Aceh, Rabu (4/10/2020). Pemberian vaksin polio dan vaksin campak secara gratis yang berlanjut di tengah pandemi COVID-19 bertujuan memperkuat imunitas anak. (CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP)

Vaksin polio suntik berisi virus polio mati yang disuntikkan di otot lengan atau paha. Tujuannya untuk mencegah virus untuk dapat berkembang biak di usus dan menimbulkan kekebalan di dalam darah.

Oleh karena itu, bila ada virus polio liar yang masuk ke dalam usus bayi atau anak yang disuntik vaksin polio, maka virus polio liar masih bisa berkembang biak di ususnya (karena tidak ada kekebalan di dalam ususnya). Namun anak tidak mengalami sakit, karena sudah ada kekebalan di dalam darahnya.

Pada negara dan wilayah yang masih terdapat transmisi polio liar, semua bayi dan balita harus lebih dulu diberikan vaksin polio tetes. Agar ususnya mampu mematikan virus polio liar dan menghentikan proses penyebaran.

Jika dalam lima tahun atau lebih tidak ditemukan lagi virus polio liar, maka secara bertahap dapat menggunakan vaksin polio suntik. Terutama bagi pasien yang memiliki tingkat kekebalan rendah. Seperti yang mendapatkan obat-obatan anti kanker, mengalami HIV/AIDS, atau di dalam rumahnya terdapat pasien-pasien tersebut.

Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya