Liputan6.com, Jakarta Judul : (Bukan) Kisah Sukses Erick Thohir: Sebuah Biografi
Pengarang : Abdullah Sammy
Advertisement
Penerbit : Kompas
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2022
Halaman : 315 halaman
Sudah lazim bahwa kebanyakan orang sukses akan membuat buku tentang perjalanan hidupnya hingga pada akhirnya mampu meraih kesuksesan. Formula yang biasanya diramu adalah bagaimana kombinasi antara kerja keras, pendidikan, dan doa mampu mengubah nasib mereka menjadi lebih baik.
Hal itu pulalah yang dilakukan Erick Thohir melalui (Bukan) Kisah Sukses Erick Thohir yang diluncurkan pada Kamis (10/11/2022). Menariknya, ini bukan buku kisah hidupnya yang pertama kali dibuat oleh sang Menteri BUMN tersebut. Namun, sepanjang 52 tahun usianya, pengalaman hidup Erick Thohir terentang panjang dan penuh dinamika seperti tergambarkan dalam buku ini. Hal ini menandai betapa banyaknya pelajaran yang telah ia serap dan kemudian ingin ia bagikan kepada para pembacanya.
(Bukan) Kisah Sukses Erick Thohir menggigit sejak bab pertama tentang masa kecil. Siapa sangka Erick Thohir yang selalu tenang, perlente, dan penuh pertimbangan rupanya seperti anak Jakarta kebanyakan saat kecil.
Erick lahir pada 30 Mei 1970 sebagai bungsu dari 3 bersaudara. Kakaknya Rika Thohir dan Garibaldi Tohir. Orang tuanya adalah pendatang yang mengejar mimpi mencapai kehidupan lebih baik di Jakarta. Ayahnya H. Muhammad Teddy Thohir, pengusaha lokal asal Gunung Sugih, Lampung, dan ibunya, Edna Thohir, perawat asal Majalengka. Sebagai orang yang bermukim di Tebet pada Jakarta era 1980-an, Erick kecil tak lepas dari bermain di kebun dan mencari biji karet atau tawuran saat bersekolah di SMA 3 Jakarta.
Ada cerita menarik tentang bagaimana Erick kecil menerapkan nilai-nilai yang diberikan oleh sang ayah. Erick mampu melipatgandakan nilai biji karet yang dikumpulkannya dengan menjualnya kembali di atas harga beli. Di situlah Erick kemudian melakukan investasi pertamanya.
Tebet menyimpan banyak kenangan bagi Erick. Di pasar, tempat ibunya berjualan, Erick belajar arti kerja keras. Di sekolahnya yang merupakan sekolah Katolik, Erick belajar kedisiplinan dan tanggung jawab. Sementara di lingkungan rumahnya yang beragam, Erick belajar toleransi. Pengalaman di masa kecil dan kemudian ketika ia menempuh pendidikan di Amerika Serikat menempa pribadi Erick menjadi matang. Ia mampu berpikir logis dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang matang untuk mendapatkan hasil terbaik.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini!
Selalu berusaha jadi yang terbaik
Berkali-kali dalam bukunya, Erick Thohir menegaskan bahwa prinsip seorang pemenang adalah menjadi yang terbaik atau tidak sama sekali (the best or nothing). Erick juga menekankan pentingnya adaptasi dan transformasi. Jika keadaan sedang diam, bukan berarti itu baik-baik saja. Biasa-biasa saja tidaklah cukup. Menurut Erick, justru itu adalah pertanda agar setiap upaya dan usaha harus dilakukan agar bisa terus melangkah maju.
Menurut Erick, kesuksesan kerap muncul dari orang yang bekerja keras di saat orang lain sudah merasa puas. Orang sukses memanfaatkan waktu lebih untuk memanfaatkan diri, di saat yang lain “tertidur”. (hlm 54)
Sepanjang kariernya sejak lulus kuliah dari Glendale University, Erick melakoni berbagai profesi hingga kini mantap sebagai politikus. Pada usia 22 tahun, ia mendirikan grup Mahaka bersama koleganya sesama mahasiswa di Amerika, yakni Harry Zulnardy, Muhammad Lutfi, dan Wishnu Wardana.
Kiprah Erick makin mencorong ketika ia mengambil alih Republika, koran harian umat Islam. Dengan keputusan yang strategis dan kepala dingin, Erick berhasil menyelamatkan Republika dan membawa nafas segar di jajaran redaksi. Mahaka Grup yang dipimpinnya pun berhasil menjadi grup media besar dengan beberapa jenis usaha lain, seperti Gen FM, Jak FM, dan Hot FM.
Erick percaya bahwa sumber daya manusia merupakan aset terpenting. Dalam berbagai upaya apa pun yang dipimpinnya, mulai dari klub basket Satria Muda, Philadelphia 76ers, Ketua Umum Perbasi, Direktur Utama TV One, Ketua Kontingen Indonesia Olimpiade London, dan Ketua Komite Olimpiade Nasional (KOI), Erick melangkah maju tanpa gentar. Ia memasukkan orang-orang terbaik yang dianggapnya dapat diajak bekerja sama. Ia juga tak gentar terhadap status quo. Prinsip Erick adalah bekerja dengan mengejar prestasi, bukan posisi.
“Di saat tekanan sangat tinggi, pada saat itulah kita juga mesti mengubah segala persepsi negatif menjadi positif. Jadi jangan pernah berpikir gagal, berpikirlah tentang keberhasilan,” ujar Erick (hlm 135).
Advertisement
Kegagalan bukan Penghambat Kesuksesan
Memang kesuksesan mungkin tidak datang kali pertama mencoba, yang penting harus berusaha terus dan bangkit. Ini salah satu sikap Erick yang coba ia tularkan kepada yang lain, termasuk kepada Greysia Polii, yang kala itu tengah terpuruk akibat sanksi di Olimpiade London 2012.
Buku ini menjadi sangat menarik karena dibuat dalam bab-bab kecil yang mengisahkan bagian dari perjalanan hidup seorang Erick Thohir. Meski dibuat dalam sudut pandang orang ketiga, yang mewawancarai dan mengamati dari jauh, nyatanya unsur detail tak luput diperhatikan. Deskripsi sangat menonjol dan halus, baik dalam suasana maupun penggambaran gestur seorang Erick Thohir dalam menanggapi sesuatu. Bahkan, kutipan-kutipan penguat juga ada, meskipun harus diakui masih ditemukan beberapa kali salah ketik.
Secara keseluruhan, buku ini mampu menampilkan informasi mengenai sosok Erick Thohir sejak kecil hingga saat ini. Begitu pun ketika Erick Thohir terjun ke dunia politik dengan menjadi Ketua Tim Sukses Pemenangan Jokowi- Maruf pada Pilpres 2019. Hingga akhirnya dia memutuskan meninggalkan dunia bisnis dan menjadi Menteri BUMN. Tampak nyata bahwa nilai-nilai yang diyakini dan dipegang Erick terus diterapkan hingga dewasa.
Erick tak ragu-ragu melakukan reformasi di tubuh BUMN dengan menggabungkan BUMN sejenis atau menutup anak usaha BUMN yang dianggap tidak menguntungkan. Ia juga bekerja sama dengan KPK dan Kejaksaan untuk mengusut kasus korupsi yang melibatkan BUMN. Bahkan, slogan AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) ia terapkan agar BUMN Indonesia semakin maju.
Yang penting bukan jabatan, tapi prestasi
Erick Thohir percaya bahwa keahlian adalah alat yang bisa digunakan untuk mempertahankan kesuksesan saat berada di titik tertinggi. Namun sebaliknya, keahlian juga menjadi alat untuk bangkit di posisi terendah. Tanpa expertise, seseorang akan sulit bertahan di tengah situasi yang begitu dinamis.
Sementara dari ayahnya, H Teddy Thohir, Erick belajar mengenai pentingnya nama baik. Sebab, orang terbaik dapat dilihat dari karakternya. Hal itulah yang membuat Erick mampu beradaptasi dalam setiap jabatan yang diembannya.
Sikap kerja keras dan tidak mudah menyerah itulah yang juga ingin ditularkan Erick kepada orang-orang yang ditemuinya. Sebab, tidak penting bagaimana kita start, tapi yang terpenting adalah bagaimana finish-nya. Selain itu, Erick juga menekankan pentingnya dukungan dan support dari orang-orang terdekat saat ia bekerja demi kepentingan yang lebih luas.
Di bagian akhir, Erick memberi contoh Usain Bolt pada Olimpiade London 2012. Saat itu Bolt mengawali pertandingan dengan sangat buruk. Namun, pada 10 meter terakhir hingga menyentuh garis finish, Bolt melesat jauh mengakhiri start buruknya dan mencatatkan rekor baru pada Olimpiade dengan waktu 9,64 detik.
Memang, membaca buku ini seperti membaca buku motivasi dan bukan biografi. Di dalamnya banyak bertebaran kata-kata bijak pemacu semangat. Seorang filsuf pernah mengatakan, cara termudah untuk sukses adalah mempelajari cara orang sukses bekerja. Buku ini memberi gambaran yang baik soal itu tanpa pembaca merasa perlu digurui.
Baca Juga
Advertisement