Setop Impor, TKDN di Proyek Infrastruktur Capai 90 Persen

Pemerintah sudah tidak lagi memberikan toleransi kepada produk impor untuk digunakan dalam pembangunan infrastruktur di negeri ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Nov 2022, 22:11 WIB
Pekerja kontruksi menyelesaikan proyek pembangunan Rusunawa Tingkat Tinggi Pasar Rumput di Jalan Lingkar Pasar Rumput, Jakarta, Selasa (14/11). Pembangunan rusun ini ditargetkan rampung pada akhir 2018 mendatang. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

 

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah sudah tidak lagi memberikan toleransi kepada produk impor untuk digunakan dalam pembangunan infrastruktur di negeri ini. Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono dalam pembukaan 'Infrastructure Connect 2022' yang digelar di Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (23-24/9).

“Pembangunan infrastruktur yang mandiri menggunakan produk dalam negeri. Sesuai perintah bapak presiden, dilarang impor. Kalau dulu (perintah presiden) mengutamakan produksi dalam negeri. Tapi yang sekarang perintahnya dilarang impor. Apalagi menggunakan APBN. Di APBN itu sudah lebih dari Rp 400 triliun yang dibelanjakan dengan TKDN yang tinggi. Di Kementerian PUPR sendiri dari rata-rata Rp 120 triliun per tahun, 80-90 persen adalah dengan TKDN. Dan itu saya jaga betul,” tegas Basuki .

Untuk itu ia berharap semua elemen yang terlibat, untuk sama-sama memajukan industri konstruksi tanah air dengan nilai-nilai perjuangan dalam membangun indonesia ini. Dan ia berharap dari jajaran Kementerian PUPR juga tidak ada yang berani untuk main-main dengan arahan tersebut.

Basuki bahkan mengancam akan menindak tegas jika ada jajarannya yang berani membelanjakan anggaran PU dengan barang non TKDN.

Menanggapi hal itu, Vice Presiden Tatalogam Group, Stephanus Koeswandi sangat mengapresiasi langkah pemerintah, terutama Kementerian PUPR yang terus mempersempit ruang gerak penggunaan barang impor dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan di tanah air.

Menurutnya, penggunaan produk dengan TKDN tinggi dapat membantu memulihkan perekonomian bangsa yang sempat terpuruk karena pandemi.

“Dengan meningkatnya penggunaan produk-produk dalam negeri, otomatis industri tanah air juga ikut berkembang. Dampaknya pemulihan ekonomi nasional juga dapat segera terwujud,” terang pimpinan perusahaan baja ringan terbesar di Indonesia itu.

 


Industri Konstruksi

Ilustraso besi baja.

Untuk itu, pihaknya juga berkomitmen mendukung upaya memajukan industri konstruksi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai perjuangan membangun Indonesia. Tak hanya dengan menghadirkan produk-produk baja ringan yang sudah 100 persen buatan Indonesia, namun juga menerapkan green industries yang ramah lingkungan.

“Semangat juang untuk membangun Indonesia sudah kami tanamkan di Tatalogam Group sejak awal berdiri tahun 1994 silam. Kini, semangat dalam mengejar target 2050 Zero Emmision yang tengah kami tingkatkan. Saat ini ada 3 hal yang jadi fokus perhatian Tatalogam Group dalam mewujudkan green industries ini," tuturnya.

"Yang pertama adalah mengukur dan mengurangi Karbon Dioksida (CO2) yang dilepaskan ketika produksi. Yang kedua, lebih bijak dalam penggunaan energi. Caranya dengan melakukan penggantian dari energi konvensional dengan energi yang lebih lebih sustainable seperti tenaga surya ataupun angin. Dan yang terakhir adalah dengan pengelolaan limbah yang lebih baik,” terang Stephanus lagi..

Ia menerangkan, limbah baja sebenarnya 100 persen bisa didaur ulang. Namun yang harus tetap diperhatikan adalah transportasi dalam proses pemindahan limbah baja tersebut yang juga membutuhkan energi.

“Pengelolaan limbah dari baja ini juga perlu kita tingkatkan. Maka dari itu tahun ini bersama Kemenperin kita sudah menyusun rancangan standar industri hijau untuk baja lapis aluminium seng dan baja lapis seng. Dan diharapkan kalau sudah ada standarnya nanti kita punya satu ekosistem yang lebih sustainable menuju ke 2050 zero emission,” tegas Stephanus.


Pemerintah Habiskan Rp 700 Triliun untuk Infrastruktur, Jadi Apa Saja?

Kementerian PUPR melaksanakan pembangunan infrastruktur kawasan IKN dengan memperhatikan tiga aspek, yakni menjamin kualitas, menjaga kelestarian lingkungan, dan memperhatikan estetika. (Dok Kementerian PUPR)

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Sektoral Kementerian Keuangan Titik Anas, mengatakan bahwa pemerintah telah menghabiskan dana lebih dari Rp 700 triliun untuk pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia.

Hal itu disampaikan Titik Anas, dalam The 1st International Student Leaders Meeting 2022 dengan tema Collective Actions for Transforming Sustainable Universities in the Post-Pandemic Time, Selasa (22/11/2022).

“Indonesia adalah negara yang menonjol dalam pembangunan infrastruktur. Dalam beberapa tahun terakhir, kami telah menghabiskan lebih dari 700 triliun untuk membangun infrastruktur di seluruh negeri. Anda lihat, bandara baru, jalan baru dan jembatan baru yang dibangun di seluruh negeri,” kata Titik Anas.

Pembangunan infrastruktur tersebut sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan. Sebab, SDGs memiliki peran penting terhadap pembangunan terutama dalam pemulihan ekonomi pasca pandemic.

Menurut dia, ke depan tantangan di bidang SDGs akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal itu disebabkan oleh dampak pandemi dan perang di Ukraina yang memberikan tantangan kepada semua orang, tidak hanya kepada Pemerintahan, tetapi juga publik secara umum. Oleh karena itu, penting untuk mendorong dan memperkuat SDGs.

“Karena SDG akan menjadi salah satu yang akan terpengaruh secara signifikan oleh penurunan ekonomi. Pandemi bisa mengubah arah kebijakan di seluruh dunia, namun seakan belum cukup, bencana lain yang sudah disebutkan sebelumnya, perang pun meletus, dan ini tidak hanya mempengaruhi ekonomi yang sedang berkonflik tetapi juga seluruh dunia,” kata Titik Anas.

Diketahui bersama, kata dia, dampak dari pandemi dan perang Rusia-Ukraina membuat semua kegiatan ekspor-impor dan kegiatan ekonomi lainnya terhenti menyebabkan seluruh dunia menghadapi perlambatan ekonomi.

Perlambatan ekonomi dan resesi di beberapa negara menyebabkan peningkatan pengangguran, karena banyak perusahaan menurunkan anggaran mereka, dan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja karyawan mereka.

“Bahkan sebelum pandemi dan perang beberapa negara berkembang menghadapi masalah kemiskinan dan masalah sosial. Itulah mengapa SDG menjadi sangat penting, dan pandemi serta Perang telah menyebabkan masalah yang ada lebih sulit untuk ditangani,” pungkasnya.

Infografis Indeks Infrastruktur Indonesia

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya