Liputan6.com, Jakarta - Dalam rangka mengatasi hoaks yang masih bermunculan di masyarakat, Kominfo membuat Webinar dengan judul “Anti Hoaks RKUHP (Urgensi Literasi Digital Dalam Melawan Hoaks Pada Proses Pembentukan Informasi Kebijakan Publik)”. Webinar ini disiarkan juga melalui Youtube Ditjen IKP Kominfo, Kamis (17/11).
Advertisement
Dengan munculnya fenomena hoaks, masyarakat masih dengan mudah mendapatkan infromasi tanpa memastikan kembali sebuah kebenarannya yang tentunya dapat merugikan dan membuat kegelisahan para masyarakat dan tidak jarang menjadi ajang perpecahan kelompok.
“Oleh karena itu, dukungan untuk mengatasi permasalahan ini dapat dilakukan dengan salah satunya adalah dengan melaksanakan literasi digital kepada masyarakat, baik oleh pihak terkait misalnya institusi, pemerintah, ataupun komunitas,” ujar Farah Putri Nahila, Anggota Komisi I DPR RI, salah satu narasumber.
Dia menambahkan, “Walaupun masyarakat telah cakap dalam digital, namun masyarakat perlu diberikan edukasi terkait dengan pengguna informasi yang tersebar di era banjir informasi.”
Menurut Farah, dari data Kominfo per periode 1 Agustus 2018 sampai dengan 22 Juni 2021 terdapat 8.499 isu hoaks yang ditemui. Secara garis besar yang banyak adalah hoaks terkait isu bidang politik 1.252, kemudian isu pemerintahan 1.702 dan bidang kesehatan yang sampai saat ini masih terus bertambah mengenai Covid-19.
Menjelang pemilihan umum atau pilpres, memang semakin banyak pemberitaan hoaks yang ditemukan di sosial media. Namun, tidak hanya hoaks dan hate speech yang akan semakin bermunculan di media sosial.
Prof. Henri Subiakto, S.H., M.Si Guru Besar Komunikasi Unair Surabaya, menjelaskan, berperannya algoritma yang dengan periode waktu beberapa tahun belakangan ini menjadi pemicu utama penyebaran hoaks ditemukan di media sosial. Sebab, banyak masyarakat yang masih menyebarkan pemberitaan tersebut tanpa memastikan kembali sebuah informasi yang valid.
“Ketika seseorang percaya hoaks, dia (masyarakat) memiliki pandangan tertentu maka algoritma akan mendekatkan konten-konten yang sesuai dengan pemikiran dengan karakter masing-masing,” ucap Prof. Henri dalam webinar tersebut.
Medsos seperti Area Perang
Ia juga menambahkan, media sosial diperlakukan seperti perang, dimana banyak masyarakat yang ingin informasinya dianggap benar dan kelompok lain disalahkan. Lalu hal tersebut memunculkan kekuatan-kekuatan yang ingin memanfaatkan teknologi infomasi di media sosial.
Bimo Nugroho, Deputi I Asian African Youth Gevorment, menambahkan kemajuan teknologi informasi dinilai sangat berperan terhadap pembentukan opini publik. Media sosial saat ini menjadi kanal baru masyarakat dalam memberikan aspirasi maupun opini publik. Dengan itu, diperlukan adanya kebijaksanaan dalam bermedia sosial agar dapat menyaring segala jenis hoaks yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Gloria Natali/Universitas Multimedia Nusantara
Advertisement
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.