Nasabah Kaya Mulai Berpaling, Credit Suisse Merugi di Akhir 2022

Credit Suisse memperkirakan kerugian sebesar Rp 24,6 triliun pada kuartal IV 2022, karena nasabah kaya yang mulai berpaling dari bank asal Swiss tersebut.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 24 Nov 2022, 12:40 WIB
Ilustrasi credit suisse (Foto: Jan Huber/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Credit Suisse akan mengalami kerugian besar dalam tiga bulan terakhir tahun ini. Hal itu dikarenakan nasabah kaya yang mulai berpaling dari bank asal Swiss tersebut.

Dikutip dari US News, Kamis (24/11/2022) Credit Suisse memperkirakan kerugian sebesar USD 1,58 miliar atau sekitar Rp 24,6 triliun pada kuartal keempat, mengungkapkan bahwa nasabah kaya telah melakukan penarikan besar-besaran, yang menyebabkan penurunan besar dalam likuiditas.

Ketua Credit Suisse, yakni Axel Lehmann mengungkapkan bahwa pemegang saham menyetuju rencana penggalangan modal 4 miliar franc Swiss, sebagai "langkah positif dalam membangun Credit Suisse yang baru".

"Kami sepenuhnya fokus pada penerapan prioritas strategis kami," kata Axel Lehmann. Dia pun menjanjikan masa depan Credit Suisse yang lebih cerah dan menguntungkan.

Credit Suisse mengatakan telah terjadi arus keluar aset sebesar 6 persen pada akhir kuartal ketiga 2022. Dikatakan bahwa divisi manajemen kekayaan, yang melayani nasabah kaya telah membaik, tetapi belum berbalik.

Analis di Vontobel memperkirakan skala penarikan tersebut sekitar 84 miliar franc Swiss. Hal ini membuat bank terpaksa masuk ke buffer likuiditas, tergelincir di bawah persyaratan peraturan minimum tertentu.

"Arus keluar bersih besar-besaran di Wealth Management sangat mengkhawatirkan, terlebih lagi karena belum berbalik," ungkap Andreas Venditti dari Vontobel.

Selain itu, Venditti juga mengatakan bahwa rasio kecukupan likuiditas bank (LCR) sebagai tolak ukur keuangan utama telah turun secara besar-besaran menuju 100 persen. Credit Suisse mengatakan LCR harian rata-rata untuk kuartal keempat 2022 adalah 140 persen.

 


Moody’s Sebut Credit Suisse Dapat Rugi hingga Setara Rp 46 Triliun pada Semester II 2022

Ilustrasi bank. (Photo by vectorjuice on Freepik)

Pada Oktober 2022, lembaga pemeringkat Moody's Investors Service memperkirakan kerugian Credit Suisse membengkak jadi USD 3 miliar atau sekitar Rp 46,2 triliun (asumsi kurs Rp 15.417 per dolar AS) pada akhir tahun.

Analis Moody's mengatakan, kondisi itu berpotensi membawa modal intinya terjun di bawah level kunci 13 persen. Credit Suisse telah melaporkan kerugian 1,9 miliar franc Swiss atau sekitar USD 1,92 miliar pada paruh pertama 2022.

Pada Juli lalu, bank tersebut mengatakan akan beroperasi dengan rasio common equity tier 1 (CET1) antara 13 persen dan 14 persen untuk sisa tahun ini.

"Kami memperkirakan kerugian lebih lanjut pada paruh kedua tahun ini. Kami melihat kerugian USD 3 miliar untuk setahun penuh, yang berarti CET1 akan sedikit di bawah 13 persen. Jika rasio modal inti tetap secara konsisten di bawah 13 persen, itu akan menjadi kredit negatif bagi bank,” kata kata Senior Vice President Moody, Alessandro Roccati dikutip dari Yahoo Finance, ditulis Minggu (16/10/2022).

Credit Suisse saat ini tengah berbenah melalui rencana restrukturisasi di bawah Chief Executive baru, Ulrich Koerner.

Perubahan pasar yang liar dan badai media sosial membuat bank semakin sulit untuk membendung kerugian dan mendapatkan kembali pijakannya. Moody's menurunkan peringkat Credit Suisse pada Agustus, dan sejak itu mempertahankan pandangan negatif.

Penurunan peringkat mencerminkan betapa sulitnya bagi Credit Suisse untuk memposisikan kembali bank investasinya di tengah pertumbuhan ekonomi yang lambat dan pasar yang fluktuatif.

"Lingkungan pasar saat ini tidak mendukung restrukturisasi dan tidak mendukung model bisnis pasar modal Credit Suisse saat ini. Kondisi pasar yang memburuk telah mempengaruhi nilai realisasi potensial dari bisnis yang mereka pertimbangkan untuk dijual,” imbuh Roccati.

Credit Suisse menderita rugi hingga miliaran pada tahun lalu, termasuk kerugian USD 5,5 miliar dari default kantor keluarga AS Archegos Capital Management dan penutupan dana keuangan rantai pasokan senilai USD 10 miliar yang terkait dengan pemodal Inggris yang keok, Greensill.


Bank Sentral Swiss Pantau Situasi Credit Suisse yang Dilanda Isu Krisis Keuangan

Ilustrasi bank (Sumber: Istockphoto)

Di Bulan yang sama, Swiss National Bank (SNB) atau Bank Sentral Swiss juga mengatakan bahwa pihaknya tengah memantau situasi di Credit Suisse, yang dikabarkan tengah dilanda permasalahan modal dan likuiditas yang membuat cemas banyak investor. Hal itu diungkapkan oleh anggota Dewan Pengurus SNB, Andrea Maechler.

Sebagai informasi, saham bank terbesar kedua di Swiss itu merosot 11,5 persen dan obligasinya menurun ke rekor terendah pada Senin (3/10), sebelum memulihkan sebagian kerugian, di tengah kekhawatiran tentang kemampuannya untuk merestrukturisasi bisnis.

"Kami sedang memantau situasinya," kata Maechler di sela-sela sebuah acara di Zurich, dikutip dari US News, Kamis (6/10/2022).

"Mereka sedang mengerjakan strategi yang akan dirilis pada akhir Oktober," jelasnya. 

Sebelumnya, SNB sempat menolak berkomentar tentang Credit Suisse, yang mengatakan memiliki basis modal dan likuiditas yang kuat. 

Bank itu akan mengumumkan rincian rencana restrukturisasi bersama dengan hasil kuartal ketiganya pada 27 Oktober mendatang.

Pada Juli 2022, Credit Suisse mengumumkan tinjauan strategi keduanya dalam setahun dan mengganti kepala eksekutifnya, membawa ahli restrukturisasi Ulrich Koerner untuk memangkas lengan perbankan investasinya dan memotong biaya lebih dari USD 1 miliar.

Perbankan ternama asal Swiss, Credit Suisse dikabarkan mengalami permasalahan modal dan likuiditas dan membuat cemas banyak investor.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya