Soal Surat Penyelidikan Kasus Ismail Bolong, Hendra Kurniawan: Ada Datanya, Tidak Fiktif

Hendra Kurniawan membenarkan jika dirinya telah mengusut terkait kasus dugaan tambang ilegal di Kaltim yang menyangkut Ismail Bolong sebagaimana laporan hasil penyelidikan (LHP) Divpropam.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Nov 2022, 13:15 WIB
Mantan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Brigjen Hendra Kurniawan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta, Rabu (19/10/2022). Hendra menjalani sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan kasus obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan terkait perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Eks Karo Paminal Divisi Propam Polri Hendra Kurniawan membenarkan jika dirinya telah mengusut terkait kasus dugaan tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) yang menyangkut Aiptu (purn) Ismail Bolong sebagaimana laporan hasil penyelidikan (LHP) Divpropam.

Pengakuan itu disampaikan oleh Hendra, saat dirinya hendak diperiksa sebagai terdakwa atas perkara dugaan obstruction of justice atas pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

"Betul (LHP itu). Betul ya saya (yang langsung memeriksa Ismail Bolong)," kata Hendra sambil tersenyum di PN Jakarta Selatan, Kamis (24/11/2022).

Dari dokumen yang beredar, pernyataan Hendra itu turut merujuk LHP nomor R/ND137/III/WAS.2.4./2022/Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022 yang ditandatangani langsung oleh Hendra Kurniawan ditujukan kepada Mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo.

Namun terkait dengan penjelasan lebih lanjut soal dokumen tersebut, Hendra tak bicara banyak dan hanya menegaskan bahwa LHP itu tidak fiktif dan sebagaimana data yang pernah ia selidiki.

"Tanyakan pada pejabat yang berwenang aja ya. Kan ada datanya, nggak fiktif," ujar Hendra.

Merujuk pada dokumen tersebut, jika hasil penyelidikan Ropaminal Divpropam Polri mendapatkan adanya pelanggaran dalam wilayah hukum Polda Kalimantan Timur terdapat penambangan batubara ilegal di hutan tanpa Izin Usaha Penambangan (IUP), dengan modus memberikan fee kepada pemilik lahan.

Tambang itu tersebar di berbagai lokasi seperti, Kutai Kartanegara, Bontang, Paser, Samarinda dan Berau. Yang mana dari sederet pengusaha tambang ada pengusaha Ismail Bolong yang menjual hasil tambangnya kepada Tan Paulin dan Leny Tulus yang diduga juga memiliki kedekatan dengan PJU Polda Kalimantan Timur.

 


Tak Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Terdakwa kasus merintangi penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Hendra Kurniawan (kedua kanan) dan Agus Nurpatria (kanan) saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (3/11/2022). Sidang tersebut beragenda mendengarkan keterangan delapan orang saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU), salah satunya teknisi CCTV. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Dimana dalam lembar poin selanjutnya juga menyebut bahwa atas pelanggaran tersebut Polda Kalimantan Timur, tidak melakukan upaya penegakan hukum atas adanya penambangan batubara ilegal dikarenakan telah menerima uang koordinasi serta adanya intervensi dari PJU Polda Kaltim, unsur TNI dan Setmilpres; sejak bulan Juli 2020.

Uang tersebut disebut turut diterima satu pintu oleh Dirreskrimsus atas petunjuk Kapolda Kaltim Irjen Pol Drs. Herry Rudolf Nahak untuk dibagikan kepada PJU Polda Kaltim dan Polres yang wilayah huku. ada penambangan batubara ilegal dengan nominal berbeda-beda.


Ismail Bolong Punya Tambang Ilegal

Ismail Bolong Ngaku Setor Uang Tambang Ilegal ke Petinggi Polri

Lebih lanjut, khusus Aiptu Ismail Bolong selaku Satintelkam Polresta Samarinda ternyata memiliki tambang batubara ilegal sebanyak 8 titik Kabupaten Bontang, Kalimantan Timur yang dijual kepada Yan Paulin.

Guna melancarkan bisnisnya selain menyerahkan uang kepada pihak kepolisian sekitar, ternyata Ismail juga memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes Pol Budi Haryanto selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp.3.000.000.000,- setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim Polri.

Selain itu juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Pol Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim Polri, dalam bentuk USD sebanyak 3 kali yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 senilai Rp. 2.000.000.000,- setiap bulannya;

Bisnis Ismail Bolong tidak dilakukan penindakan dikarenakan mendapat informasi dari Kombes Pol Budi Haryanto Kasubdit V Dittipidter bahwa ada atensi dari Komjen Pol Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri.

Atas hasil penyelidikan ini, disimpulkan pada poin C, ditemukan cukup bukti adanya dugaan pelanggaran oleh anggota Polri terkait penambangan, pembiaran dan penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha penambang batubara ilegal yang bersifat terstruktur dari tingkat Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya