Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy menyebutkan bahwa pasal penghinaan terhadap pemerintah tetap ada di dalam RKUHP. Namun, pasal penghinaan tersebut hanya bisa dilakukan lewat aduan sendiri secara tertulis.
"Tindak pidana yang dimaksud ayat 1 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina. Ayat 4, aduan yang sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan secara tertulis oleh pimpinan lembaga negara (Presiden)," kata Wamenkumham dalam rapat kerja Komisi III, Kamis (24/11/2022).
Eddy menyatakan pelaku penghinaan pemerintah terancam pidana dan terancam penjara paling lama 1 tahun.
Baca Juga
Advertisement
"Pasal 240. Kami menambahkan beberapa ayat. (Ayat 1) setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda kategori 2," kata dia.
Menurut Eddy, pemerintah yang dimaksud adalah presiden, wakil presiden, beserta Menteri.
"Yang dimaksud dengan kerusuhan adalah suatu kondisi di mana timbul kekerasan terhadap orang dan barang yang dilakukan oleh sekelompok paling sedikit 3 orang," lanjutnya.
Sebelumnya diberitakan, rapat lanjutan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali digelar hari ini, Kamis (24/11/2022).
Anggota Komisi III Taufik Basari alias Tobas menyatakan, rapat hari ini akan membahas isu-isu krusial seperti pasal yang menyangkut kebebasan berdemokrasi.
“Saya berharap isu-isu krusial dapat dibahas dan masukan masyarakat dapat diakomodir terutama pada pasal-pasal yang dianggap dapat mengancam demokrasi seperti pasal soal makar, penyerangan martabat Presiden, penghinaan lembaga negara dan kekuasaan umum,” kata Tobas pada wartawan, Kamis (24/11/2022).
Bahas Pasal Krusial
Tobas menyebut saat ini telah ada perkembangan yang baik di Komisi III DPR, setelah adanya lobi dan diskusi antara anggota komisi terkait pasal kontroversial.
“Dorongan agar terdapat perubahan pasal-pasal tersebut semakin menguat. Saya dan beberapa rekan di Komisi III besok akan mendorong agar beberapa pasal yang berpotensi mengancam demokrasi sebaiknya dihapuskan saja atau setidaknya dilakukan perubahan dengan memberi batasan yang ketat. Karena keputusan ada di dua pihak, DPR dan Pemerintah, tentu harapannya Pemerintah dapat menyetujui usulan ini,” jelasnya.
Selain pasal-pasal yang mengancam demokrasi, Tobas menyebut beberapa pasal lain juga juga akan dikritisi seperti soal pengaturan hukum yang hidup dalam masyarakat yang berpotensi melanggar asas legalitas dalam hukum pidana.
“Dan pasal lainnya yang perlu diperbaiki agar dapat memberikan kepastian hukum, jaminan perlindungan ham, dan pemenuhan asas-asas hukum pidana,” kata dia.
Selanjutnya, masukan masyarakat yang sudah diakomodir oleh pemerintah dalam draf RKUHP terakhir tanggal 9 November 2022 juga akan turut dibahas hari ini.
“Saya optimis pemerintah dan DPR dapat menyelesaikan persoalan yang tersisa ini dan mempertimbangkan masukan masyarakat,” pungkasnya.
Advertisement