Liputan6.com, Jakarta - Asisten Rumah Tangga (ART) Diryanto alias Kodir mengaku jika dirinya sempat diperintah Ferdy Sambo untuk memanggil Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit setelah insiden penembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Perintah itu disampaikan Kodir saat hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan obstruction of justice pembunuhan Brigadir J atas terdakwa Irfan Widyanto.
Advertisement
"Saudara disuruh untuk memanggil Kasat Reskrim Metro Jaksel? Siapa Kasat?" tanya hakim saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (24/11).
"Betul yang mulia, Pak Ridwan," jawab Kodir.
Atas dasar perintah Ferdy Sambo, Kodir langsung memanggil Ridwan lewat ajudannya bernama Audi untuk disampaikan perintah datang ke rumah dinas Mantan Kadiv Propam tersebut yang bersebelahan dengan rumah Ridwan.
"Saya memanggil ajudannya Pak Ridwan," kata Kodir.
"Saudara sampaikan apa yang saudara sampaikan ke ajudannya? Apakah namanya Audi?" timpal hakim.
"Kalau nggak salah," jawab Kodir.
"Apa yang saudara sampaikan Audi?" tanya hakim kembali.
"Om ada bapak enggak? Kalau ada dipanggil Pak Kadiv," ujar Kodir.
"Terus Aidi menjawab ada?" ucap hakim.
"Iya," singkat Kodir membenarkan.
Usai dipanggil Ferdy Sambo, pada sidang sebelumnya Mantan Kasat Reskrim Polres Jaksel AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit mengaku jika dirinya adalah petugas dari Polres Metro Jakarta Selatan yang pertama kali melihat kondisi Yosua usai meregang nyawa.
"Saya lihat jenazah (masih) bersimbah darah, posisi badan telungkup," kata Ridwan saat menjawab pertanyaan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/11).
"Apa seperti ini posisinya?" sambil menunjukkan foto.
"Benar Yang Mulia," jawab Ridwan.
Ridwan mengaku tidak tahu menahu soal adanya insiden tembakan di lokasi kejadian yang hanya bersebelahan dari tempat tinggalnya. Dia mengaku tidak mendengar suara tembakan apapun pada rentang waktu kejadian karena tengah tertidur.
"Pukul 17.30 WIB dengar bunyi telepon dari driver saya ada 4 kali, namanya Audi. Dia menyampaikan saya dipanggil Kadiv Propam. Saya cuci muka selang 3 menit Audi telpon lagi, saya bilang sebentar. Jadi saya tidak menghubungi dan dihubungi (oleh para terdakwa) tapi oleh Audi driver saya," jelas Ridwan.
Ekspresi Ferdy Sambo Pukul Tembok
Pukul 17.35 WIB, Ridwan mengaku tiba di rumah TKP. Dia mengaku belum tahu apa-apa saat tiba. Namun dia sempat melihat sejumlah terdakwa, seperti Ferdy Sambo, Kuat Maruf dan Richard Eliezer. Hanya Ricky Rizal yang dia tidak melihat di tempat kejadian perkara.
Semua berdiri, semua suasana diam saja saya masuk ke garasi bagian dalam. Saat saya datang Ferdy Sambo berbalik badan lalu saya disuruh ikut. Saya tidak tahu, dia bilang Kasat ikut saya. Lalu masuk lewat pintu dapur," jelas Ridwan.
Ridwan mengungkap, saat diajak berbicara dengan Ferdy Sambo tidak menggenggam senjata dan tidak mengenakan sarung tangan. Sambil berjalan ke ruangan dalam rumah, Ferdy mengungkap sudah terjadi insiden tembak menembak antar ajudannya.
"Saya tidak bertanya apa-apa menuju ke depan pintu kamarnya, peristiwa tersebut terjadi terhadap Yosua karena melecehkan istri saya," kata Ridwan menirukan ucapan Ferdy Sambo kepadanya.
Menurut Ridwan, di TKP, sambil melihat jenazah yang sudah bersimbah darah, Sambo mendadak menepuk tembok sangat kencang dan membuatnya kaget.
"Dia (Ferdy Sambo) menepak tembok agak kencang saya kaget, dia bilang peristiwa itu terjadi di Magelang," urai Ridwan menutup.
Dakwaan Obstruction Of Justice
Diketahui, jika Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total tujuh terdakwa yakni Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rahman, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto atas perkara dugaan tindakan obstruction of justice atas kematian Brigadir J.
Tujuh terdakwa dalam kasus ini dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka disebut jaksa terlibat menuruti perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri untuk menghapus CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) lokasi Brigadir J tewas.
"Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya," demikian dakwaan JPU.
Atas tindakan itu, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com
Advertisement