Liputan6.com, Algiers - Pengadilan Aljazair (Algeria) menjatuhkan vonis mati kepada 49 orang akibat main hakim sendiri. Parahnya lagi, aksi mereka membunuh orang tak bersalah.
Berdasarkan laporan BBC, Jumat (25/11/2022), peristiwa itu terjadi pada 2021 ketika ada kebakaran hutan parah yang melanda Aljazair. Ada 90 orang yang tewas karena kebakaran.
Baca Juga
Advertisement
Korban bernama Djamel Ben Ismail ikut berusaha memadakan. Melalui Twitter, ia berkata bahwa ia akan menempuh jarak ratusan kilometer dari rumahnya untuk melawan api di daerah Kabylie yang terdampak parah oleh kebakaran.
Tak lama setelah ia tiba di lokasi, pria 38 tahun itu malah dituduh sebagai penyebab kebakaran hutan dan dibunuh massa.
Sebuah video pun beredar yang menunjukkan Ben Ismail diserang, disiksa, dan membakar tubuhnya di alun-alun desa. Video yang viral itu memicu amarah netizen.
Saudara laki-laki Ismail meminta warga menghapus video tersebut. Ia juga belum memberi tahu ibunya terkait kematian Ismail. Ayah korban mengaku merasa hancur karena nasib nahas anaknya.
"Putra saya pergi untuk menolong saudara-saudaranya dari Kabylie, daerah yang ia cintai. Mereka membakarnya hidup-hidup," ujar sang ayah.
Ada kemungkinan hukuman mati tersebut dikurangi menjadi hukuman seumur hidup. Ada 28 orang lainnya yang juga divonis penjara antara dua hingga 10 tahun karena kasus ini.
Situs Relief Web menyorot perubahan iklim memperparah kejadian kebakaran hutan di Aljazair. Pemerintah Aljazair lantas meluncurkan kampanye penanaman 19 juta pohon usai kebakaran.
Kebaaran Hutan Bunuh Salah Satu Ekosistem Terlangka di Dunia
Dampak krisis iklim menambah daftar panjangnya. Kebakaran hutan berkobar di Gunung Kilimanjaro, gunung tertinggi di dunia, dan salah satu ekosistemnya yang paling langka. Api, di sisi selatan gunung, telah menyala selama kurang lebih dua minggu.
Melansir VICE World News, Sabtu (5/11/2022), gunung dengan puncak setinggi 5.895 meter di atas permukaan laut ini dikelilingi hutan yang merupakan rumah bagi spesies tumbuhan dan hewan langka. Beberapa di antaranya bahkan terancam punah.
Video yang dibagikan menunjukkan kobaran api melukis kanvas merah di atas langit malam yang gelap. Upaya petugas pemadam kebakaran dan staf taman nasional untuk memadamkan api tidak banyak membuahkan hasil, mengingat durasi kobaran api yang segera memasuki minggu ke-3.
Dalam langkah yang tidak biasa, Pemerintah Tanzania mengerahkan ratusan tentara pada Selasa, 1 November 2022, untuk membantu memadamkan api. Para pejabat mengatakan pada Kamis, 3 November 2022, bahwa api sebagian besar dapat dipadamkan, tapi diperkirakan 25 hingga 33 kilometer persegi wilayah hutan telah hancur.
Kebakaran hutan itu terjadi ketika para ahli PBB memperingatkan dalam sebuah laporan baru bahwa gletser Kilimanjaro, salah satu yang terakhir di benua itu, bisa hilang dalam waktu kurang dari 30 tahun.
Kilimanjaro menarik hingga 50 ribu wisatawan setiap tahun dan telah lama menghadapi tekanan, termasuk kelebihan penduduk dan pariwisata massal. Tapi, kebakaran hutan yang berulang menimbulkan masalah jangka panjang yang lebih serius.
Andreas Hemp, ahli biologi di Universitas Bayreuth Jerman, telah melihat beberapa kebakaran menggerogoti vegetasi unik gunung, membunuh tanaman yang telah dipelajarinya selama beberapa dekade. Penyebabnya, katanya, adalah campuran yang "mengkhawatirkan" antara perubahan iklim dan aktivitas manusia.
Advertisement
Kebakaran di Kilimanjaro
Kebakaran di musim kemarau Tanzania bukanlah hal yang aneh, kata Hemp pada VICE World News, dengan beberapa tanaman bahkan membutuhkan api untuk bertunas. Tapi dalam beberapa dekade terakhir, kebakaran jadi lebih sering dan lebih intens.
Hemp menambahkan, kebakaran hebat pada 1990-an telah menghancurkan ratusan hektare hutan yang akan membutuhkan waktu satu abad untuk tumbuh kembali. Kebakaran tahun ini telah menutupi area permukaan yang lebih kecil, tapi "tentu saja, kita harus khawatir," Hemp memperingatkan.
Pasalnya, kebakaran berulang mengganggu restorasi hutan. "Kebakaran ini berarti regenerasi dimulai dari nol lagi," kata Hemp. "Jika kita menunggu sekitar 100 tahun, itu bisa jadi hutan lagi."
Kebakaran sebelumnya terjadi pada Oktober 2020, ketika porter secara tidak sengaja memicu kobaran api yang berkobar selama seminggu saat memasak, menghanguskan area seluas 95 kilometer persegi.
Pihak berwenang Tanzania telah berjuang secara proaktif mensurvei area Gunung Kilimanjaro untuk mengetahui adanya kebakaran, karena luasnya lahan wilayah tersebut. Pada 75 ribu hektare, itu tersebar di area yang lebih besar dari Nairobi.
Musim Kemarau Makin Kering
Kebakaran tahun ini pertama kali terjadi pada 21 Oktober. Meski area terdampak lebih kecil daripada peristiwa tahun 2020, kebakaran ini telah berkobar dua kali lebih lama.
Para pejabat mengatakan tidak jelas apa penyebabnya, tapi kecelakaan yang dilakukan porter, turis, serta penduduk setempat telah memicu kebakaran di masa lalu. Musim kemarau dan angin kencang telah membantu mengipasi dan menyebarkan api, kata otoritas taman.
Musim kemarau yang semakin kering, yang berarti lebih seringnya aktivitas kebakaran di Kilimanjaro, kemungkinan merupakan tanda suhu lebih kering yang disebabkan perubahan iklim di wilayah Afrika timur yang lebih luas, kata Hemp. Saat ini, kekeringan yang membandel masih ada di Tanzania.
Turis yang masih berada di gunung, dengan beberapa di kamp peristirahatan Karanga, mengatakan pada BBC bahwa mereka bisa melihat asap dari posisi mereka. Gunung Kilimanjaro menghasilkan sekitar 50 juta dolar AS untuk Tanzania setiap tahun.
Tapi, dengan kebakaran yang tak henti-hentinya, "aliran pendapatan dari kegiatan wisata mungkin menurun," kata Ronald Ndesanjo dari Universitas Dar es Salaam.
Advertisement