Piala Dunia 2022, Gus Baha Kisahkan Waliyullah yang Gemar Bermain Sepak Bola

Perhelatan akbar dalam dunia sepak bola saat ini dapat disaksikan melalui pagelaran Piala Dunia 2022 Qatar. Beberapa negara di dunia turut serta dalam kompetisi ini untuk memperebutkan trofi yang menjadi kebanggaan negaranya. Selain itu, kompetisi ini juga turut menyedot animo para penggemar sepak bola di seluruh penjuru dunia.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Nov 2022, 04:30 WIB
FIFA resmi meluncurkan logo Piala Dunia 2022 di Doha, Qatar, Selasa (3/9/2019). (AFP).

Liputan6.com, Cilacap - Perhelatan akbar dalam dunia sepak bola kini dapat disaksikan melalui pagelaran Piala Dunia 2022 Qatar. Beberapa negara di dunia turut serta dalam kompetisi ini untuk memperebutkan trofi yang menjadi kebanggaan negaranya.

Kompetisi ini juga turut menyedot animo para penggemar sepak bola di seluruh penjuru dunia.

Terlepas dari itu semua, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa dengan Gus Baha mengisahkan waliyullah yang gemar bermain sepak bola.

“Saya pernah membaca di kitab karangannya Imam Sya'roni, berjudul Al-Minan Al-Kubro. Imam Sya'roni itu wali kelas berat dan dia berkali-kali dipermalukan oleh wali-wali lain. Dia pernah bertemu orang bercelana pendek sedang bermain bola di pantai,” cerita Gus Baha sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Konten Aswaja An-Nahdliyyah, Jumat (25/11/22).

Gus Baha lebih lanjut mengisahkan keheranan dan keingkaran Imam Sya’roni terhadap perilaku beberapa orang yang sedang bermain bola di tepi pantai dengan hanya mengenakan celana pendek.

“Imam Sya'roni yang terkenal itu lho juga terkenal pengarang kitab Manaqib. Manaqib Syekh Abdul Qodir itu dikarang oleh Imam Al-Barzanji dan beliau merujuk kitab Manaqib yang dikarang oleh Imam Sya'roni. Tapi, ini jangan ditiru, orang-orang itu bercelana pendek. Mungkin pendeknya cuma selutut. Beliau (Imam Sya'roni) ingkar, "orang sore-sore kok memakai celana pendek, main bola di pantai!" kata Gus Baha.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Ternyata Wali Abdal

Pria Muslim menggunakan tasbih saat membaca Al-qur'an pada hari pertama bulan suci Ramadhan di Masjid Al-Kabir di kota tua Sanaa, ibu kota Yaman, 2 April 2022. Pada bulan Ramadhan umat muslim memanfaatkan waktu untuk memperbanyak ibadah dengan membaca Al Quran. (MOHAMMED HUWAIS/AFP)

Kemudian, setelah sampai rumah, Imam Sya’roni ditegur oleh seorang yang tengah duduk di kursi. Anehnya lagi kursi yang ia duduki itu berada di antara langit dan bumi.

“Ternyata ketika beliau pulang, beliau melihat orang yang duduk di kursi di antara langit dan bumi. Beliaupun dipanggil: "Wahai Sya'roni, apakah kamu tidak malu denganku? Yang tadi bermain sepak bola itu semuanya wali Abdal. Sementara itu kamu wali amatir. Dasar tidak memiliki sopan santun," Kata Gus Baha

Kemudian Imam Sya’roni menanyakan perihal bermain bola dan mengenakan celana pendek yang menurutnya itu melanggar hukum syara’ sebab membuka aurat.

Beliaupun bertanya: “Untuk apa kalian para wali bermain dengan celana pendek?” Dijawab, “Biarin, karena saya sedang suka dengan umatnya Nabi SAW. “Tapi itu kan membuka aurat! Memang betul. Ketika sholat mazhabku Syafi’i, jadi memakai sarung tapi di luar sholat itu mazhabku Hambali,” tambahnya.

Kemudian orang yang menegurnya tadi juga membuka jati dirinya sebagai salah seorang wali qutub. Bahkan dirinya juga merupakan pemimpinnya aliran Mulamatiyah.

“Aku ini wali qutub yang jadi pimpinanan aliran Mulamatiyah,” katanya sebagaimana dikisahkan oleh Gus Baha.

“Aliran Mulamatiyah ialah sekelompok wali yang tidak pernah salat qabliyah maupun ba’diyah. Tetapi mereka sangat rindu kepada Allah SWT. Mereka hanya ingin menunjukkan kepada umat Nabi Muhammad SAW bahwa salat qabliyah dan ba’diyah tidak wajib.” imbuh Gus Baha


Sekilas tentang Wali Abdal, Qutub dan Aliran Mulamatiyah

Seorang Muslim memegang tasbih saat Itikaf di masjid di Kabul, Afghanistan, Selasa (4/5/2021). Selama sepuluh hari terakhir Ramadhan, umat Muslim melakukan Itikaf dengan berzikir, berdoa dan sholat sunnah untuk menantikan malam Lailatul Qadar. (AP Photo/Rahmat Gul)

Mengutip laman NU Online, untuk mengetahui definisi wali abdal, Syekh Ihsan Jampes dalam Kitab Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin menguraikan muasal kata 'abdal' ini. Kata “abdāl” menurutnya adalah bentuk jamak dari kata “badal” atau pengganti.

Abdal adalah sekelompok wali Allah, pemuka agama sepeninggal para nabi. Ulama berbeda pendapat perihal jumlah mereka. Wali abdal adalah paku bumi. Setelah masa kenabian selesai, Allah menggantikan kedudukan para nabi dengan sekelompok orang dari umat Nabi Muhammad SAW.

Mereka lebih utama dari kebanyakan orang lain bukan karena kebanyakan shalat, kebanyakan puasa, dan banyak perhiasan, tetapi karena kewara’an yang benar, niat yang tulus, kebersihan batin terhadap semua umat Islam, bimbingan terhadap mereka dengan mengharap ridha Allah, sabar tanpa kasar, rendah hati tanpa terhina.

إن بدلاء أمتي لم يدخلوا الجنة بصلاة ولا صيام ولكن دخلوها بسخاء الأنفس، وسلامة الصدور، والنصح للمسلمين رواه الدارقطني في كتاب الاجواد وابن لال في مكارم الأخلاق عن الحسن عن أنس

Artinya: “Rasulullah saw bersabda, 'Wali abdal dari umatku tidak masuk surga karena shalat dan puasanya, tetapi mereka masuk surga karena kemurahan hati, kesucian batin, dan nasihat tulus terhadap umat,’ (HR Daruqutni di Kitab Al-Ajwad dan Ibnu Lal di Makarimul Akhlaq),” (Syekh Ihsan M Dahlan Jampes, Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin, [Indonesia, Daru Ihya’il Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 260).

Wali abdal tidak pernah melaknat, menyakiti, merendahkan, dan melampaui batas terhadap apapun dan siapapun. Mereka tidak mendengki orang yang diberi anugerah sesuatu oleh Allah. Mereka orang yang paling baik pengetahuan atas sebuah hakikat, paling lembut tabiat, dan paling murah hati.

فقال الشيخ: من بدلت سيئآته حسنات فهو بدل

Artinya: “Syekh As-Syadzili berkata, ‘Siapa saja yang keburukannya berganti menjadi kebaikan, maka ia adalah salah seorang (wali) abdal,” (Lihat Syekh Ihsan M Dahlan Jampes: I/262).

Sementara itu, mengutip laman pecihitam.org, istilah wali qutub terdiri dari dua kata, yaitu kata 'wali' dan 'quthub.' Kata wali sendiri merujuk pada pengertian orang alim yang sangat dicintai Allah dan dilindungi segala urusannya. Begitu juga sebaliknya, wali tadi juga mencintai Allah, beribadah, serta istiqamah dalam keadaan senang atau susah.

Sedangkan kata qutub, artinya adalah poros. Jadi, wali qutub adalah wali yang menjadi poros para wali lainnya. Wali quthub ini adalah salah satu di antara kategori dan jenis kewalian dan ia adalah pemimpin para wali di seluruh dunia.

Meski begitu, ada sedikit perbedaan wali quthub dan qutbul ghauts. Wali quthub jumlahnya banyak, namun qutbul ghauts jumlahnya hanya satu. Maka dari sini dapat diartikan bahwa, wali quthub adalah pemimpin dalam setiap komunitas wali. Sedangkan qutbul ghauts adalah pemimpin-nya para wali quthub.

Kemudian yang dimaksud aliran Malamatiyah ialah salah satu aliran tarekat yang pertama kali berkembang di Naisabur, Khurasan. Di Indonesia Tarekat Malamatiyah memang kurang dikenal jika dibandingkan dengan Tarekat Qodiriyah, Naqsyabahdiyah, Syadziliyah dan lain lain.      

Perihal pengetahuan tentang tarekat Malamatiyah ini pertama kali ditulis oleh Abu Abdurahman al-Sulami pada abad ke-11. Ulama ini adalah salah satu pengikut Tarekat Malamatiyah dan sebagai salah pembelanya.  Tarekat Malamatiyah berkembang pada abad ke 3 H dan juga dikenal dengan nama Tarekat Qusyariyah.

Nama tersebut dinisbatkan kepada Syekh Hamdun bin Ahmad bin Amarah al-Qashar. Lewat beliau tarekat Malamatiyah ini kemudian menyebar di berbagai belahan dunia. Namun dari garis sanadnya ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Tarekat Malamatiyah disandarkan kepada Abu Hafs al-Haddad al-Malamati.

Menurut riwayat sanad Syekh Abu Hafs al-Haddad al-Malamati bersambung kepada Syaikh Syaqiq al-Balkhi dan kemudian kepada Ibrahim ibn Adhan bin Mansur bin Zaid bin Jabir bin Tsa’labah bin Ajali. Setalah itu terus bersambung kepada Hasan Basri hingga Saiyidina ‘Ali  sampai Nabi Muhammad SAW.

 

Penulis: Khazim Mahrur

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya