Ternyata Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik jadi 38

Pada 2020 lalu, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia bercokol di posisi 37.

oleh Nurmayanti diperbarui 25 Nov 2022, 10:00 WIB
Ilustrasi Korupsi. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)
Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mencatat, Indeks Persepsi Korupsi atau corruption perception index (CPI) Indonesia mengalami kenaikan 1 poin menjadi 38 di tahun 2021.
 
Pada 2020 lalu, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia bercokol di posisi 37.  "Berdasarkan data Transparency International Indonesia (TII), CPI mengalami kenaikan menjadi 38 pada tahun 2021. Hal itu sejalan dengan kenaikan indeks perilaku anti korupsi (IPAK) dari 3,88 pada tahun 2021, menjadi 3,93 pada tahun 2022 yang dirilis Badan Pusat Statistik," kata Mahendra dalam webinar bertajuk Perempuan Menginspirasi Tegakkan Antikorupsi di Jakarta, Jumat (25/11).
 
Mahendra Siregar menerangkan, perbaikan Indeks Persepsi Korupsi tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Antara lain dengan memperkuat mitigasi risiko korupsi oleh para pelaku usaha sektor ekonomi. 
 
"Utamanya pada area ekspor impor, kelengkapan penunjang, pembayaran pajak serta kontrak, dan perizinan," jelasnya. 
 
Selain itu, penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam sektor perizinan berusaha juga turut andil besar menekan potensi tindak korupsi.
 
Melalui regulasi tersebut, pelaku usaha dapat mengurus proses perizinan melalui pemanfaatan teknologi digital tanpa harus bertatap muka secara langsung. 
 
"Pada proses perizinan membuka dan melakukan usaha dapat dilakukan secara online tanpa harus tatap muka, dan prosesnya sangat disederhanakan," ungkapnya. 
 
Menurutnya, berbagai kebijakan tersebut sejalan dengan program kerja Presiden Jokowi terkait pemberantasan korupsi. Hal ini sebagaimana disampaikan Jokowi dalam pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2022 lalu. 
 
"Ini tentu sejalan dengan yang disampaikan presiden (Jokowi) pada pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 2022 yang lalu," ujarnya.
 
Reporter: Sulaeman
 
Sumber: Merdeka.com

KPK Telusuri Pembelian Aset Gubernur Papua Lukas Enembe

Gubernur Papua, Lukas Enembe (Liputan6.com/kabarpapua/Katharina Janur)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pembelian berbagai aset yang dilakukan Gubernur Papua Lukas Enembe. KPK menduga beberapa aset dibeli Lukas dari hasil uang suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Papua.

Pendalaman hal tersebut dilakukan tim penyidik KPK saat memeriksa Mustakim, pihak swasta sebagai saksi pada Kamis (24/11/2022).

"Mustakim (swasta), saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan pembelian berbagai aset oleh LE (Lukas Enembe)," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (24/11/2022).

Tak hanya itu, pada Rabu, 23 November 2022, tim penyidik memeriksa 10 saksi dalam mengusut kasus Lukas Enembe. Mereka adalah Bonny Pirono (Owner PT Tabi Bangun Papua, Direktur Tabi Maju Makmur), Meike (Bendahara PT Tabi Bangun Papua), Willicius (Pegawai PT Tabi Bangun Papua).

Kemudian Okto Prasetyo (Pokja Proyek Entrop Hamadi), Gangsar Cahyono (Pokja Proyek Entrop Hamadi), Arni Paririe (Pokja Proyek Entrop Hamadi), Paskalina (Pokja Proyek Entrop Hamadi), Yenni Pigome (Pokja Proyek Entrop Hamadi), Sumantri (Direktur PT Papua Sinar Anugerah KSO PT Tabi Bangun Papua), dan Giruus One Yoman (Kadis PU/PPK Entrop Hamadi).

"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pelaksanaan proyek pekerjaan di Pemprov Papua," kata Ali.

Sementara saksi lainnya tidak hadir memenuhi panggilan. Mereka adalah Ade Rahmad (Kurir FIT FUN Catring – Ketring Rumahan), Endri Susanto (Pedagang/Pemilik NN aksesories Mobil), Debby Kevin Palisungan (Teller Bank BCA), dan Wedi Bil Padoloan (Teller Bank BCA).

"Keempat saksi tidak hadir dan tim penyidik segera mengirimkan pemanggilan ulang," kata Ali.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya