Liputan6.com, Riau - Gubang merupakan seni tari dan musik tradisional masyarakat Pulau Jemaja, Kabupaten Anambas, Kepulauan Riau. Menurut seniman gubang di daerah Letung, kesenian gubang mulai berkembang di Dusun Bayur dan Dusun Air Kenanga yang terletak di ujung Desa Mapuk, Kecamatan Jemaja.
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, kesenian gubang awalnya ditujukan sebagai sarana pengobatan dan tolak bala. Orang Melayu Jemaja tempo dulu percaya dengan melaksanakan pementasan gubang, gangguan mahkluk halus akan hilang.
Pasalnya, makhluk halus akan asyik dan sibuk mengikuti tarian kesenian gubang. Seiring perkembangan zaman, kesenian ini kini juga sering ditampilkan pada acara pernikahan, kenduri khitanan, atau hari-hari besar lainnya.
Mengutip dari 'Metode Revitalisasi Koreografi Gubang di Jemaja, Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau' oleh Widyanarto, Denny Eko Wibowo, dan Siguti A. Sianipar, bentuk penyajian tari gubang merupakan ekspresi gerak yang diungkapkan oleh para penari secara abstrak. Meski demikian, bentuk penyajian tarian ini memiliki struktur rangkaian yang jelas.
Baca Juga
Advertisement
Kesenian gubang muncul dan berkembang sekitar 500 tahun lalu. Kesenian gubang saat ini telah memasuki generasi kelima.
Pada zaman kolonial Belanda, kesenian gubang mengalami perubahan dan pembaharuan. Kesatuan struktur sajian tari gubang terbagi menjadi dua bagian, yakni topeng kelaka dan topeng lawa.
Penyajian tari gubang diawali dengan topeng ka atau topeng kelaka, yakni ditandai dengan suara musik yang ditabuh sendiri oleh para penari saat memasuki arena panggung. Instrumen tersebut berupa pianika, harmonika, rebana, gong kecil, dan kaleng.
Para penari muncul satu per satu ke panggung dengan gerak tari oleh masing-masing penari. Gerakan-gerakan tersebut adalah hasil eksplorasi gerak yang disesuaikan dengan karakter topeng yang dipakai.
Penyajian topeng kelaka bergerak membentuk pola lantai berputar atau lingkaran. Tak hanya saat memasuki panggung, pola lingkaran ini biasanya juga dipakai di bagian akhir tarian sesaat sebelum keluar dari panggung.
Selain pola lingkaran, ada juga pola berpasangan atau berhadapan yang membentuk pola lantai lurus ke depan atau ke samping. Pola ini bisanya digunakan saat di tengah tarian.
Sementara itu, bagian kedua atau bagian topeng lawa merupakan visualisasi dari orang-orang kolonial pada masa penjajahan Belanda. Bagian ini merupakan perkembangan tari gubang pada masa kolonial Belanda.
Pada dasarnya, bentuk penyajian topeng lawa memiliki pola lantai yang sama dengan topeng kelaka. Namun, pada bagian ini lebih mengoptimalkan pada pola lantai lurus berpasangan.
Kedua bagian ini menjadi satu kesatuan penyajian yang harmonis dalam kesenian gubang. Variasi gerak merupakan prinsip bentuk yang harus ada dalam sebuah tarian atau koreografi.
Karena mengacu pada gerakan pola berpasangan, penari gubang biasanya dimainkan oleh delapan hingga 14 penari. Namun, tak ada patokan baku dalam jumlah penari, hanya saja biasanya berjumlah genap karena harus berpasangan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Ciri Khas Gerak
Tarian ini memiliki ciri khas gerak yang unik dan sederhana. Gerakan tarian ini mungkin terkesan monoton karena dilakukan berulang secara terus-menerus.
Ragam gerak tarinya menekankan pada gerak kaki yang secara umum dilakukan secara spontanitas dengan mengikuti pola ritme alunan musiknya. Setiap penari gubang memiliki karakteristik dan variasi gerak yang berbeda-beda.
Gerak yang ditampilkan pun bergantung pada topeng yang dipakai oleh para penari. Variasi gerak yang dihadirkan cenderung tidak beraturan, mengikuti gerak-gerak yang monoton dan ritmis.
Karena tak ada patokan koreografi, gerakan kesenian tari gubang tidak ada yang dihafalkan oleh para penari. Gerakan yang ditampilkan merupakan hasil gerak yang terwujud secara spontanitas, mengikuti alunan musik dan syair tarinya.
(Resla Aknaita Chak)
Advertisement