Liputan6.com, Jakarta Area gerbang utama gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terlihat berbeda pada Senin pagi, 28 November 2022. Sekira pukul 8.15 WIB kawasan tersebut dipadati para dokter dan tenaga kesehatan lain.
Para dokter dan tenaga kesehatan ini adalah Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Advertisement
Mereka melakukan unjuk rasa untuk menolak Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan Omnibus Law.
Sejak pukul 07.40 WIB para anggota organisasi profesi sudah berdatangan, disusul dengan anggota lainnya yang semakin lama semakin banyak. Menurut pantauan Health Liputan6.com massa yang hadir dalam demo tersebut diperkirakan lebih dari 100 orang.
Mereka merupakan perwakilan tenaga kesehatan dari berbagai daerah mulai dari Aceh, Jawa, hingga dari wilayah Timur Indonesia.
Demo ini pun dimulai dengan orasi-orasi yang disampaikan oleh para pemimpin organisasi profesi salah satunya Ketua Umum PB IDI, Adib Khumaidi.
Dalam orasinya, Ketua Umum IDI Adib Khumaidi menyampaikan dengan tegas penolakan tersebut.
“Kami adalah profesi yang selama ini sudah memberikan kontribusi untuk rakyat Indonesia. Pandemi belum selesai, negara masih membutuhkan tenaga kesehatan Indonesia, jangan tempatkan organisasi profesi menjadi marjinal, kata Adib saat berorasi di depan gedung DPR RI, Senin (28/11/2022).
Lancar Tanpa Meninggalkan Sampah
Dalam demo ini, Adib berharap organisasi profesi dapat dikuatkan eksistensinya. Pasalnya, ia merasa bahwa organisasi profesi dilahirkan untuk rakyat Indonesia.
“Dan, kami akan selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat. Ini adalah upaya agar didengar bahwa kami menolak RUU Kesehatan dan kita keluarkan dari program legislasi nasional (prolegnas),” katanya.
Setelah menyampaikan orasi, ia dan perwakilan organisasi profesi lain masuk ke dalam gedung DPR untuk menyampaikan aspirasi.
Secara umum, demo ini berjalan lancar dan damai hingga pada pukul 11.30 WIB peserta demo yang juga terdiri dari perwakilan mahasiswa mulai meninggalkan lokasi secara bertahap.
Tak lupa, sampah bekas makanan dan baliho pun mereka kemas sehingga lingkungan sekitar tetap bersih.
Advertisement
Tujuan Aksi
Dalam unjuk rasa tersebut, Juru Bicara Aliansi Nasional Nakes dan Mahasiswa Kesehatan Seluruh Indonesia Mahesa Paranadipa menjelaskan tujuan aksi yang dilakukan.
“Tujuan aksi hari ini adalah menolak keberadaan RUU Kesehatan Omnibus Law yang saat ini masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2022,” kata Mahesa.
“Kenapa penolakan ini kami lakukan? Karena proses-proses yang terjadi dalam Prolegnas ini terkesan sembunyi-sembunyi, tertutup, dan terburu-buru tanpa adanya naskah akademik yang kuat.”
Tidak ada naskah akademik yang menjelaskan apa dasar filosofis, dasar yuridis, dan sosiologis, katanya.
Kalau bicara kesehatan hari ini, lanjutnya, maka artinya kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Konstitusi negara, UUD 1945 mengamanatkan kesehatan ini sebagai tanggung jawab negara.
“Oleh karena itu, dalam mengurus kesehatan seluruh rakyat Indonesia seharusnya melibatkan seluruh komponen bangsa, organisasi profesi, ikatan mahasiswa kedokteran, dan institusi lain harusnya dilibatkan.”
“Tetapi yang terjadi, ini tidak dilibatkan. Padahal kita akan mengurus kesehatan masyarakat kita. Dan kami mendapatkan banyak informasi soal substansi yang akan didorong dalam RUU ini yang mengancam keselamatan dan kesehatan seluruh rakyat Indonesia.”
Soal STR
Untuk itu, organisasi profesi merasa punya tugas untuk menyelamatkan rakyat.
Mulai dari proses terbitnya sebuah undang-undang, IDI sudah melihat adanya prosedur yang tidak dipenuhi yakni soal keterbukaan dan transparan. Jika transparan, maka semua pihak akan tahu apa saja yang akan didorong dalam RUU ini.
Pihak Mahesa juga melihat adanya upaya-upaya liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan.
“Kalau semuanya dibebaskan tanpa kontrol sama sekali, tanpa memerhatikan mutu pelayanan kesehatan maka bisa mengancam seluruh rakyat.”
Ada pula substansi yang lain, misalnya penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi, dan surat tanda registrasi (STR).
STR sejauh ini berfungsi untuk meregistrasi tenaga kesehatan. Setiap tenaga kesehatan perlu memiliki STR di konsilnya masing-masing.
“Dan itu harusnya dievaluasi setiap lima tahun. Tapi dalam substansi rancangan undang-undang, kami membaca ada upaya untuk menjadikan STR ini berlaku seumur hidup.”
“Bisa dibayangkan kalau dokter dan tenaga kesehatan praktiknya tidak diawasi dan tidak dievaluasi selama 5 tahun, itu gimana mutunya, itu ancaman bagi keselamatan seluruh rakyat kalau tidak diawasi.”
Advertisement