Dirut PLN: Rasio Elektrifikasi Yogyakarta Rendah, Cuma 89,26 Persen

Yogyakarta jadi provinsi dengan jumlah pelanggan PLN terendah keempat di Tanah Air, dengan tingkat rasio elektrifikasi baru 89,26 persen.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 28 Nov 2022, 16:50 WIB
Petugas PLN melakukan penyambungan penambahan daya listrik di Jakarta, Rabu (21/6). Menyambut lebaran, PLN memberikan bebas biaya penyambungan untuk rumah ibadah dan potongan 50 persen untuk pengguna selain rumah ibadah. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) mencatat, rasio elektrifikasi per Oktober 2022 sebesar 97,49 persen. Kekurangan sambungan listrik ini bukan hanya terjadi di wilayah timur saja, bahkan Yogyakarta jadi provinsi dengan jumlah pelanggan PLN terendah keempat di Tanah Air, dengan tingkat rasio elektrifikasi baru 89,26 persen.

Namun, menyambungkan tegangan listrik bukan perkara gampang. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, penambahan jangkauan listrik di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal 3T memang tidak mudah, terutama soal biaya.

"Biaya investasi infrastruktur ketenagalistrikan untuk daerah 3T mencapai Rp 45 juta per pelanggan. Sedangkan rata-rata investasi untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan di daerah non-3 T hanya Rp 1-2 juta per pelanggan," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin (28/11/2022).

Menurut catatannya, Darmawan menyampaikan, PLN harus mengeluarkan dana Rp 45 juta per pelanggan rumah tangga untuk memasang sambungan listrik di wilayah Jawa, Madura dan Bali (Jamali).

Tak tanggung-tanggung, PLN butuh suntikan investasi Rp 408 miliar untuk melistriki total 8.934 calon pelanggan rumah tangga di area Jamali.

 


Sumatera dan Kalimantan Lebih Mahal

Ribuan menara tersebut, melewati jaringan yang berada pada enam gardu induk dan membentang dari Wotu, Malili, Lasusua, Kolaka, Unaaha hingga Kendari.( Dok: Humas PLN)

Tapi angka tersebut belum seberapa dibanding Sumatera dan Kalimantan (Sumkal), yang butuh budget Rp 5 triliun untuk memberikan setrum kepada 137.723 calon pelanggan, meskipun punya nominal investasi per pelanggan lebih rendah sekitar Rp 39 juta.

Di sisi lain, PLN juga harus mengeluarkan Rp 2,5 triliun untuk menyambungkan listrik kepada 97.856 calon pelanggan di wilayah Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara (Sulmapana). Adapun biaya investasi per pelanggannya sekitar Rp 25 juta.

Adapun secara angka rasio elektrifikasi, Papua masih jadi yang terendah yakni 54,31 persen. Diikuti Maluku Utara (87,34 persen), Papua Barat (87,88 persen), Yogyakarta (89,26 persen), dan Sulawesi Barat (89,39 persen).

Total terdapat 12 provinsi dengan tingkat rasio elektrifikasi di bawah 95 persen. Sementara hanya dua provinsi saja yang sudah terlistriki 100 persen, yakni DKI Jakarta dan Bali.


Dapat Suntikan Rp 15 Triliun, PLN Targetkan Rasio Elektrifikasi 97,81 Persen di 2023

PT PLN (Persero) telah merampungkan tol listrik tahap 1 yang menghubungkan Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Tenggara (Sultra) pada 19 September 2019. (Dok: Humas PLN)

PT PLN (Persero) telah memperoleh penyertaan modal negara alias PMN 2022 sebesar Rp 5 triliun, dan akan bertambah Rp 10 triliun di 2023. Total modal sebesar Rp 15 triliun tersebut akan digunakan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi, khususnya di kawasan terdepan, terluar dan tertinggal (3T).

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, kehadiran PMN bisa mendongkrak rasio elektrifikasi PLN dari 97,26 persen di 2021 menjadi 97,49 persen di Oktober 2022.

"Itu akan terus meningkat jadi 97,53 persen di Desember 2022, dan 97,81 persen di tahun 2023," terang Darmawan saat menjalani Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin (28/11/2022).

Bila dilihat secara seksama, kenaikan rasio elektrifikasi dari 2021 ke 2023 tergolong kecil, hanya sekitar 0,55 persen. Namun, Darmawan menjelaskan, penambahan jangkauan listrik di wilayah 3T memang tidak mudah, terutama soal biaya.

"Biaya investasi infrastruktur ketenagalistrikan untuk daerah 3T mencapai Rp 45 juta per pelanggan. Sedangkan rata-rata investasi untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan di daerah non-3 T hanya Rp 1-2 juta per pelanggan," sebutnya.

"Untuk itu, PMN dibutuhkan untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan di daerah 3T yang secara ekonomi tidak feasible, namun sebagai wujud nyata dari amanat sila ke-5 Pancasila harus dilakukan," tegas dia.

Untuk 2022, PMN senilai Rp 5 triliun dialokasikan bagi pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber daya lokal prioritas di daerah isolated sebesar Rp 0,23 triliun. Kemudian, untuk transmisi dan gardu induk Rp 2,56 triliun, serta Rp 2,21 triliun untuk distribusi dan desa listrik.

Adapun penyertaan modal negara tersebut baru cair per secara dua tahap per 24 dan 27 Oktober 2022. Sehingga belum akan terrealisasikan sepenuhnya pada tahun ini.

"Prognosa penyerapan pada akhir tahun 2022 sebesar Rp 2,87 triliun atau setara 57 persen. Selebihnya akan diserap pada tahun berikutnya," imbuh Darmawan.

Sementara untuk PMN 2023, PLN mengusulkan alokasi Rp 10 triliun yang akan digunakan untuk pembangkit listrik sebesar Rp 1,74 triliun, transmisi dan gardu induk Rp 3,78 triliun, serta distribusi dan listrik desa Rp 4,48 triliun.

"Usulan PMN 2023 akan digunakan untuk pekerjaan pembangkit, transmisi dan distribusi pada daerah terpencil. Termasuk program listrik desa dan pembangkit EBT (energi baru terbarukan) penunjang program lisdes dengan usulan alokasi pendanaan Rp 10 triliun," tutur Darmawan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya