Banyak Suporter Tak Pakai Masker, Stasiun Televisi China Sensor Tayangan Langsung Piala Dunia 2022

Kondisi ini ternyata berimbas kepada kebijakan tayangan langsung Piala Dunia 2022 di Qatar.

oleh Edu Krisnadefa diperbarui 28 Nov 2022, 19:30 WIB
Pemain Timnas Serbia, Strahinja Pavlovic (kiri) melakukan selebrasi usai mencetak gol pertama Serbia ke gawang Timnas Kamerun dalam laga matchday kedua Grup G Piala Dunia 2022 di Al Janoub Stadium, Al Wakrah, Qatar, Senin (28/11/2022) sore WIB. (AP/Francisco Seco)

Liputan6.com, Beijing - Kasus COVID-19 tengah kembali melonjak di China. Seperti dilansir Channel News Asia, per harinya, kasus yang terjadi di Negeri Tirai Bambu itu mencapai 40 ribu.

Pemerintah China pun menerapkan lockdown besar-besaran di beberapa wilayah. Protokol kesehatan super ketat juga diberlakukan. Masyarakat China diwajibkan melakukan tes COVID-19 setiap harinya dengan tameng aturan "COVID Zero".

Kondisi ini ternyata berimbas kepada kebijakan tayangan langsung Piala Dunia 2022 di Qatar. Seperti dilansir Daily Mail, Pemerintah China memutuskan untuk menyensor gambar yang menampilkan banyaknya suporter yang tidak menggunakan masker di tribun stadion.

Footage atau gambar-gambar yang menampilkan para penonton di stadion yang tidak menggunakan masker itu kemudian diganti dengan aktivitas pemain cadangan atau pelatih di pinggir lapangan.

Tayangan langsung Piala Dunia 2022 di negeri yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu disiarkan oleh stasiun televisi milik pemerintah, China Central Television (CCTV).

Pemerintah China khawatir apa yang terpampang di tayangan langsung Piala Dunia 2022, di mana begitu banyak suporter yang tak mengenakan masker akan dijadikan "senjata" untuk menyerang kebijakan lockdown ketat yang mereka terapkan.

Pasalnya, saat ini, mulai muncul gelombang demonstrasi besar-besaran yang menolak kebijakan lockdown tersebut. Para demonstran menganggap kebijakan atau aturan Zero COVID yang diterapkan pemerintah China berlebihan.


Makin Masif

Demonstrasi pecah di China akibat kebijakan COVID-19 yang ketat. Xi Jinping diminta turun.

Protes terhadap aturan lockdown di China sendiri mulai masif sejak terjadi kebakaran di Urumqi Compleks di sebelah Barat wilayah Xinjiang yang menewaskan 10 orang, dua hari lalu.

Gedung ini termasuk salah satu yang di-lockdown. Padahal, menurut demonstran, wilayah di daerah tersebut masuk dalam risiko rendah untuk COVID-19.


Mahasiswa China Tuntut Demokrasi, Rakyat: Xi Jinping Mundur!

Polisi dan orang-orang digambarkan dalam bentrokan di Shanghai pada 27 November 2022, di mana protes terhadap kebijakan nol-COVID China terjadi pada malam sebelumnya menyusul kebakaran mematikan di Urumqi, ibu kota wilayah Xinjiang. (Foto: AFP/Hector Retamal)

Sementara itu, para mahasiswa di China ikut turun untuk protes melawan kebijakan COVID-19 di negara mereka. Protes itu juga menjadi platform untuk mengkritik Presiden China Xi Jinping serta menuntut demokrasi.

Berdasarkan laporan Nikkei Asia, Senin (28/11/2022), para mahasiswa yang ikut demo ternyata berasal dari kampus-kampus top, seperti Universitas Peking dan Universitas Tsinghua.

Mereka menggunakan taktik kertas kosong untuk mengkritik pemerintahan China. Kertas kosong itu dapat menjadi cara efektif untuk menghindari sensor dari otoritas China.

Ketika berorasi, mereka dengan lantang meminta adanya demokrasi, serta aturan COVID-19 yang lebih longgar.

"Jangan lockdown, tetapi kebebasan. Jangan tes PCR, tetapi makanan," sebagian berteriak.

Ada pula mahasiswa yang lebih berani dan menuntut demokrasi.

"Beristirahat dengan damai, panjang umur rakyat." Dan berteriak "demokrasi, aturan hukum, kebebasan berekspresi."

 


Terjadi di Kota Besar Lain

Protes COVID-19 di China dengan kertas kosong di Beijing. Dok: AP Photo/Ng Han Guan

Tak hanya di Beijing dan Shanghai, para mahasiswa juga demo di kota-kota besar seperti Shanghai, Beijing, Guangzhou, Chengdu, hingga Wuhan yang menjadi tempat pertama virus corona terdeteksi.

Warga Shanghai dengan lantang meminta agar Presiden Xi Jinping dan Partai Komunis China (PKC) mundur.

"Mudur, Xi Jinping. Mundur PKC."

Sementara rakyat Chengdu mengingatkan agar tidak ada kaisar di China, serta menolak pemimpin seumur hidup. Presiden Xi Jinping baru saja terpilih untuk lanjut tiga periode pada Kongres PKC 2022.

"Protes-protes ini adalah yang tindakan resistensi terbesar di China sejak demonstrasi Tiananmen pada 1989," ujar Wu Qiang, mantan dosen politik Universitas Tsinghua. Wu Qiang dipecat karena mendukung protes di Hong Kong.

Infografis Amerika Serikat dan China Terancam Perang Dingin? (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya