Liputan6.com, Jakarta Pelaku usaha pelayaran nasional optimistis dan tetap waspada menghadapi ancaman resesi global di 2023, kendati sektor industri pelayaran tengah dihadapkan situasi sulit.
Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto optimistis ekonomi nasional akan kuat menghadapi kondisi global. Pun juga di sektor pelayaran nasional, ia menilai tidak akan terlalu terdampak dari sentimen negatif kondisi ekonomi 2023.
Advertisement
"Mungkin saja, jika terjadi penurunan kegiatan ekspor di tahun depan maka akan berdampak pada kegiatan kapal angkutan ekspor impor dan kapal feeder," kata Carmelita Hartoto dalam keterangan tertulis, Senin (28/11/2022).
Namun begitu, hingga Oktober lalu nilai ekspor Indonesia masih tetap tumbuh positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia sepanjang Januari-Oktober 2022 mencapai USD 244,14 miliar, atau naik 30,97 persen dibanding periode yang sama tahun 2021.
Sementara ekspor nonmigas mencapai USD 230,62 miliar atau naik 30,61 persen. "Pada sektor angkutan kontainer di domestik masih akan tumbuh positif mengikuti pertumbuhan ekonomi nasional di tahun depan," imbuh Carmelita.
Adapun pada sektor curah kering batu bara, masih akan tumbuh positif meski tidak secemerlang sebelumnya, seiring dengan kebutuhan batu bara di dalam negeri, begitu juga dengan kebutuhan ekspor.
Kementerian ESDM menyebut, kebutuhan batu bara PT PLN (Persero) sekitar 161,15 juta ton pada 2023 mendatang, atau meningkat dari 2022 yang mencapai 130 juta ton. Adapun produksi batu bara pada 2023 ditargetkan bisa mencapai 694 juta ton.
Di sisi lain, kebijakan hilirisasi sumber daya alam (SDA) yang tengah digenjot pemerintah juga sedikit banyak akan memberikan dampak terhadap angkutan curah kering.
"Kebijakan hilirisasi SDA akan memberikan nilai tambah bagi ekspor Indonesia di masa mendatang, dan dari sisi pelayaran nasional di domestik, hilirisasi SDA ini juga menjadi peluang adanya peningkatan muatan karena adanya angkutan raw materials ke smelter," ungkapnya.
Sisi Supli
Pada 2023 mendatang, volume perdagangan minyak pun diperkirakan akan meningkat sebesar 2 persen, dengan potensi peningkatan ton mile akibat perubahan pola dan rute perdagangan sebesar 6 persen, imbas dari konflik geopolitik Rusia-Ukraina.
Dari sisi suplai, penambahan tonase tidak terlalu signifikan yang masih mencerminkan sentimen permintaan rendah karena Covid-19, serta perubahan persyaratan teknologi dan tingginya harga pembangunan kapal baru.
Walaupun kapal tertahan untuk diskrap karena tingkat market freight yang melonjak, penambahan tonase tidak berubah sinifikan. Melihat kondisi seperti itu, Carmelita menilai, tanker market di 2023 menunjukan kondisi yang cukup menjanjikan.
"Untuk pasar domestik, kondisi market menunjukan gejala yang serupa. Penggunaan B30 atau B40 juga memicu terjadinya penaikan jenis kapal angkutan cair (tanker) di domestik. Meski begitu, penggunaan bahan bakar tersebut juga menjadi tantangan karena adanya penambahan biaya maintenance mesin kapal," paparnya.
Pada jenis kapal offshore, masih akan tetap tumbuh meski tidak akan signifikan pada 2023, lantaran belum ada tanda-tanda peningkatan kebutuhan kapal penunjang offshore.
Advertisement
Biaya Perawatan
Menurutnya, pelayaran nasional juga lebih percaya diri dalam menghadapi sentimen global tahun depan, mengingat pelayaran telah banyak mengambil pelajaran dan berhasil melewati badai Covid-19.
Pun demikian, dia mewaspadai adanya penaikan biaya perawatan kapal karena fluktuasi nilai tukar rupiah, mengingat 70 persen komponen kapal masih impor.
"Jadi ancaman resesi pada 2023 mungkin akan berdampak bagi pelayaran nasional, tapi selama konsumsi domestik kita masih tumbuh, maka dampaknya tidak signifikan. Kita meski optimis, tapi harus bersikap waspada atas situasi ekonomi tahun depan," pungkas Carmelita.