Berkelas, Mahasiswa China Demo dengan Rumus Alam Semesta

Mahasiswa China demo dengan rumut alam semesta dari Alexander Friedmann

oleh Tommy K. Rony diperbarui 28 Nov 2022, 20:30 WIB
Rumus Friedmann yang digunakan mahasiswa Tsinghua pada demo di China. Dok: Twitter aktivis Nathan Law @nathanlawkc

Liputan6.com, Beijing - Demonstrasi di China turut melibatkan mahasiswa dari universitas top, seperti Universitas Peking dan Universitas Tsinghua. Masyarakat berdemo kebijakan COVID-19 dari Presiden Xi Jinping, namun mereka juga menuntut demokrasi.

Aktivis demokrasi Hong Kong, Nathan Law, menampilkan sesuatu yang menarik dari para pendemo mahasiswa. Sejumlah mahasiswa membawa kertas dengan rumus-rumus. 

Nathan Law berkata bahwa rumus itu merupakan Friedmann Equations yang membahas tentang alam semesta. 

"Mahasiswa-mahasiswa dari sekolah elit Universitas Tsinghua protes dengan persamaan Friedmann," ujar Nathan Law melalui Twitter, Minggu (27/11). 

Nathan Law menyorot nama Friedmann yang diduga membawa makna "Free Man" (orang bebas). Namun, sejumlah netizen mengetahui rumus tersebut terkait alam semesta yang terus berkembang.

Rumus itu lantas dianggap membawa pesan keterbukaan untuk pemerintah China yang notabene tertutup dan dikuasai oleh Partai Komunis China saja.

"Itu terkait dengan ekspansi alam semesta...Keterbukaan pemerintah dan ekspansi kebebasan?" ujar seorang netizen.

Netizen lain juga berkata rumus itu terkait alam semesta. 

"Sesuatu terkait ekspansi Alam Semesta. Saya belajar kimia, jadi ini bukan favorit saya. Namun, itu adalah cara yang cukup cerdas dan bukti betapa terdidiknya para lulusan Universitas Tsinghua," ujar netizen lain.

Pesan keterbukaan itu relevan dengan tuntutan demo masyarakat China untuk menolak penutupan (lockdown), meminta demokrasi, dan menuntut Partai Komunis China supaya mundur.


Simbol Kertas Kosong

Protes COVID-19 di China dengan kertas kosong di Beijing. Dok: AP Photo/Ng Han Guan

Warga China terus melancarkan protes terhadap kebijakan COVID-19 dari Presiden Xi Jinping. Di negara yang penuh sensor tersebut, warga China menggunakan cara kreatif untuk protes: kertas kosong. 

Kertas kosong tanpa tulisan itu ditampilkan para pendemo sebagai tanda protes kepada pemerintahan Xi Jinping. Taktik itu pun menjadi cara jitu agar mereka tak ditangkap, sebab aparat China sangat agresif menyensor retorika anti-pemerintah.  

Demo terjadi di kota metropolitan seperti Beijing dan Shanghai. 

Berdasarkan laporan AP News, Senin (28/11/2022), para polisi menggunakan pepper spray untuk menghalau para pendemo yang menuntut Presiden Xi Jinping agar lengser. Para pendemo bahkan meminta supaya pemerintahan satu partai bisa berakhir.

Para reporter juga melihat pendemo ditahan dan dibawa dengan bus.

Unjuk rasa itu menyebar dari pekan lalu. Mahasiswa turut ikut serta, dan para pegawai di pabrik iPhone di China juga ikut protes.

Pendemo di Shanghai bahkan berteriak menolak Presiden Xi Jinping dan Partai Komunis China (PKC.

"Xi Jinping! Turun! PKC! Turun!" demikian teriakan masyarakat.

AP News menyebut ada sekitar 300 pengunjuk rasa di Shanghai pada Sabtu (26/11).

Kebijakan COVID-19 di China juga berat, yakni zero COVID. Apabila kasus baru dideteksi, pemerintah langsung jor-joran melaksanakan lockdown.


Ratusan Demonstran dan Polisi Bentrok di Shanghai

Seorang pria ditangkap saat orang-orang berkumpul di sebuah jalan di Shanghai pada 27 November 2022. (Foto: AFP/Hector Retamal)

Ratusan pengunjuk rasa dan polisi bentrok di Shanghai pada Minggu (27 November) malam ketika protes atas pembatasan ketat COVID-19 China memasuki hari ketiga dan menyebar ke beberapa kota setelah kebakaran mematikan di ujung barat negara itu.

Dilansir Channel News Asia, Senin (28/11), aksi pembangkangan oleh warga sipil belum pernah terjadi sebelumnya di China daratan sejak Presiden Xi Jinping mengambil alih kekuasaan satu dekade lalu. Terlebih, rasa frustrasi meningkat atas kebijakan nol-COVID khasnya hampir tiga tahun setelah pandemi.

Selain itu, langkah-langkah COVID-19 juga menimbulkan kerugian besar pada ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

"Saya di sini karena saya mencintai negara saya, tetapi saya tidak mencintai pemerintah saya... Saya ingin dapat keluar dengan bebas, tetapi saya tidak bisa. Kebijakan COVID-19 kami adalah permainan dan tidak berdasarkan pada sains atau kenyataan," kata seorang pengunjuk rasa di pusat keuangan bernama Shaun Xiao.

Para pengunjuk rasa juga turun ke jalan-jalan di kota Wuhan dan Chengdu pada hari Minggu, sementara mahasiswa di berbagai kampus universitas di seluruh China berkumpul untuk berdemonstrasi selama akhir pekan.


Demo dari Chengdu hingga Beijing

Demonstrasi pecah di China akibat kebijakan COVID-19 yang ketat. Xi Jinping diminta turun.

Tak hanya di Beijing dan Shanghai, para mahasiswa juga demo di kota-kota besar seperti Shanghai, Beijing, Guangzhou, Chengdu, hingga Wuhan yang menjadi tempat pertama virus corona terdeteksi.

Warga Shanghai dengan lantang meminta agar Presiden Xi Jinping dan Partai Komunis China (PKC) mundur.

"Mudur, Xi Jinping. Mundur PKC."

Sementara rakyat Chengdu mengingatkan agar tidak ada kaisar di China, serta menolak pemimpin seumur hidup. Presiden Xi Jinping baru saja terpilih untuk lanjut tiga periode pada Kongres PKC 2022.

"Protes-protes ini adalah yang tindakan resistensi terbesar di China sejak demonstrasi Tiananmen pada 1989," ujar Wu Qiang, mantan dosen politik Universitas Tsinghua. Wu Qiang dipecat karena mendukung protes di Hong Kong.

Infografis Kenali Gejalanya dan Jurus Redam Covid-19 Omicron XBB (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya