Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT PLN, Darmawan Prasodjo menyebut untuk mengaliri listrik ke wilayah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) membutuhkan investasi yang besar.
Dia memperkirakan anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 45 juta untuk satu rumah. Biaya tersebut sangat mahal jika dibandingkan dengan pengaliran listrik di wilayah non 3T yang hanya sekitar Rp 1 juta - Rp 2 juta per rumah.
Advertisement
"Biaya investasi infrastruktur ketenagalistrikan untuk daerah 3T mencapai Rp 45 juta per pelanggan," kata Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI.
Hal tersebut diamini Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem, PT PLN, Evy Haryadi. Evy menjelaskan, pada dasarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengaliri listrik di wilayah manapun tetap sama. Hanya saja perbedaanya terletak pada banyaknya rumah yang dialiri listrik.
Pemasangan jaringan transmisi biasanya dilakukan untuk sekitar 200-1.000 rumah. Kebutuhan anggaran pemasangan transmisi ini kemudian dibagi jumlah rumah yang dialiri listrik.
Sehingga semakin banyak rumah yang dialiri listrik, maka biayanya lebih murah. Pun sebaliknya, semakin sedikit rumah yang dialiri listrik, semakin mahal biaya yang dibutuhkan.
"Biaya bangunnya itu sama. Jaringan yang dibangun untuk 5 rumah dan 1.000 rumah biayanya sama. Tergantung berapa banyak yang rumah yang teraliri listrik, jadi begitu persentasenya," kata Evy saat ditemui usai Peringatan Hari Listrik Nasional ke-77 di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/11/2022).
PLN Tak Boleh Rugi
Dalam hal ini, kata dia, PLN memiliki dua fungsi, yakni fungsi bisnis dan fungsi sosial. Sebagai fungsi bisnis, PLN dituntut tidak boleh merugi.
"Fungsi bisnis ini PLN tidak boleh rugi," kata dia.
Namun di sisi lain, PLN juga berkewajiban memberikan pelayanan energi kepada semua masyarakat. Makanya dibutuhkan investasi baik dari pemerintah maupun swasta untuk memenuhi kewajibannya.
"Makanya butuh dukungan pemerintah lewat PNM (Penyertaan Modal Negara)," kata dia.
Dalam hal ini, tahun 2022 pemerintah telah memberikan PNM untuk elektrifikasi sebesar Rp 5 triliun. Sedangkan tahun 2023 nanti PNM yang diberikan pemerintah mencapai Rp 10 triliun.
"PNM kita lebih besar dari tahu 2022 yang hanya Rp 5 triliun dan di 2023 ini jadi Rp 10 triliun dan ini bisa untuk penyelesaian elektrifikasi tadi," pungkasnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Dirut PLN: Rasio Elektrifikasi Yogyakarta Rendah, Cuma 89,26 Persen
PT PLN (Persero) mencatat, rasio elektrifikasi per Oktober 2022 sebesar 97,49 persen. Kekurangan sambungan listrik ini bukan hanya terjadi di wilayah timur saja, bahkan Yogyakarta jadi provinsi dengan jumlah pelanggan PLN terendah keempat di Tanah Air, dengan tingkat rasio elektrifikasi baru 89,26 persen.
Namun, menyambungkan tegangan listrik bukan perkara gampang. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, penambahan jangkauan listrik di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal 3T memang tidak mudah, terutama soal biaya.
"Biaya investasi infrastruktur ketenagalistrikan untuk daerah 3T mencapai Rp 45 juta per pelanggan. Sedangkan rata-rata investasi untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan di daerah non-3 T hanya Rp 1-2 juta per pelanggan," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin (28/11/2022).
Menurut catatannya, Darmawan menyampaikan, PLN harus mengeluarkan dana Rp 45 juta per pelanggan rumah tangga untuk memasang sambungan listrik di wilayah Jawa, Madura dan Bali (Jamali).
Tak tanggung-tanggung, PLN butuh suntikan investasi Rp 408 miliar untuk melistriki total 8.934 calon pelanggan rumah tangga di area Jamali.
Sumatera dan Kalimantan Lebih Mahal
Tapi angka tersebut belum seberapa dibanding Sumatera dan Kalimantan (Sumkal), yang butuh budget Rp 5 triliun untuk memberikan setrum kepada 137.723 calon pelanggan, meskipun punya nominal investasi per pelanggan lebih rendah sekitar Rp 39 juta.
Di sisi lain, PLN juga harus mengeluarkan Rp 2,5 triliun untuk menyambungkan listrik kepada 97.856 calon pelanggan di wilayah Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara (Sulmapana). Adapun biaya investasi per pelanggannya sekitar Rp 25 juta.
Adapun secara angka rasio elektrifikasi, Papua masih jadi yang terendah yakni 54,31 persen. Diikuti Maluku Utara (87,34 persen), Papua Barat (87,88 persen), Yogyakarta (89,26 persen), dan Sulawesi Barat (89,39 persen).
Total terdapat 12 provinsi dengan tingkat rasio elektrifikasi di bawah 95 persen. Sementara hanya dua provinsi saja yang sudah terlistriki 100 persen, yakni DKI Jakarta dan Bali.
Advertisement