, Melbourne - Senin 28 November 2022, Pengadilan Kota Darwin menjatuhkan vonis terhadap keempat nelayan Indonesia karena terbukti melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Australia.
Empat nelayan asal Indonesia tersebut dijatuhi hukuman denda hampir AU$20,000 atau senilai lebih dari Rp200 juta, setelah mengaku bersalah menangkap ikan komersial di wilayah perairan Australia.
Advertisement
Mengutip ABC Indonesia, Selasa (29/11/2022), para terdakwa nelayan yang berusia antara 19 dan 37 tahun ditangkap awal bulan ini oleh patroli kapal perang Angkatan Laut Australia HMAS Albany di perairan utara Australia Barat.
Mereka ditemukan pada posisi 5,2 mil laut (9,6 kilometer) di dalam titik terdekat zona penangkapan ikan Australia, menggunakan berukuran 10 meter dengan empat tali pancing, tiga kantong garam seberat 30 kilogram, dan tanpa hasil tangkapan.
Aparat Australia kemudian mengarahkan para nelayan ini untuk meninggalkan zona tersebut.
Tapi berselang enam hari kemudian, mereka tertangkap kembali setelah ditemukan oleh pesawat pengintai maritim di dekat Pulau Sir Graham Moore di lepas pantai Kimberley.
Petugas Penjaga Perbatasan langsung menggeledah perahu nelayan dan menemukan empat sirip hiu, 10 kilogram ikan kering, lima kilogram garam, peralatan memancing, kompas, dan ponsel dengan dua aplikasi navigasi.
Keempat pria WNI tersebut telah mengaku bersalah atas dua dakwaan, yaitu menggunakan kapal asing untuk penangkapan ikan komersial di Australia dan menggunakan kapal asing di laut teritorial.
Nelayan asal Pulau Rote
Dalam persidangan terungkap bahwa para nelayan ini berasal dari Pulau Rote di Indonesia.
Disebutkan juga dua nelayan yang berusia 32 dan 37 tahun merupakan satu-satunya pencari nafkah untuk keluarga masing-masing dan berasal dari "keluarga tidak berada".
Namun, pengacara mereka mengakui bahwa tindakan kliennya ini merupakan pelanggaran hukum Australia yang "terang-terangan" dan "tidak jera".
Jaksa Penuntut Umum Naomi Low dalam persidangan menyebut kejahatan itu berpotensi berdampak pada stok ikan Australia dan kerusakan lingkungan.
Jaksa Naomi mengatakan sirip ikan hiu seringkali diambil dari hiu saat masih hidup, meskipun tidak ada bukti dalam kasus ini.
Ia menambahkan bahwa jenis kejahatan seperti ini lebih sering terjadi sejak awal pandemi, kemungkinan besar karena faktor dampak kesulitan keuangan akibat COVID-19 di Indonesia.
Advertisement
Vonis Meringankan
Dalam vonisnya, Hakim John Neill mempertimbangkan hal meringankan yaitu para terdakwa belum pernah melakukan pelanggaran di Australia dan karakter baik mereka, tapi menyebut pelanggaran ini sengaja dilakukan para terdakwa.
"Mereka berada di perairan teritorial Australia. Mereka tahu dengan hal ini," katanya.
"Saya menerima bahwa mereka adalah ini para nelayan miskin, inilah satu-satunya cara mereka mencari nafkah. Saya mempertimbangkan hal itu," ujar Hakim John.
"Terlepas dari keadaan keluarga miskin di negara tetangga, mereka tidak berhak datang ke Australia dan mengganggu pengelolaan penangkapan ikan di sini," tegasnya.
Total Denda Capai Rp 200 Juta Lebih
Hakim John Neill kemudian menjatuhkan denda masing-masing sebesar 6 ribu dolar (sekitar Rp 63 juta) untuk dua nelayan tertua, denda 4.500 dolar (sekitar Rp 47 juta) untuk nelayan berusia 27, dan denda 3 ribu dolar (sekitar Rp 31 juta) untuk yang berusia termuda. Dengan kata lain total denda keseluruhan mencapai Rp 200 juta lebih.
Para terdakwa diberi waktu 28 hari untuk membayar dan jika tidak sanggup mereka berisiko dipenjara hingga 38 hari.
Advertisement