Liputan6.com, Jakarta: Direksi Bank Lippo hanya didenda Rp 2,5 miliar karena teledor mencantumkan kata audit pada laporan per 30 September 2002. Badan Pengawasan Pasar Modal (Bapepam) juga mendenda akuntan publik Sarwoko Sanjaya dan Prasetio Utomo (Emst & Young) sebesar Rp 3,5 juta karena telat menyampaikan informasi hasil penilaian aset yang diambil alih (AYDA), selama 35 hari. Demikian hasil pertemuan tertutup antara Bapepam, Badan Pengawas Perbankan Nasional, Bursa Efek Jakarta, dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan di Gedung Bank Indonesia Jakarta, Senin (17/3) sore.
Ketua Bapepam Herwidayatmo mengatakan, ada tiga versi laporan keuangan yang diterbitkan manajemen Bank Lippo. Pertama, laporan keuangan per 30 september 2002 yang diiklankan di surat kabar pada 28 November 2002, tapi belum diaudit. Kedua, laporan yang disampaikan ke BEJ 27 Desember 2002 [baca: Mereka-reka Penjarahan Harta Negara di Bank Lippo]. Dan yang terakhir, laporan Prasetio dan Sanjaya 6 Januari 2003. Kedua akuntan publik ini melaporkan rasio kecukupan modal (CAR) Bank Lippo sebesar 4,23 persen, padahal angka tersebut belum diakui Bapepam.
Sedangkan Ketua BPPN Syafruddin Temenggung menjelaskan, pihaknya hanya mengakui laporan keuangan dengan CAR 22 persen dengan AYDA yang direvaluasi dan diumumkan 11 Maret 2003. Dalam laporan itu, dari nilai AYDA sebesar Rp 2,4 triliun hanya dilaporkan menurun Rp 70 miliar menjadi Rp 2,39 triliun. Padahal pada laporan sebelumnya, AYDA dinyatakan melorot Rp 972 miliar dari Rp 2,46 triliun menjadi tinggal Rp 1,42 triliun. Dengan perhitungan itu, menurut Syafruddin, nilai CAR Bank Lippo anjlok dari 24,77 persen menjadi tinggal 4,23 persen.
Deputi Gubernur BI Anwar Nasution mengatakan, BI mengakui laporan keuangan yang diyakini BPPN--pemegang saham utama dengan CAR 22 persen. Dengan jumlah CAR itu, kata Anwar, Bank Lippo sehat karena memenuhi ketentuan BI yang mengharuskan sebuah bank memiliki kecukupan modal di atas delapan persen.
Sementara itu, Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Darmin Nasution menjelaskan, pihaknya memerlukan beberapa hari untuk menyelesaikan obyek penilaian terhadap tiga penilai Bank Lippo: Provalindo Nusa, Pronilai Konsulis Indonesia, dan Satyatama Graha Tara. Selain itu, Ditjen Lembaga Keuangan juga perlu meneliti keterangan Akuntan Public Emst & Young. Saat ini, menurut Darmin, pihaknya baru menyelesaikan 46 dari 67 obyek penilaian yang ada [baca: Pemeriksaan Laporan Bank Lippo Diundur].
Selain sanksi di atas, dijadwalkan BPPN juga akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada 15 April 2003. RUPSLB diagendakan mengganti seluruh manajemen dan komisaris Bank Lippo [baca: BPPN Menandatangani Surat Permintaan Pelaksanaan RUPSLB Lippo].
Menanggapi sanksi tersebut, Lembaga Pengkajian Ekonomi (Indef) menilai hukuman tersebut tak cukup adil. Sebab masyarakat dan negara telah banyak dirugikan atas praktik perbankan yang melawan prinsip kehati-hatian itu. Selain itu, Indef juga memprotes keputusan pemerintah yang hanya mempersoalkan laporan keuangan ganda. Padahal Kasus Bank Lippo juga meliputi upaya penjualan aset secara obral, upaya penggorengan saham serta jebakan right issue yang berpotensi merugikan kepemilikan saham negara di Bank Lippo.(ICH/Tim Liputan 6 SCTV)
Ketua Bapepam Herwidayatmo mengatakan, ada tiga versi laporan keuangan yang diterbitkan manajemen Bank Lippo. Pertama, laporan keuangan per 30 september 2002 yang diiklankan di surat kabar pada 28 November 2002, tapi belum diaudit. Kedua, laporan yang disampaikan ke BEJ 27 Desember 2002 [baca: Mereka-reka Penjarahan Harta Negara di Bank Lippo]. Dan yang terakhir, laporan Prasetio dan Sanjaya 6 Januari 2003. Kedua akuntan publik ini melaporkan rasio kecukupan modal (CAR) Bank Lippo sebesar 4,23 persen, padahal angka tersebut belum diakui Bapepam.
Sedangkan Ketua BPPN Syafruddin Temenggung menjelaskan, pihaknya hanya mengakui laporan keuangan dengan CAR 22 persen dengan AYDA yang direvaluasi dan diumumkan 11 Maret 2003. Dalam laporan itu, dari nilai AYDA sebesar Rp 2,4 triliun hanya dilaporkan menurun Rp 70 miliar menjadi Rp 2,39 triliun. Padahal pada laporan sebelumnya, AYDA dinyatakan melorot Rp 972 miliar dari Rp 2,46 triliun menjadi tinggal Rp 1,42 triliun. Dengan perhitungan itu, menurut Syafruddin, nilai CAR Bank Lippo anjlok dari 24,77 persen menjadi tinggal 4,23 persen.
Deputi Gubernur BI Anwar Nasution mengatakan, BI mengakui laporan keuangan yang diyakini BPPN--pemegang saham utama dengan CAR 22 persen. Dengan jumlah CAR itu, kata Anwar, Bank Lippo sehat karena memenuhi ketentuan BI yang mengharuskan sebuah bank memiliki kecukupan modal di atas delapan persen.
Sementara itu, Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Darmin Nasution menjelaskan, pihaknya memerlukan beberapa hari untuk menyelesaikan obyek penilaian terhadap tiga penilai Bank Lippo: Provalindo Nusa, Pronilai Konsulis Indonesia, dan Satyatama Graha Tara. Selain itu, Ditjen Lembaga Keuangan juga perlu meneliti keterangan Akuntan Public Emst & Young. Saat ini, menurut Darmin, pihaknya baru menyelesaikan 46 dari 67 obyek penilaian yang ada [baca: Pemeriksaan Laporan Bank Lippo Diundur].
Selain sanksi di atas, dijadwalkan BPPN juga akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada 15 April 2003. RUPSLB diagendakan mengganti seluruh manajemen dan komisaris Bank Lippo [baca: BPPN Menandatangani Surat Permintaan Pelaksanaan RUPSLB Lippo].
Menanggapi sanksi tersebut, Lembaga Pengkajian Ekonomi (Indef) menilai hukuman tersebut tak cukup adil. Sebab masyarakat dan negara telah banyak dirugikan atas praktik perbankan yang melawan prinsip kehati-hatian itu. Selain itu, Indef juga memprotes keputusan pemerintah yang hanya mempersoalkan laporan keuangan ganda. Padahal Kasus Bank Lippo juga meliputi upaya penjualan aset secara obral, upaya penggorengan saham serta jebakan right issue yang berpotensi merugikan kepemilikan saham negara di Bank Lippo.(ICH/Tim Liputan 6 SCTV)