Liputan6.com, Washington D.C - Stewart Rhodes, pendiri milisi sayap kanan Oath Keepers dinyatakan bersalah pada Selasa 29 November 2022 atas perannya dalam serangan 6 Januari 2021 di Capitol AS oleh pendukung mantan presiden Donald Trump.
Menurut laporan AFP, Rabu (30/11/2022), anggota Oath Keepers lainnya yakni Kelly Meggs, juga dinyatakan bersalah atas konspirasi yang menghasut dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara. Sementara tiga terdakwa lainnya dibebaskan dari tuduhan yang sama.
Advertisement
Rhodes yang berusia 57 tahun, seorang mantan tentara yang mengenakan penutup mata dan lulusan sekolah hukum Yale, dan empat anggota kelompok lainnya dituduh merencanakan pemberontakan bersenjata untuk membatalkan hasil pemilihan presiden (Pilpres AS) November 2020 yang dimenangkan oleh Joe Biden dari Demokrat.
Putusan tersebut mengakhiri persidangan berisiko tinggi selama hampir dua bulan.
Ratusan pendukung Trump telah ditangkap karena peran mereka dalam penyerangan di Kongres, tetapi mereka menghadapi dakwaan yang lebih rendah daripada yang diajukan terhadap Rhodes dan empat anggota Oath Keepers lainnya.
Sementara Rhodes dan Meggs dihukum atas tuduhan penghasutan yang jarang dilakukan, kelima terdakwa dinyatakan bersalah menghalangi proses resmi dan tuduhan lain yang lebih ringan.
Selama persidangan, Departemen Kehakiman AS mengatakan Rhodes dan anggota Oath Keepers "membuat rencana pemberontakan bersenjata ... merencanakan untuk menentang dengan paksa pemerintah Amerika Serikat."
Jaksa menunjukkan video penyerangan oleh puluhan anggota kelompok yang mengenakan perlengkapan tempur ala militer.
Para terdakwa mencirikan kasus tersebut sebagai persidangan politik yang dilakukan oleh pemerintahan Biden terhadap pendukung pendahulunya, Trump.
12 Juri Berunding 3 Hari untuk Keputusan
Juri 12 orang berunding selama hampir tiga hari penuh sebelum mencapai putusan dalam kasus yang diawasi ketat.
Putusan tidak bersalah atas dakwaan penghasutan untuk kelima terdakwa akan menjadi kemunduran bagi Departemen Kehakiman, yang berencana mengadili anggota Proud Boys, kelompok ekstremis sayap kanan lainnya, atas dakwaan yang sama.
Selama persidangan, jaksa menuduh Oath Keepers menyimpan senjata di sebuah hotel dekat Washington dan bergabung dengan kerumunan yang menyerbu Capitol dalam upaya untuk memblokir sertifikasi kemenangan pemilihan Joe Biden oleh Kongres.
Rhodes tidak secara pribadi memasuki gedung itu tetapi mengarahkan para pengikutnya seperti seorang jenderal medan perang, kata jaksa penuntut.
Advertisement
Bantah Rencanakan Serangan
Rhodes menjadi saksi selama persidangan dan menyangkal rencana kelompoknya untuk menyerang Capitol, dengan mengatakan bahwa mereka berada di Washington hanya untuk memberikan keamanan pada rapat umum.
"Itu bukan bagian dari misi kami hari itu untuk memasuki Capitol dengan alasan apa pun," kata Rhodes.
Berbicara dalam terminologi militer, dia mengakui bahwa sejumlah anggota Oath Keepers "keluar dari misi" dan memasuki gedung.
Dia mengatakan Meggs, kepala Oath Keepers cabang Florida yang besar, adalah "orang bodoh" karena membawa orang-orangnya ke dalam.
"Saya pikir bodoh pergi ke Capitol. Itu membuka pintu bagi penganiayaan politik terhadap kami. Dan di sanalah kami berada," kata Rhodes di pengadilan.
Jaksa menunjukkan pesan teks juri antara Rhodes dan para pengikutnya yang menyerukan tindakan jika Trump sendiri gagal bertindak untuk mencegah sertifikasi Biden sebagai presiden berikutnya.
Jaksa Agung AS Merrick Garland menunjuk seorang penasihat khusus awal bulan ini untuk mengawasi penyelidikan atas upaya Trump untuk membatalkan hasil pemilu, dan perannya dalam serangan Capitol.
Setahun Serangan ke Capitol Gedung Kongres AS, Ini Kritik Joe Biden ke Donald Trump
6 Januari 2021 adalah momen saat terjadi kerusuhan di Gedung Capitol. Saat gedung Kongres AS itu diserang oleh sejumlah pendukung Donald Trump. Setahun sudah tragedi tersebut berlalu.
Mengutip VOA Indonesia, Kamis (6/1/2021), Presiden AS Joe Biden akan menekan Donald Trump dengan mengkritisinya terkait insiden tersebut. Atas "tanggung jawab tunggal pada dirinya" dalam memprovokasi kerusuhan pada 6 januari tahun lalu, ketika para pendukungnya menyerbu Gedung Kongres AS.
Keputusan Joe Biden untuk memanfaatkan pidatonya dalam acara peringatan setahun serangan ke Gedung Kongres, untuk menyalahkan Trump dan sekutunya di Partai Republik atas peran mereka dalam serangan terhadap demokrasi AS -- yang belum pernah terjadi sebelumnya itu akan menjadi eskalasi tajam dalam cara Biden menananggapi Trump dan peristiwa itu.
Sepanjang tahun pertama kepresidenannya, Biden lebih suka mengabaikan Donald Trump, yang hingga kini masih menolak mengakui kekalahannya dalam pilpres AS 2020 dan terus menyebarkan teori konspirasi kepada jutaan pengikutnya bahwa dirinyalah pemenang pilpres yang sesungguhnya.
Namun dalam pidato dari Statuary Hall di gedung Kongres – di mana tepat setahun yang lalu massa pro-Trump menyerang dan membuat kegaduhan di gedung itu untuk mencoba menghentikan sertifikasi kemenangan Biden – presiden AS ke-46 itu akan dengan tegas menuntut pertanggungjawaban pendahulunya, kata Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki, hari Rabu 5 Januari.
"Presiden Biden telah melihat dengan jelas ancaman yang ditunjukkan sang mantan presiden terhadap demokrasi kita," ungkapnya.
"Ia memandang peristiwa 6 Januari sebagai puncak tragis dari apa yang dilakukan kepresidenan Trump selama empat tahun terhadap negara kita” dan akan “secara paksa menghalau kebohongan yang disebarkan sang mantan presiden dalam upayanya menyesatkan rakyat Amerika."
Ketika ditanya apakah Biden akan menyebut nama Trump secara langsung, Psaki menjawab, “Kami sedang menyelesaikan pidatonya, tapi saya rasa orang-orang tahu siapa yang ia maksud.”
Sebelumnya di hari yang sama, Kepala Kepolisian Capitol, Thomas Manger, mengatakan pasukannya tak akan kembali kecolongan seperti tahun lalu.
"Saya percaya Polisi Capitol AS adalah badan penegak hukum yang lebih kuat dan lebih siap,” kata Manger saat menghadiri sidang Senat, sambil mengingat kembali perjuangan getir para petugas saat menghadapi “massa yang brutal dengan jumlah yang jauh lebih banyak."
Advertisement