Liputan6.com, Teheran - Para pengunjuk rasa di Iran merayakan kekalahan tim nasionalnya di piala dunia 2022 dengan kembang api. Kekalahan ini dirayakan saat Teheran kalah 0-1 melawan Washington.
Petugas dari Republik Islam Iran mengerahkan pasukan keamanan untuk meredakan aktivitas yang mereka sebut sebagai "kerusuhan".
Advertisement
Aktivitas demonstrasi memang telah melanda Iran, terlebih setelah wanita Kurdi berusia 22 tahun Mahsa Amini meninggal pada 16 September, tiga hari setelah penangkapannya karena diduga melanggar aturan berpakaian wanita Iran.
Kampung halamannya di Saqez, serta kota-kota lain di provinsi barat Kurdistan, telah menjadi pusat protes terhadap aturan ulama, dikutip dari NDTV, Rabu (30/11/2022).
"Warga Saqez sudah mulai merayakan dan menggunakan kembang api setelah gol pertama Amerika melawan tim sepak bola Iran," kata situs web Iran Wire yang berbasis di London.
Banyak netizen membagikan video yang menunjukkan kembang api dengan suara sorak-sorai di latar belakangnya, usai laga piala dunia.
Video lain oleh aktivis Kurdi Kaveh Ghoreishi menunjukkan sebuah area pada malam hari di Kota Sanandaj dengan suara sorak sorai dan klakson berbunyi kencang setelah Amerika Serikat mencetak satu-satunya gol dalam pertandingan itu.
Kelompok hak asasi manusia Hengaw yang berbasis di Norwegia mengatakan pengendara Iran merayakan kemenangan AS dengan membunyikan klakson mereka di Mahabad.
Kembang api juga menerangi langit di Marivan, kota lain di provinsi Kurdistan di mana pasukan keamanan melakukan penumpasan mematikan terhadap protes.
Dilakukan di Kota Lain
Kembang api dan sorakan juga terdengar di Paveh dan Sarpol-e Zahab, di provinsi Kermanshah, tambahnya.
Tim nasional Iran telah menghadapi pukulan ganda dari pemerintah dan tekanan publik setelah protes, dengan beberapa orang Iran melakukan rooting untuk tim lawan.
"Siapa yang mengira saya akan melompat setinggi tiga meter dan merayakan gol Amerika!" tweet jurnalis Iran Saeed Zafarany setelah kekalahan itu.
Kemenangan AS membuat Iran gagal dari Piala Dunia dan memastikan musuh bebuyutan republik Islam itu mendapat tempat di fase selanjutnya.
"Dan sirkus tim sepak bola Republik Islam telah berakhir," tweet mantan jurnalis Hamid Jafari.
Kelompok Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Oslo juga mengatakan setidaknya 448 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan Iran dalam tindakan keras terhadap protes yang telah bergulir lebih dari dua bulan.
Advertisement
UNICEF Kutuk Kekerasan hingga Penganiayaan Anak-anak dalam Protes di Iran
Badan anak-anak PBB (UNICEF) Minggu (27/11) mengeluarkan pernyataan yang mengutuk “kekerasan dan penganiayaan yang dilaporkan telah merenggut nyawa lebih dari 50 anak-anak dan melukai lebih banyak lagi selama berlangsung kerusuhan masyarakat di Iran.”
UNICEF mengatakan “sangat prihatin mengenai berlanjutnya penggerebekan dan penggeledahan yang dilakukan di beberapa sekolah” dan bahwa “sekolah-sekolah harus selalu menjadi tempat aman bagi anak-anak.”
UNICEF melaporkan telah menyampaikan secara langsung keprihatinannya kepada pihak berwenang di Iran sejak kasus-kasus korban anak-anak pertama terjadi sebagai tanggapan atas protes masyarakat.
Beberapa organisasi HAM melaporkan hingga 63 anak-anak tewas dalam protes tersebut, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (30/11/2022).
Iran adalah pihak penandatangan Konvensi Hak-hak Anak. Kelompok advokasi global untuk anak-anak tersebut mengemukakan dalam sebuah pernyataan bahwa para pemimpin di negara itu memiliki “kewajiban untukmenghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak anak untuk hidup, privasi, kebebasan berpikir dan berkumpul secara damai.”
UNICEF, organisasi pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, mendesak Iran “untuk menghormati hak semua anak untuk berkumpul secara damai sebagai jaminan fundamental – tidak peduli siapa mereka atau di mana pun mereka … anak-anak dan remaja harus dilindungi dari semua bentuk bahaya yang berisiko bukan hanya bagi jiwa dan kebebasan mereka, tetapi juga kesehatan mental dan fisik mereka.”
“Iran beruntung memiliki populasi anak-anak dan remaja yang tergolong muda, yang merupakan sumber daya luar biasa bagi negara, sekarang dan pada masa depan,” kata UNICEF. “Kebutuhan, aspirasi dan kesejahteraan mereka harus menjadi prioritas dalam semua situasi.”
AS Jatuhkan Sanksi pada Tiga Pejabat Iran Buntut Aksi Demonstrasi
Amerika Serikat, pada Rabu (23/11), menjatuhkan sanksi terhadap tiga pejabat keamanan Iran terkait hak asasi, ungkap Departemen Keuangan AS. Lembaga itu mengutip tindakan keras Iran yang berkelanjutan terhadap para demonstran di daerah yang mayoritas penduduknya berasal dari etnis Kurdi.
Langkah tersebut merupakan sanksi terbaru yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat sejak demonstrasi pecah di seluruh Iran sebagai tanggapan atas kematian perempuan Kurdi, Mahsa Amini, 22, yang tewas dalam tahanan polisi moral Iran pada September lalu.
Sanksi menarget pejabat-pejabat penting yang terlibat dengan "respons keamanan yang sangat keras" yang digencarkan oleh otoritas Iran terhadap para demonstran di kota-kota Kurdi di wilayah barat laut Iran, kata Departemen Keuangan.
Sanksi dijatuhkan terhadap dua pejabat di Sanandaj: Gubernur Hassan Asgari dan, komandan pasukan penegak hukum kota itu, Alireza Moradi, dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (25/11/2022).
Menurut Departemen Keuangan, Asgari dan pejabat-pejabat lain telah memberi keterangan palsu tentang penyebab kematian seorang demonstran berusia 16 tahun yang dilaporkan dibunuh pasukan keamanan.
Sanksi juga dijatuhkan terhadap Mohammad Taghi Osanloo. Ia adalah komandan pasukan darat Korps Pengawal Revolusi Islam yang mengawasi kota Kurdi lainnya, Mahabad, di mana pasukan tambahan dikerahkan untuk menanggapi protes, kata Departemen Keuangan.
Misi Iran untuk PBB di New York belum menanggapi permintaan komentar.
Sanksi itu berupa pembekuan semua aset di Amerika Serikat dari ketiga orang itu. Selain itu, umumnya warga AS dilarang berbisnis dengan mereka.
Advertisement