Liputan6.com, Jakarta- Twitter akhir-akhir ini dipenuhi konten ekstremis kulit putih dan neo-Nazi, dan Elon Musk membuat masalah ini semakin buruk.
Dalam beberapa hari terakhir, pemilik Twitter disebut-sebut mengaktifkan kembali akun-akun neo-Nazi yang dikenal, membagikan gambar seorang kulit putih yang mengatakan bahwa dia ingin Trump seperti Hitler; ada pengguna yang memposting video pembantaian Christchurch; men-tweet meme alt-right; dan, membagikan digwhistle yang ditafsirkan oleh supremasi kulit putih sebagai pujian untuk Hitler.
Advertisement
Dukungan Musk yang jelas terhadap komunitas supremasi kulit putih menyebabkan meningkatnya ujaran kebencian di platform tersebut, dan ini akan menjadi lebih buruk lagi.
“Setelah Musk mengambil alih Twitter, kami melihat para ekstrimis mencoba mengeksploitasi platform. Kami juga melihat kebencian dari segala golongan meningkat,” kata wakil presiden Anti-Defamation League’s Center on Extrimism Oren Segal kepada VICE News.
“Platform ini menjadi neraka bagi antisemitisme dan rasisme serta kefanatikan,” Segal menambahkan.
Pola Musk menormalkan aktivitas sayap kanan sudah dilakukan jauh sebelum pengambilalihan Twitter olehnya. Februari lalu, Musk men-tweet meme yang membandingkan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dengan Hitler.
Cuitan itu, yang dihapusnya dalam waktu 12 jam setelah diposting, menunjukkan dukungan untuk pengemudi truk yang memprotes mandat vaksin.
Tetapi sejak dia mengambil alih kendali Twitter akhir bulan lalu, Musk mempersilakan supremasi kulit putih kembali ke platform, terlibat dengan mereka di timeline-nya, dan selama beberapa hari terakhir, dia memposting beberapa tweet yang menarik simpati mereka.
Tweet Musk
Pada Sabtu, Musk menanggapi akun @Rainmaker1973 yang men-tweet bahwa keanekaragaman hayati Madagaskar yang unik adalah hasil dari isolasi dari daratan lain selama 88 juta tahun.
Musk, yang tidak di-tag dalam postingan tersebut, menanggapi dengan bertanya: "Saya ingin tahu akan seperti apa Bumi 88 juta tahun dari sekarang."
Meskipun tidak jelas apakah Musk tahu bahwa di kalangan ekstremis, 88 adalah kode terkenal untuk "Heil Hitler" (H adalah huruf ke-8 alfabet), para pengikutnya tentu saja menganggap penggunaan angka tersebut sebagai tanda bahwa dia berbicara kepada mereka.
Keesokan harinya, Musk terlibat perselisihan Twitter dengan pensiunan Letnan Kolonel Angkatan Darat Alexander Vindman, yang memposting pesan yang mengkritik manajemen platform Musk.
Menanggapi hal tersebut, Musk menyebut Vindman sebagai ‘boneka & dalang.’
Liga Anti-Defamasi beberapa bulan lalu menyebutkan bahwa, “Bahkan jika tidak ada sindiran antisemit, menganggap seorang Yahudi sebagai dalang boneka yang memanipulasi peristiwa nasional dapat melanggengkan kiasan antisemit.”
Lalu, pada Senin, Musk men-tweet gambar Anthime Gionet, seorang troll sayap kanan dan supremasi kulit putih yang dikenal sebagai Baked Alaska, ia memberi hormat pada bendera McDonald's. Setelah seseorang menunjukkan kepada Musk siapa yang ada di gambar itu, dia menghapus tweet tersebut.
Advertisement
Pola Menarik Ekstrimis
Meskipun, Musk berpendapat bahwa dia tidak menyadari apa yang dia posting, Segal berpendapat bahwa meskipun itu tidak disengaja, Musk seharusnya tetap menyadari apa yang dia lakukan --- hanya dengan melihat balasannya.
"Ketika kita mencoba menilai apakah dia tahu apa yang dia lakukan, apakah dia benar-benar mencoba mengirim peluit anjing atau pesan kepada ekstremis, kita juga harus melihat konteksnya di sana," kata Segal.
“Konteksnya adalah kini, pola meme dan simbol angka serta kiasan dapat menarik para ekstrimis. Minimal, Musk perlu tau hal tersebut dengan melihat umpan balik Twitternya. Jika dia tahu, dia mungkin akan berhenti membuat konten seperti itu,” tambah Segal.
Kini, Musk menjadi pengendali Twitter dan membuat orang supremasi kulit putih diizinkan kembali bermain dan menguasai Twitter.
Akun yang Dicekal, Pulih Kembali
Musk mengatakan dia akan memberikan amnesti umum untuk akun yang diblokir selama mereka tidak melanggar hukum, dan proses pemulihan akun-akun ini sudah dimulai. Menurut Platformer pada Senin ada 62.000 akun dengan lebih dari 10.000 pengikut diperiksa untuk dipulihkan.
Tetapi Twitter Musk juga mengembalikan beberapa akun supremasi kulit putih yang dikenal dan memberi mereka otoritas tambahan dengan memberi mereka tanda centang biru dengan membiarkan mereka mendaftar Twitter Blue.
Mereka yang memiliki centang biru adalah nasionalis kulit putih Jason Kessler, penyelenggara unjuk rasa nite the Right, dan Richard Spencer. Kessler dinyatakan bersalah terlibat dalam konspirasi untuk melakukan kekerasan bermotif rasial melalui unjuk rasa Charlottesville.
Ada juga akun-akun yang tiba-tiba dipulihkan Musk sejak Musk mengambil alih Twitter.
Brett Stevens, seorang rasis yang memuji pembunuhan massal 77 orang di Norwegia pada 2011 adalah salah satunya.
Sejak kembali ke Twitter, Stevens secara terbuka mengadvokasi genosida terhadap kelompok etnis non-kulit putih.
Advertisement
Ekstrimis Memuja Musk
Para ahli yang memperhatikan ujaran kebencian di Twitter melihat satu aspek memprihatinkan dari perilaku Musk yaitu, kini, para ekstrimis yang memujanya percaya bahwa dia berada di pihak mereka.
"Tidak jelas apakah Musk secara sadar mengangguk-angguk ke arah ekstremis," kata Jared Holt, manajer penelitian senior di Institute for Strategic Dialogue, kepada VICE News.
Yang jelas, para ekstremis menganggapnya demikian. Sejak Musk membeli dan mengambil alih Twitter, komunitas sayap kanan menyambut simpati yang ditunjukkan Musk terhadap kepentingan mereka. Musk menghabiskan waktunya untuk terlibat dengan tokoh-tokoh sayap kanan, mendaur ulang kiasan mereka, dan menghibur mereka,” lanjut Holt.
Setelah dilarang dari Twitter dan platform arus utama lainnya, banyak komunitas ekstremis terdegradasi ke platform yang lebih kecil dengan jangkauan yang lebih sedikit seperti Gab dan Telegram.
Tetapi, beberapa waktu terakhir, komunitas-komunitas ini mulai beprikir untuk kembali ke Twitter karena Musk.
"Pernyataan Musk yang mengindikasikan bahwa dia dapat mengembalikan akun yang sebelumnya dilarang juga telah memberi energi pada komunitas sayap kanan, yang telah menafsirkan tweet Musk sebagai izin untuk terlibat dalam trolling dan kebencian yang lebih intens," kata Holt.
"Apakah Musk secara sadar melakukan ini atau tidak, itu memiliki efek akhir yang sama: mengagitasi dan menggairahkan subkultur internet yang beracun,” tutup Holt.