Baguette Prancis Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Penetapan baguette Prancis sebagai warisan budaya takbenda UNESCO ini datang pada saat yang menantang bagi industri ini.

oleh Asnida Riani diperbarui 01 Des 2022, 10:01 WIB
Ilustrasi baguette. (dok. Pixabay.com/Intuitivmedia)

Liputan6.com, Jakarta - Baguette Prancis resmi diberi status warisan budaya takbenda UNESCO pada Rabu, 30 November 2022. Roti, yang disebut Presiden Prancis Emmanuel Macron sebagai "250 gram keajaiban dan kesempurnaan," telah jadi bagian klasik kehidupan warga negara itu.

Melansir Japan Today, Kamis (1/12/2022), Badan PBB memberikan status warisan budaya takbenda pada tradisi pembuatan baguette dan gaya hidup yang mengelilinginya. Lebih dari enam miliar baguette dipanggang setiap tahun di Prancis, menurut Federasi Nasional Toko Roti Prancis.

[bacajuga:Baca Juga](5126761 5140744 5138624)

Sayang, status pengakuan UNESCO datang pada saat yang menantang bagi industri ini. Prancis telah kehilangan sekitar 400 toko roti artisan per tahun sejak 1970, dari 55 ribu jadi 35 ribu saat ini. Penurunan ini disebabkan penyebaran toko roti industri dan supermarket luar kota di daerah pedesaan.

Sementara, penduduk kota semakin memilih adonan roti, dan menukar baguette ham mereka dengan burger. Namun, orang-orang membawa baguette di lengan mereka, dan secara ritual mengunyah ujung yang hangat saat meninggalkan toko roti masih jadi pemandangan umum.

Ada pula kompetisi nasional, di mana kandidat diiris untuk memungkinkan juri mengevaluasi keteraturan tekstur baguette mereka, serta warna dalamnya, yang seharusnya berwarna krem. Tapi, meski roti yang keras di bagian luar, namun lembut di dalam ini tampaknya abadi dalam kehidupan Prancis, baguette baru secara resmi mendapatkan namanya pada 1920.

Saat itu, Prancis mengumumkan undang-undang baru yang menetapkan berat minimum (80 gram) dan panjang maksimum (40 sentimeter) untuk baguette.


Awalnya Dianggap Produk Mewah

Ilustrasi baguette. (dok. pexels/Mariana Kurnyk)

Loic Bienassis dari Institut Sejarah dan Budaya Pangan Eropa, yang membantu menyiapkan dokumen UNESCO, berkata, "Awalnya, baguette dianggap sebagai produk mewah. Kelas pekerja memakan roti pedesaan yang disimpan lebih baik."

"Kemudian, konsumsi meluas, dan pedesaan dimenangkan baguette pada 1960-an dan 70-an," katanya. Namun, sejarah awalnya agak tidak pasti.

Ada yang bilang roti panjang itu sudah umum di abad ke-18. Tapi, yang lain menganggap pengenalan oven uap oleh tukang roti Austria August Zang pada tahun 1830-an jadi awal mewujudkan inkarnasi modernnya.

Salah satu kisah populer adalah Napoleon memerintahkan roti dibuat dalam tongkat tipis yang bisa lebih mudah dibawa oleh tentara. Sejarah baguette juga dihubungkan dengan pembangunan metro Paris pada akhir abad ke-19.

Ada pula gagasan bahwa baguette lebih mudah dirobek dan dibagikan, menghindari pertengkaran antara pekerja dan kebutuhan akan pisau. Prancis mengajukan baguette sebagai warisan budaya UNESCO pada awal 2021.

"Ini adalah pengakuan bagi komunitas pembuat roti dan koki patisserie," kata Dominique Anract, presiden federasi roti Prancis. "Baguette (terbuat dari) tepung, air, garam, ragi, serta savoir-faire dari para artisan."


Pengajuan Warisan Budaya Indonesia ke UNESCO

Usaha Menjadikan Kebaya Sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO Lewat CFD Berkebaya.  foto: dok. Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI)

Di sisi lain, terkait pendaftaran warisan budaya ke UNESCO, Indonesia sedang dibuat galau oleh kebaya. Komunitas pecinta kebaya, Pewaris Kebaya Labuh dan Kerancang, dan 21 komunitas lain menyebut bahwa pihaknya ingin Indonesia turut mendaftarkan kebaya ke UNESCO sebagai warisan budaya takbenda dalam joint nomination.

Joint nomination adalah bentuk pengajuan budaya warisan negara secara multinasional pada Intergovernmental Committee Intangible Culture Heritage and Humanity (IGC ICH) UNESCO. Sebelumnya, pada Rabu, 23 November 2022, Singapura bersama tiga negara ASEAN lain, yakni Malaysia, Thailand, dan Brunei sudah mendeklarasikan kebaya untuk dinominasikan ke UNESCO. 

Indonesia sempat diajak bergabung bersama tiga negara tersebut, tapi masih belum bertindak ketika pengumuman tersebut sudah ada. Terkait hal ini, acara forum Urun Rembug yang diadakan Tim Nasional Hari Kebaya Nasional pada Selasa, 29 November digelar untuk mendengarkan aspirasi dari para pecinta kebaya.

Anggota tim riset timnas Hari Kebaya, Dewi Kumoratih, menjelaskan bahwa pendaftaran kebaya ke UNESCO bukan hanya dilihat sebagai benda maupun artefak. Nilai dan budaya pada pakaian tradisional tersebut pun jadi unsur penting.

Dalam keterangannya, Kumoratih berkata, "Justru dengan ikut joint nomination, itu akan menunjukkan jiwa besar Indonesia untuk bersama menjaga dan berbagi budaya."


Jangan sampai Seperti Songket

Komunitas Pecinta Kebaya di Indonesia Menghadiri Forum Urun Rembug pada Selasa, 29 November 2022. (dok.Urun Rembug/Geiska Vatikan Isdy)

Direktur Institut Sarinah, Eva Sundari, mengingatkan bahwa Indonesia harus bergerak secepatnya atau akan kehilangan kesempatan melestarikan warisan budaya. Ia juga mengingatkan kasus songket. "Kasus Songket harus jadi pelajaran agar tidak rugi bertubi-tubi," ujar Eva.

Aspirasi ini telah disetujui 23 komunitas yang hadir dalam kegiatan forum Urun Rembug secara lisan dan melalui kuesioner yang dibagikan untuk mendukung Indonesia ikut joint nomination dalam mendaftarkan kebaya ke UNESCO.

Walau masyarakat berpendapat agar Indonesia bergabung bersama tiga negara lain, namun tampaknya Indonesia tetap memilih pengajuan kebaya ke UNESCO lewat mekanisme single nomination. 

Keputusan tersebut diambil berdasarkan hasil rapat bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek); Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK); dan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu, 16 November 2022. 

Mengenai hal ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Menparekraf), Sandiaga Uno, sebenarnya ingin kebaya turut serta dalam upaya multinasional bersama negara tetangga tersebut. Namun, ketika keputusan sudah diumumkan, ia pun tidak kecewa. 

Single nomination akan membutuhkan waktu lebih lama karena dalam dua tahun hanya boleh mengajukan satu budaya. Sebelumnya, Indonesia memasukkan jamu pada IGC ICH, sehingga jika menggunakan single nomination, pengajuan kebaya harus antre.

Infografis Tahap Pengajuan Kebaya Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya