Liputan6.com, Jakarta Defisit APBN 2022 diprediksi akan mengecil menjadi di sekitar Rp 598 triliun dan belanja pemerintah pusat mencapai Rp 3.106,4 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan bila defisit APBN 2022 dipastikan semakin mengecil, seiring perbaikan kinerja ekonomi nasional usai terkontraksi akibat pandemi Covid-19.
Advertisement
"Tahun 2022 ini kita akan membelanjakan Rp 3.106,4 triliun dan defisit diperkirakan akan turun lagi menjadi Rp598 triliun," ujar Sri Mulyani di Istana Negara, Kamis (1/12).
Pada tahun 2020 pemerintah pusat membelanjakan lebih dari Rp 2.595,5 triliun, dengan defisit mencapai Rp947,7 triliun. Nilai defisit tersebut mengalami lonjakan dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada tahun 2021, belanja meningkat lagi menjadi Rp2.786,4 triliun namun defisit menurun tajam menjadi Rp775,1 triliun.
Kondisi ini menurut Sri adalah pengendalian pandemi Covid-19 mulai terkendali dan perekonomian mulai bergerak.
Penetapan belanja pemerintah untuk tahun 2023 sebesar Rp3.061,2 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.246,5 triliun, dan transfer ke daerah sebesar Rp814,7 triliun.
Kemudian pada tahun 2023, pemerintah akan belanja untuk pendidikan dan kesehatan dengan alokasi anggaran mencapai Rp612,2 triliun dengan rincian belanja pemerintah pusat Rp237,1 triliun dan transfer ke daerah untuk pendidikan Rp305,6 triliun dan pembiayaan untuk pendidikan sebesar Rp69,5 triliun.
"Belanja pendidikan dan kesehatan menjadi belanja yang tetap memiliki alokasi terbesar di dalam rangka membangun sumber daya manusia unggul dan produktif," ucapnya.
Serahkan DIPA, Jokowi Minta Percepat Realisasi Belanja APBN dan APBD
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta kementerian/lembaga serta pemerintah daerah untuk mempercepat realisasi belanja APBN dan APBD. Khususnya, yang berkaitan dengan belanja modal dan sosial.
Hal ini disampaikan Jokowi saat menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah tahun anggaran 2023 di Istana Negara Jakarta, Kamis (1/12/2022).
"Saya minta percepat realisasi belanja di APBN maupun APBD, khususnya belanja modal dan belanja sosial," ujar Jokowi sebagaimana disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (1/12/2022).
Dia mengatakan bahwa semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah harus memiliki perasaan yang sama bahwa saat ini kondisi ekonomi global berada pada posisi yang tak normal. Untuk itu, kata Jokowi, APBN harus ditempatkan sebagai instrumen stabilitas untuk mengendalikan inflasi.
"APBN juga menjadi instrumen perlindungan sosial kepada masyarakat yang rentan. APBN juga harus mampu mendorong kelanjutan pemulihan ekonomi nasional dan juga reformasi struktural," jelasnya.
Oleh sebab itu, Jokowi menyampaikan APBN 2023 akan difokuskan pada enam kebijakan. Pertama, penguatan kualitas SDM.
Kedua, akselerasi reformasi sistem perlindungan sosial. Menurut dia, hal ini untuk memperbaiki data terpadu kesejahteraan sosial melalui registrasi sosial ekonomi.
Ketiga, melanjutkan pembangunan infrastruktur prioritas, khususnya infrastruktur pendukung transformasi ekonomi.
Keempat, pembangunan infastruktur untuk menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru. Termasuk, di dalamnya adalah Ibu Kota Nusantara (IKN).
"Kelima, revitalisasi industri. Ini penting yaitu dengan terus mendorong hilirisasi. Keenam, pemantapan reformasi birokrasi dan penyerdehanaan regulasi," kata Jokowi.
Advertisement
Belanja Negara 2023 Ditetapkan Senilai Rp3.061,2 Triliun
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan belanja negara pada tahun 2023 ditetapkan sebesar Rp3.061,2 triliun. Anggaran ini terdiri dari, belanja pemerintah pusat Rp2.246,5 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp814,7 triliun.
Adapun anggaran terbesar dialokasikan untuk belanja pendidikan dan kesehatan sebesar Rp612,2 triliun. Hal ini untukdalam rangka membangun SDM unggul dan produktif.
"Di mana belanja pemerintah pusat Rp237,1 triliun dan transfer ke daerah untuk pendidikan Rp305,6 triliun dan pembiayaan untuk pendidikan sebesar Rp69,5 triliun," tutur Sri Mulyani.