Liputan6.com, Jakarta - India diperkirakan bakal menyalip Jepang dan Jerman untuk menjadi negara ekonomi terbesar ketiga di dunia. Perkiraan itu dikeluarkan oleh lembaga rating S&P Global dan Morgan Stanley.
"India memiliki kondisi untuk ledakan ekonomi yang didorong oleh offshoring, investasi di bidang manufaktur, transisi energi, dan infrastruktur digital negara yang maju," demikian laporan analis Morgan Stanley, dikutip dari CNBC International, Kamis (1/12/2022).
Advertisement
Dalam laporan yang dipimpin oleh Ridham Desai dan Girish Acchipalia, perkiraan S&P didasarkan pada proyeksi bahwa pertumbuhan produk domestik bruto nominal tahunan India akan mencapai rata-rata 6,3 persen hingga tahun 2030.
Demikian pula, Morgan Stanley memperkirakan bahwa PDB India kemungkinan akan meningkat lebih dari dua kali lipat dari level saat ini pada tahun 2031.
"Penggerak ini akan menjadikan (India) negara ekonomi dan pasar saham terbesar ketiga di dunia sebelum akhir dekade ini," beber S&P.
Pada kuartal ketiga 2022, India mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 6,3 persen, sedikit lebih tinggi dari perkiraan jajak pendapat sebesar 6,2 persen.
Di kuartal sebelumnya, negara itu bahkan mencatat pertumbuhan sebesar 13,5 persen, didukung oleh permintaan domestik yang kuat.
India bahkan membukukan rekor pertumbuhan 20,1 persen year-on-year dalam tiga bulan hingga Juni 2021, menurut data Refinitiv.
Proyeksi S&P juga bergantung pada kelanjutan liberalisasi perdagangan dan keuangan India, reformasi pasar tenaga kerja, serta investasi dalam infrastruktur dan sumber daya manusia India.
"Ini adalah harapan yang masuk akal untuk India, yang memiliki banyak hal dalam 'mengejar' dalam hal pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita," papar Dhiraj Nim, ekonom dari Australia and New Zealand Banking Group Research.
Beberapa reformasi yang disebutkan telah dijalankan, menurut Nim, menyoroti komitmen pemerintah negara itu untuk menyisihkan lebih banyak belanja modal dalam buku belanja tahunan negara.
Perkiraan Tentang Pertumbuhan Manufaktur India
Morgan Stanley juga memperkirakan bahwa pangsa manufaktur India terhadap PDB akan naik dari 15,6 persen terhadap PDB saat ini menjadi 21 persen pada tahun 2031.
Bank investasi itu menyiratkan bahwa pendapatan manufaktur India dapat meningkat tiga kali lipat dari USD 447 miliar saat ini menjadi sekitar USD 1.490 miliar.
"Perusahaan multinasional lebih optimis dari sebelumnya untuk berinvestasi di India… dan pemerintah mendorong investasi dengan membangun infrastruktur dan menyediakan lahan untuk pabrik," kata Morgan Stanley.
"Keuntungan India (termasuk) tenaga kerja berbiaya rendah yang berlimpah, biaya manufaktur yang rendah, keterbukaan terhadap investasi, kebijakan yang ramah bisnis, dan demografi muda dengan kecenderungan konsumsi yang kuat," kata Sumedha Dasgupta, analis senior dari Economist Intelligence Unit.
Faktor-faktor ini menjadikan India pilihan yang menarik untuk mendirikan pusat manufaktur hingga akhir dekade ini, katanya.
Advertisement
Jokowi: Ekonomi Global Sedang Tidak Baik-Baik Saja, Kita Harus Siap
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi oleh Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) Tahun Anggaran (TA) 2023, di Istana Negara, Jakarta.
Presiden Jokowi mengatakan tahun 2023 adalah tahun keempat pelaksanaan tugas Kabinet Indonesia Maju, di mana 3 tahun pertama Indonesia dan dunia dihadapkan pada tantangan Pandemi Covid-19 yang sungguh luar biasa.
Indonesia dapat menangani pandemi dan mengelola dampak secara sangat baik dibandingkan banyak negara di dunia. APBN menjadi instrumen yang sangat penting dan diandalkan.
"Perlu saya ingatkan kembali, keadaan sekarang ini, utamanya ekonomi global memang tidak berada pada posisi yang normal, tidak sedang dalam keadaan yang baik-baik saja. Oleh sebab itu, kita semuanya harus memiliki sense of crisis, betul-betul siap atas segala berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi," ujar Jokowi dilansir dari keterangan Kemenkeu, Kamis (1/12/2022).
Menurut Presiden tanpa bisa dirediksi dan dihitung maka Indonesia harus siap. Bukan hanya untuk mampu bertahan tetapi juga bisa memanfaatkan setiap peluang yang ada.
"Oleh karena itu, strategi besar, rencana besar yang kita siapkan betul-betul harus secara konsisten kita kerjakan di lapangan,” tegas Presiden saat menyampaikan arahannya.