Ruang Berkarya Peneliti Muda dalam Perubahan Iklim di Sumsel

Puluhan peneliti muda di Indonesia turut berkontribusi melakukan penelitian perubahan iklim di Sumsel.

oleh Nefri Inge diperbarui 05 Des 2022, 09:00 WIB
Para peneliti muda berdiskusi tentang pemetaan lahan di Desa Mekar Jaya Kabupaten Banyuasin Sumsel (Dok. Humas ICRAF / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Sektor pertanian di Sumatera Selatan (Sumsel), sangat tergantung dengan perubahan iklim yang terjadi. Seperti di Kabupaten Banyuasin Sumsel, para petani padi merasakan gagal panen, jika hujan turun dengan deras dan merendam lahan.

Kesulitan yang dialami para petani tersebut, acapkali tak tersampaikan ke pemerintah. Akses yang terbatas membuat mereka tak mampu menyuarakan kegelisahannya.

Mulai dari apa yang terjadi selama perubahan iklim hingga bagaimana solusi terbaik untuk mengantisipasi kegagalan panen tersebut, hingga bagaimana kesetaraan gender dalam mengelola lahan pertanian di Sumsel.

Kegelisahan para petani Sumsel akhirnya terjawab dengan hadirnya para peneliti muda dari berbagai daerah, di Indonesia di tengah masyarakat.

Para peneliti muda hadir sebagai rangkaian program Inkubator Peneliti Muda Lanskap (IPML), yang diinisiasi oleh ICRAF Indonesia melalui proyek Land4Lives yang didukung oleh Global Affairs Canada (GAC).

Nur arifah (24), alumni Fakultas Mipa Biologi Universitas Sriwijaya (Unsri) bersumbangsih dalam penelitian data perubahan iklim di Kabupaten Banyuasin Sumsel.

Dia melihat apa saja infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), lahan dan data sosial dari perubahan iklim tersebut. Informasi tersebut disampaikannya dalam acara Diskusi Lanskap (Dilan): Suara Anak Muda untuk Perubahan Iklim dan Penghidupan Masyarakat Gambut.

“Untuk infrastruktur, kita meneliti seperti apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim tersebut. Mereka juga mengeluhkan tidak adanya pendampingan dalam mengatasi perubahan iklim, hanya sebatas sosialisasi materi semata. Pendampingan itu yang mereka butuhkan selama ini,” ucapnya, Sabtu (3/12/2022).

Lalu, Solihah Faridarus Sofia (23), peneliti muda yang lulusan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, turun langsung ke para petani di Kabupaten Banyuasin Sumsel, untuk melihat bagaimana dampak dari perubahan iklim yang terjadi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Perempuan dan Pertanian

Dua peneliti muda yang berkontribusi pendataan perubahan iklim di Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Dia lebih fokus dengan kesetaraan gender dalam pengolahan lahan pertanian di Kabupaten Banyuasin. Bagaimana tatanan gender di masyarakat itu sendiri. Serta sejauh apa suplay pasar untuk pertanian yang diusahakan oleh masyarakat.

“Ada sedikit tumpang tindih antara laki-laki dan perempuan. Seperti akses informasi dan tata kelola lahan pertanian. Informasi itu saat ini mendominasi oleh laki-laki, karena sedari awal, laki-laki yang turun ke lahan dibandingkan perempuan,” ucapnya.

Hal tersebut ternyata tidak berpengaruh besar pada pengolahan lahan, termasuk antisipasi perubahan iklim. Namun berbeda halnya dengan kondisi petani perempuan, yang merupakan orangtua tunggal.

Para perempuan merasakan syok ketika harus membagi waktu dan tenaganya, untuk mengurus lahan pertanian hingga memenuhi kebutuhan di rumah untuk anak-anaknya. Tak sedikit para perempuan yang juga orangtua tunggal, harus menjalani tanggung jawab seperti itu.


Dunia Penelitian

Diskusi Lanskap (Dilan): Suara Anak Muda untuk Perubahan Iklim dan Penghidupan Masyarakat Gambut di Sumsel (Dok. Humas ICRAF / Nefri Inge)

David Susanto, Koordinator Provinsi Land4Lives wilayah Sumsel mengatakan, riset para peneliti muda dilakukan selama tiga bulan di lapangan.

Dalam penelitian tersebut, akan melibatkan pemerintah, perusahaan dan akademisi untuk memberikan sumbangsihnya dari hasil temuan para peneliti di lapangan. Hasil laporan tersebut digunakan ICRAF, untuk melanjutkan proyek perubahan iklim selanjutnya hingga tahun 2026 mendatang.

Penelitian dilakukan di dua kawasan sub-lanskap. Yakni 6 desa di Kawasan Hutan Gambut (KHG) di Banyuasin dan 6 desa di wilayah kelola Kesatuan Pengelolaan Hutan (KHP) di Lalan Medis di Kabupaten Musi Banyuasin Sumsel. Selain Sumsel, program ini juga digelar di Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Dari 180 orang yang daftar, ada 37 orang peneliti yang bergabung. Mereka yang baru tamat kuliah dan tidak punya banyak pengalaman, mendapatkan wadah untuk mengetahui bagaimana dunia penelitian itu. Mereka juga memotivasi masyarakat dan pelajar, tentang lingkungan itu seperti apa,” ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya