Liputan6.com, Jakarta - Rapper Ye, atau yang lebih dikenal dengan nama Kanye West, kembali ditangguhkan akun Twitter-nya, usai mengunggah gambar simbol di dalam Star of David atau Bintang Daud.
CEO dan pemilik Twitter Elon Musk, mengonfirmasi penangguhan tersebut pada Kamis malam waktu setempat. Ia mencatat, Ye telah melanggar aturan terhadap hasutan untuk melakukan kekerasan.
Advertisement
Seperti diketahui, akun Twitter Kanye West baru saja dipulihkan setelah ia sempat diblokir dari platform tersebut.
Kembalinya Ye ke Twitter tak lama setelah Elon Musk mengatakan bakal mengembalikan beberapa akun tokoh publik kontroversial yang sudah diblokir, di antaranya Donald Trump dan Andrew Tate.
Dikutip dari The Verge, Sabtu (3/12/2022), akun Twitter Ye hanya bertahan selama beberapa pekan, sebelum akhirnya diblokir lagi.
"Saya mencoba yang terbaik," kata Musk. "Meskipun begitu, dia kembali melanggar peraturan kami yang melarang hasutan untuk melakukan kekerasan. Akun akan ditangguhkan."
Ye juga diketahui sempat mengunggah foto yang seakan mengolok-olok Elon Musk sebelum akun itu dihapus. Namun, CEO Tesla itu menyebut penangguhan tersebut bukan karena gambar itu.
"Sebagai klarifikasi akunnya ditangguhkan karena hasutan kekerasan, bukan karena foto saya yang tidak menyenangkan yang disemprot oleh Ari," ujarnya dalam sebuah cuitan.
"Saya melihat gambar tersebut adalah motivasi yang membantu untuk menurunkan berat badan," kata Elon Musk menanggapinya dengan santai.
Tak Jadi Beli Parler
Selain Twitter, Ye diketahui juga kena hukuman dari Instagram pada bulan Oktober, yang mengunggah tangkapan layar yang memperlihatkan pesan teks antara dirinya dan rapper Sean "Diddy" Combs.
Dalam unggahan percakapan tersebut, ia menuding Diddy dikendalikan oleh orang-orang Yahudi.
Diblokir dari banyak media sosial, Ye dilaporkan sempat ingin membeli situs media sosial Parler, yang mengklaim sebagai alternatif "kebebasan berbicara" dari Twitter.
Namun, Parlement Technologies, perusahaan induk Parler, mengonfirmasi di hari Kamis bahwa Ye tidak jadi membeli platform tersebut.
Pengumuman itu datang tak lama setelah Ye melontarkan kata-kata kasar antisemit saat tampil di program Infowars dari ahli teori konspirasi Alex Jones.
Di acara itu, Ye juga memuji Adolf Hitler dan mengatakan, "Saya melihat hal-hal baik tentang Hitler."
Ye sendiri semakin terbuka menyatakan dukungan untuk gerakan sayap kanan dalam beberapa tahun terakhir. Ia bertemu dengan mantan presiden Donald Trump di Mar-a-Lago minggu lalu, bersama nasionalis kulit putih Nick Fuentes.
Advertisement
Twitter Dinilai Kurang Aman Usai Diambil Alih Elon Musk
Sebelumnya, mantan Head of Trust and Safety di Twitter, Yoel Roth, mengatakan dirinya yakin platform media sosial tersebut saat ini kurang aman di bawah Elon Musk.
"Saya tidak yakin bahwa Twitter aman di bawah kendali Elon Musk," ujar Roth di sebuah acara yang diselenggarakan Knight Foundation, dikutip dari Engadget, Rabu (30/11/2022).
Komentar Roth menuai perhatian karena dia adalah satu-satunya eksekutif puncak yang secara terbuka mendiskusikan apa yang terjadi di Twitter setelah pengambilalihan Musk.
Roth, anggota lama tim kebijakan Twitter, merinci kampanye trolling terkoordinasi yang menyebabkan lonjakan cercaan rasis di platform.
Elon Musk sering menyoroti tweet-nya dan menjelaskan tentang apa yang dilakukan Twitter untuk menghentikan serangan rasis.
Tetapi Roth mengatakan, meskipun dia awalnya optimistis, gangguan dalam "legitimasi prosedural" akhirnya menyebabkan dirinya hengkang dari perusahaan.
Dia mengungkapkan bahwa Musk awalnya ingin membentuk 'dewan moderasi' sebelum membuat keputusan/kebijakan besar di Twitter, tetapi Musk lebih suka membuat keputusan sendiri.
Perhatikan Fitur Keamanan Utama
Roth mengimbau kepada pengguna untuk memperhatikan apakah fitur keamanan utama, seperti memblokir dan membisukan tweet, terus berfungsi secara normal, serta fitur perlindungan privasi seperti tweet yang dilindungi.
"Jika tweet yang dilindungi berhenti berfungsi, berarti ada sesuatu yang salah," katanya.
Ia menambahkan, meskipun Twitter mungkin dapat meningkatkan sistem pembelajaran mesinnya, kurangnya kebijakan orang yang berpengalaman dan keselamatan karyawan di perusahaan akan merugikan platform tersebut.
“Apakah ada cukup banyak orang yang memahami munculnya kampanye jahat yang terjadi pada layanan dan memahaminya dengan cukup baik untuk memandu strategi produk dan arah kebijakan,” Roth mempertanyakan.
"Saya rasa tidak ada cukup orang tersisa di perusahaan yang dapat melakukan pekerjaan itu," pungkasnya.
(Dio/Isk)
Advertisement