Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, kanker ovarium di Indonesia menempati posisi ketiga dari segi insiden dan tingkat kematian. Kejadian kanker ovarium memang seringkali tidak terdeteksi sejak awal.
Hal tersebut lantaran menurut spesialis kebidanan dan kandungan konsultan onkologi ginekologi, dr Oni Khonsa, kanker ovarium memang memiliki gejala yang nyaru dengan penyakit lainnya. Sehingga kerap disalahartikan.
Advertisement
"Gejala kanker ovarium seringkali disalahartikan dengan gejala penyakit lain. Sehingga sering luput dari perhatian dan baru ditemukan ketika telah mencapai stadium lanjut," ujar Oni dalam press briefing bersama Cancer Information & Support Center (CISC) dan AstraZeneca, Sabtu (3/12/2022).
Oni menjelaskan, deteksi kanker ovarium dapat mengacu pada 6 faktor risiko dan 4 gejala.
10 tanda itu sendiri tengah digaungkan melalui Kampanye 10 Jari Kanker Ovarium oleh CISC, AstraZeneca, dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Lalu, apa sajakah itu? Berikut diantaranya.
Enam Faktor Risiko Kanker Ovarium
- Memiliki riwayat kista endometrium
- Memiliki riwayat keluarga dengan kanker ovarium dan/atau kanker payudara
- Mutasi genetik seperti BRCA
- Paritas rendah
- Gaya hidup buruk
- Pertambahan usia
Empat Gejala Kanker Ovarium
- Sering mengalami perut kembung
- Ada penurunan nafsu makan
- Sering buang air kecil
- Muncul nyeri panggul atau perut
"Ketika didalam keluarga atau kita punya faktor risiko yang enam itu, kemudian ada lagi gejala yang match empat. Wah, matching nih. Waspada, pemikiran dalam otak kita 'Saya harus mencari pertolongan' untuk memeriksa apakah mengarah ke kanker ovarium," kata Oni.
Lebih Awal Tahu, Lebih Baik
Dalam kesempatan yang sama, Oni mengungkapkan bahwa minim informasi dan pengetahuan terkait kanker ovarium sebenarnya sangat mengkhawatirkan. Hal tersebut lantaran ketidaktahuan pada faktor risiko maupun gejala bisa menghalangi para perempuan untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
"Padahal jika dideteksi lebih awal, kanker ovarium dapat ditangani. Faktanya, 20 persen dari kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium awal, 94 persennya dapat hidup lebih dari lima tahun setelah didiagnosis," ujar Oni.
Oni mengungkapkan, gejala klinis umumnya muncul karena sudah adanya pertumbuhan dan komplikasi pada stadium lanjut. Pada saat stadium awal, kanker ovarium kerap tidak terdeteksi.
"Saat keadaan sudah pada stadium yang lanjut itulah, kanker akan sulit disembuhkan," kata Oni.
"Oleh karena itu, jika memiliki salah satu dari 6 faktor risiko dan salah satu dari 4 gejala kanker ovarium seperti yang diinformasikan dalam Kampanye 10 Jari, harus cepat konsultasi ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan menyeluruh," tambahnya.
Advertisement
Mengobati Kanker Ovarium, Gimana Sih Caranya?
Lebih lanjut Oni mengungkapkan bahwa penanganan yang umum dilakukan untuk kanker ovarium adalah operasi dan kemoterapi. Penanganan ini bergantung pada stadium apa yang dimiliki pasien.
"Pada kanker ovarium stadium awal, dimana penyakit ini masih terbatas di ovarium, penanganan dan pengobatan memiliki kemungkinan besar untuk berhasil," ujar Oni.
Pendapat selaras diungkapkan oleh Liesdiana, salah seorang pasien kanker ovarium yang telah menjalani kemoterapi hingga 30 kali. Menurutnya, para perempuan Indonesia memang perlu mengetahui faktor risiko dan gejala agar bisa punya peluang hidup lebih baik.
"Saya merasakan sendiri pentingnya mengetahui dan menyadari gejala serta segera berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan penanganan terhadap kanker ovarium. Itu yang membuat saya masih bisa bersama keluarga saat ini," kata Liesdiana.
Edukasi Bisa Bantu Menyelamatkan Diri
Liesdiana pun berharap para perempuan Indonesia bisa memiliki pemahaman yang baik soal kanker ovarium, terutama soal 6 faktor risiko dan 4 gejala yang ada. Menurutnya, itu cukup membantu para perempuan untuk teredukasi.
Begitupun menurut Duta Peduli Kanker Ovarium, Shahnaz Haque. Dirinya mengakui bahwa dulu ia pernah menyalahartikan gejala dan faktor risiko kanker ovarium.
"Dan itu tidak saya harapkan terjadi pada perempuan di Indonesia lagi. Saya berharap perempuan Indonesia lebih peduli pada kesehatan dirinya dan salah satunya dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait kanker ovarium," kata Shahnaz.
Advertisement