Investor Ritel Melambung Harus Dibarengi Melek Risiko Finansial

Optimisme ini tentunya tidak terlepas dari semakin berkualitasnya jenis investasi yang dilakukan investor ritel.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 03 Des 2022, 16:06 WIB
Presiden Jokowi beberkan mengenai resesi global yang disebut akan mulai menghantui masyarakat mulai awal tahun depan. (unsplash.com/charlesdeluvio)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, Adi Budiarso menyebutkan 2023 merupakan fase konsolidasi fiskal dan investor ritel menjadi potensi untuk mendorong sektor keuangan lebih inklusif. Ini bila dilihat dari segi perkembangan sektor fiskal.

“Di tahun 2023, pertumbuhan ekonomi global dinilai akan cenderung menurun. Namun, Indonesia dipercaya akan menjadi engine growth dengan estimasi tingkat pertumbuhan sampai 5 persen dan mendorong pemulihan ekonomi lewat konsolidasi fiskal,” ujar Adi dalam siaran pers dikutip Sabtu (3/12/2022).

Ini dia ungkapkan sebagai salah satu pengisi acara beberapa waktu lalu. Para regulator dan pelaku bisnis berdiskusi tentang bagaimana memanfaatkan tren positif perkembangan investor ritel bisa dalam momentum pemulihan ekonomi pasca pandemi.

Optimisme ini tentunya tidak terlepas dari semakin berkualitasnya jenis investasi yang dilakukan investor ritel, didorong oleh literasi keuangan yang memadai.  Tingginya angka investor ritel juga bisa diterjemahkan sebagai dukungan bagi sektor industri untuk menciptakan bisnis yang bukan hanya menghasilkan profit, tetapi juga berkelanjutan dan berdaya saing.

Investor Ritel Perlu Melek Risiko Finansial

Co-Founder Pluang, Claudia Kolonas menekankan antusiasme investor ritel perlu dibarengi oleh kesadaran melek risiko finansial yang tinggi.

“Kami bangga melihat antusiasme para investor ritel yang dapat mendiversifikasi asetnya dalam satu platform sekaligus sesuai resiko instrumen investasinya. Ketertarikan masyarakat Indonesia untuk investasi pada produk beresiko tinggi, sebetulnya tidak masalah jika pengguna melakukan diversifikasi portofolio,” jelas Claudia.

Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 1A, Ona Retnesti Swaminingrum menuturkan dari sisi regulator lainnya, penting juga untuk memiliki langkah proaktif untuk bersinergi dalam melindungi investor ritel.

“Kami turut bangga bahwa pemodal ritel sudah memiliki akses luas dan keberanian untuk berinvestasi. Sayangnya, hal ini tidak dibarengi oleh pengetahuan finansial yang membuat mereka menjadi rentan dari segi keamanan digital maupun keuangan,” tutur Ona.

 


Mayoritas Investor Pasar Modal Berusia di Bawah 30 Tahun

Peserta mengikuti cara berinvestasi Mandiri Skuritas di Bursa Efek Jakarta, Selasa (17/11). Mandiri Sekuritas terus mendorong pertumbuhan jumlah investor pasar modal di Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Wakil Ketua Umum II AFTECH, Aldi Haryopratomo juga menyampaikan harapannya terhadap diskusi mengenai investor ritel ini. Data KSEI menunjukan mayoritas investor pasar modal berusia di bawah 30 tahun.

“Kami harap diskusi ini menjadi masukan bagaimana cara mengoptimalkan edukasi finansial, yang nantinya akan kami sampaikan kepada para regulator maupun pelaku industri di akhir rangkaian Bulan Fintech Nasional.” ujar Aldi

Aldi menambahkan, penting bagi para regulator, pelaku bisnis dan asosiasi seperti AFTECH untuk mendidik dan mengayomi generasi muda agar mereka lebih sadar akan manfaat dan resiko dari berinvestasi. 

 

DisclaimerSetiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya