6 Mantra Bahagia dari Kaum Stoa Penganut Stoikisme

Berikut cara bahagia yang dapat kita ikuti dari kaum Stoa.

oleh Anissa Rizky Alfiyyah diperbarui 04 Des 2022, 09:01 WIB
foto: pixabay

Liputan6.com, Jakarta- Ada berbagai cara untuk memeroleh kebahagiaan, salah satunya adalah menerapkan ajaran stoicismStoicism atau stoikisme berawal dari seorang di Athena pada awal abad ke-3 SM. Seorang mantan budak, Epictetus; politisi era Kaisar Neo, Seneca; dan seorang Kaisar, Marcus Aurelius adalah beberapa yang menganut ajaran stoa. 

Ajaran ini berdasar pada perkembangan logika yaitu retorika dan dialektika. Ajaran ini membahas perkembangan fisika dan etika yang didalamnya memuat teologi dan politik. 

Satu hal yang disoroti adalah pandangan berbeda stoicism terhadap kebahagiaan. Stoicism menganggap hidup bahagia adalah jika kita dapat mengendalikan emosi negatif dalam diri kita. Stoicism menganggap bahwa kita bisa bahagia bahkan saat kebebasan kita sepenuhnya direnggut orang lain. Para filsuf Stoikisme menganggap kebahagiaan itu bukan untuk dikejar melainkan dikendalikan. 

Beberapa strategi para Stoa menarik untuk dipelajari dan diikuti, utamanya dalam membantu kita meningkatkan suasana hati dan kebahagiaan secara menyeluruh. Menurut mereka, kita yang membuat diri kita tidak bahagia dan kita juga yang bertanggung jawab atas kesengsaraan kita. 

Mengutip The Collector, berikut beberapa ‘mantra’ Stoa yang dapat kita implementasikan di hidup kita agar kita lebih bahagia:

1. Renungkan Kematian

Kaum Stoa memandang kematian sebagai sarana untuk mencapai ketenangan dan sukacita. Jarang sekali ada hal-hal yang mendatangkan tekanan yang lebih besar pada cara hidup kita melebihi kematian. Kematian memotivasi kita, membuat kita melupakan hal-hal sepele dan lebih fokus pada hal-hal yang mencukupi kita. 

Ingatlah, kematian bukanlah sesuatu yang sedang kita tuju. Seperti yang dikatakan Seneca, kita mati setiap menit, setiap hari. Bahkan, Anda sedang sekarat saat Anda membaca ini.


2. Fokus Hanya pada Apa yang Dapat Anda Kendalikan

Ilustrasi Ekspresi Bahagia Credit: pexels.com/pixabay

Kaum Stoa berpendapat bahwa hanya dua hal yang berada di bawah kendali kita yaitu pikiran dan tindakan kita. Segala sesuatu yang lain berada di luar kendali kita dan karenanya tidak layak untuk dicemaskan.

"Beberapa hal berada dalam kekuasaan kita, sementara yang lain tidak. Yang berada dalam kekuasaan kita adalah opini, motivasi, keinginan, keengganan, dan, singkatnya, apa pun yang kita lakukan sendiri,” tulis Epictetus. 

Apakah Anda mengendalikan cuaca? Apakah Anda mengendalikan lalu lintas? Apakah Anda mengendalikan pasar saham? Ingatkan diri Anda sendiri bahwa Anda tidak mengendalikannya setiap kali ada yang tidak beres dengan hal-hal itu.

Para Stoa percaya, tugas kita dalam hidup ini hanyalah untuk mengidentifikasi dan memisahkan beberapa hal. Sehingga, kita dapat dengan tegas mengatakan kepada diri kita mana yang bisa dikendalikan dan mana yang tidak. 

Baik atau buruk, nyaman atau tidak, semuanya berada di bawah kendali kita. Salah satu pintu menuju kebahagiaan adalah dapat memilih dan memahami serta mengendalikan semuanya sesuai dengan apa yang dapat kita kontrol. 


3. Batasi Keinginan dan Berdamai dengan Ketidaknyamanan

Ilustrasi Kisah Cinta Bertepuk Sebelah Tangan Credit: pexels.com/pixabay

Kebanyakan orang percaya bahwa dengan harta yang banyak maka kebahagiaan kita juga melimpah. Sebaliknya, kaum Stoa tidak percaya itu. Kaum Stoa percaya bahwa semakin sedikit barang dan harta yang kita miliki, maka kita akan semakin bahagia. Selain itu, mereka juga percaya bahwa kita tidak hanya harus menahan diri untuk tidak memiliki banyak hal. Tetapi, kita juga harus membatasi keinginan kita untuk memilikinya. 

Beberapa filsuf Stoa juga mempraktikkan ini dan mereka percaya bahwa hal ini membuat mereka lebih menghargai sesuatu. Mereka mempraktikkan ketidaknyamanan agar siap menghadapi tantangan hidup dan tidak terlalu bergantung pada benda-benda.

Seneca percaya bahwa menempatkan diri Anda dalam situasi yang penuh tekanan akan meningkatkan ketahanan Anda. Dalam Catatan Moralnya kepada Lucilius (Surat 18 - Tentang Festival dan Puasa), dia mengatakan, "Sisihkan beberapa hari tertentu, di mana Anda harus rela makan seadanya dan semurah mungkin, dengan pakaian sederhana dan kasar, dan berkata kepada diri Anda sendiri: 'Inikah kondisi yang saya takutkan?"

Anda bisa mempraktikkan ini dengan berpuasa atau mandi air dingin. Anda bisa memilih untuk tidak menggunakan A/C sesekali atau pergi keluar dengan berpakaian tipis dalam cuaca dingin. Anda akan melihat bahwa ini bukanlah akhir dari dunia jika Anda melakukan hal-hal ini. Anda bahkan mungkin menemukan satu atau dua hal tentang diri Anda sendiri.


4. Journaling

Ilustrasi menulis (dok. Pixabay.comStockSnap/Putu Elmira)

Marcus Aurelius, seorang Kaisar Roma yang paling berkuasa di zamannya adalah seorang penganut Stoa yang mengimplementasikan ajaran-ajaran Stoa dengan journaling.

Aurelius memiliki banyak hal untuk dipikirkan, termasuk masalah hidup dan mati. Tapi, ia meluangkan waktu khusus untuk menuangkan semua pemikirannya, apa yang mengganggunya, dan apa yang ia bisa lakukan sebagai seorang penguasa dan seorang Stoa melalui Journaling

Dalam psikologi, Journaling terbukti dapat membantu mengurangi stres, depresi, dan kecemasan. Karena kita dapat memilah dan menumpahkan berbagai emosi kita, dengan journaling, kita dapat mengendalikan emosi kita lebih baik dan meningkatkan kesehatan mental. 

Penelitian bahkan menunjukkan bahwa menulis jurnal dapat membantu individu mengembangkan pola yang lebih terstruktur, adaptif, dan terintegrasi tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan dunia.


5. Bayangkan Skenario Terburuk

Ilustrasi Overthinking Credit: freepik.com

Dalam bukunya "A Guide to the Good Life: The Ancient Art of Stoic Joy," William Irvine menggambarkan visualisasi negatif sebagai "teknik tunggal yang paling berharga dalam perangkat psikologis Stoa."

Visualisasi negatif membuat Anda sepenuhnya menghargai hal-hal yang Anda miliki dengan membayangkan bahwa mereka akan hilang suatu hari nanti. 

Ini bisa termasuk teman, anggota keluarga, anak-anak, dan orang lain yang Anda sayangi. Membayangkan bahwa kehilangan mereka mungkin akan membuat Anda lebih menghargai mereka pada saat Anda berbagi makanan atau pergi berdua.

Ini adalah salah satu prinsip dan teknik yang sering dikritik oleh mereka yang mengatakan bahwa pemikiran seperti itu akan membuat Anda berada dalam keadaan kesengsaraan terus-menerus. Tentu saja, ada perbedaan antara merenungkan dan mengkhawatirkannya mati-matian. 


6. Internalisasikan Tujuan

Ilustrasi perempuan sedang asik bekerja/copyright freepik.com

Prinsip ini terkait erat dengan dikotomi kontrol, yaitu bahwa kita tidak perlu mengkhawatirkan hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan dan sebaliknya fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan.

Dalam buku terlarisnya, Atomic Habits, James Clear mengatakan, "Ketika Anda jatuh cinta pada prosesnya daripada produknya, Anda tidak perlu menunggu untuk memberi diri Anda izin untuk bahagia." 

Jika Anda bekerja dengan sistem 9-5, Anda memiliki kendali atas upaya yang Anda investasikan setiap hari untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Jika Anda mencoba menurunkan berat badan, Anda mengontrol apa yang Anda makan dan seberapa banyak Anda berolahraga.

Hal-hal inilah yang harus Anda renungkan untuk mencapai tujuan Anda. Bukan mengharapkan kehidupan yang lebih mudah, mengharapkan hubungan, mengharapkan gaji yang lebih tinggi. Anda hanya harus benar-benar melakukan pekerjaan, melakukan tindakan yang diperlukan. Jatuh cinta dalam prosesnya, tidak mengharapkan apa-apa lagi.

Infografis 3 Hormon Bahagia Jaga Imunitas Tubuh dari Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya