Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat berkomitmen agar pandemi HIV/AIDS bisa ditumpaskan secara global. Ini menjadi fokus agenda kesehatan global AS.
Dilaporkan VOA Indonesia, Sabtu (3/12/2022), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada mereka yang menghadiri acara Hari AIDS Sedunia hari Jumat (2/12) di Departemen Luar Negeri bahwa pemerintahan Biden meluncurkan strategi global lima tahun untuk mengakhiri epidemi HIV/AIDS pada tahun 2030.
Baca Juga
Advertisement
Pemerintah merilis rencana itu Kamis (1/12) untuk meningkatkan tanggapannya terhadap HIV/AIDS dengan tujuan baru secara global dengan fokus baru pada populasi yang rentan.
“Terlalu banyak negara yang masih memiliki sistem kesehatan masyarakat yang rapuh dan kekurangan sumber daya, sehingga membuatnya sulit untuk menawarkan layanan di luar pengobatan HIV/AIDS, dan itu melemahkan kemampuan kami untuk menanggapi ancaman yang muncul,” kata Blinken kepada hadirin.
Dia menambahkan, “Kami sekarang memiliki Strategi PEPFAR lima tahun yang baru; kami meluncurkannya kemarin. Dan tujuan utama dari strategi tersebut adalah untuk mengisi kesenjangan yang ada.”
Acara yang diselenggarakan oleh Business Council for International Understanding (BCIU) di Washington, D.C. itu menandai hampir dua dekade, sementara program Rencana Darurat Presiden AS untuk Bantuan AIDS (PEPFAR) telah membantu lebih dari 50 negara di seluruh dunia memerangi epidemi AIDS sekaligus meningkatkan keamanan kesehatan global, dan pembangunan ekonomi.
“Tapi inilah kenyataannya. Bahkan saat kita merayakan keberhasilan PEPFAR, kita tidak boleh melupakan pekerjaan yang sangat serius yang masih diperlukan untuk mengakhiri epidemi HIV global pada tahun 2030. Tingkat infeksi kembali meningkat di banyak bagian dunia,” kata Antony Blinken.
Penting bagi Wanita untuk Tes HIV Sebelum Hamil
HIV masih banyak terjadi pada anak. Data himpunan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan terdapat 12.553 anak di bawah usia 14 tahun yang terinfeksi HIV pada 2010 hingga September 2022.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes, Imran Pambudi mengungkapkan bahwa di Indonesia, kasus HIV pada anak dominan terjadi pada mereka yang berusia di bawah empat tahun.
"Kalau dilihat jumlahnya, usia kurang dari empat tahun itu lebih dominan pada anak dengan HIV, dan kalau dilihat dari total, itu ada sekitar 12.533 anak usia 14 tahun ke bawah yang diketahui status HIV-nya. Ini data 2010 sampai September 2022," kata Imran dalam konferensi pers Hari AIDS Sedunia pada Kamis, 29 November 2022.
Berkaitan dengan hal ini, Ketua Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia (PDPAI), Dr dr Evy Yunihastuti mengungkapkan bahwa HIV memang dapat menular pada anak. Namun, virus dapat ditularkan dari ibu, bukan dari bapak.
"Jadi biasanya dari ibu ketika hamil. Kemudian bisa menular lewat plasenta, persalinan, dan lewat ASI. Karena itu, kalau kita tidak tahu sama sekali, itu risikonya sampai 30-40 persen. Jadi bayi bisa kena," kata Evy saat media briefing bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ditulis Jumat, (2/12/2022).
Meski begitu, Evy menjelaskan, penularan HIV dari ibu ke anak tetap bisa dicegah dengan deteksi dan pengobatan secara rutin. Itulah mengapa wanita menjadi salah satu orang yang wajib melakukan tes HIV sebelum hamil.
"Salah satu orang yang wajib ditawarkan tes HIV itu ibu hamil, semua ibu hamil. Kalau kita bisa lakukan pencegahan, risiko 30-40 persen tadi bisa menurun jadi kurang dari satu persen. Sehingga bayinya bisa sehat," ujar Evy.
Advertisement
Penularan ke Anak
Lebih lanjut Evy mengungkapkan bahwa tes HIV bisa dilakukan sebelum menikah. Tes tersebut biasanya dilakukan oleh calon pengantin dan umumnya ditawarkan oleh para dokter.
Jika dinyatakan positif, maka pasien bisa mengonsumsi antiretroviral (ARV).
"Apalagi kalau virusnya sudah tidak terdeteksi, itu biasanya tidak akan menyulitkan proses mendapatkan izin menikah tersebut," kata Evy.
Menurut Evy, masalah HIV pada anak pun menjadi salah satu hal yang menyedihkan di Indonesia. Hal tersebut lantaran banyak anak yang terinfeksi HIV karena tes pada ibu hamil dan upaya pencegahannya masih minim.
"Yang sedih Indonesia itu PR-nya paling besar adalah masih banyak anak yang terkena HIV, karena berarti tes di ibu hamilnya dan upaya kita mencegah di ibu hamilnya belum mencapai target," ujar Evy.
"Sementara di tempat-tempat lain, jangan jauh-jauh, di Thailand, Malaysia, mungkin hampir enggak ada lagi anak yang HIV dari ibunya karena semua ibunya sudah dites. Kalau ketahuan HIV, sudah diobati," tambahnya.
Penanganan HIV untuk Anak
Evy menjelaskan, saat ARV sudah diberikan gratis di Indonesia, dirinya banyak dihadapkan dengan pasien HIV usia anak yang berlanjut hingga dewasa. Pengobatannya pun menjadi berubah saat anak sudah berusia di atas 18 tahun.
"Sudah lama ya ada terapi ARV gratis. Kami sudah mulai berhadapan dengan kasus anak yang tadinya waktu kecil didiagnosis HIV, sudah dapat ARV. Kemudian pindah ke layanan dewasa dan itu lumayan challenging," kata Evy.
"Kadang-kadang sedihnya anak-anak itu sudah tidak punya orangtua, sudah meninggal. Sekarang mereka harus menghadapi berbagai macam kondisi sebagai orang dewasa. Beda banget menghadapinya dibanding dengan menghadapi orang yang kena HIV baru saat dewasa."
Sebelumnya, Evy turut menjelaskan soal pengobatan HIV dan cara mengakses obat-obatannya. Di Indonesia sendiri, pengobatan HIV banyak disediakan secara gratis di beberapa puskesmas dan rumah sakit.
Namun obat HIV tidak bisa didapatkan secara bebas di apotek lantaran konsumsinya tidak bisa sembarangan. Penggunaannya harus sesuai dengan anjuran dokter dan terpantau.
Advertisement