RKUHP Bakal Disahkan DPR, Ini 6 Isu Krusial yang Masih Jadi Sorotan

RKUHP dijadwalkan disahkan DPR pada Selasa (6/12/2022), melalui rapat paripurna di Parlemen Senayan. Ada isu yang masih menjadi sorotan, di antaranya hukuman koruptor.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 05 Des 2022, 07:52 WIB
Mural bertulis 'Menolak RKUHP Bukan Menunda' terpampang pada dinding di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta, Selasa (1/10/2019). Mural tersebut respons dari seniman Jakarta terhadap RUU KUHP yang dinilai mencederai tatanan demokrasi. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dijadwalkan akan disahkan DPR pada Selasa (6/12/2022), melalui rapat paripurna di Parlemen Senayan. Meski begitu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Bayu Satria Utomo menegaskan, masih banyak masalah di dalamnya.

“Kami menemukan lebih dari 48 pasal bermasalah. Empat puluh delapan pasal ini bisa merugikan rakyat karena banyak hal,” kata Bayu dalam keterangan pers diterima, Senin (5/12/2022).

Bayu menambahkan, adalah wajar bila Aliansi Nasional Reformasi KUHP menerbitkan buku berjudul RKUHP: Panduan Mudah #TibaTibaDipenjara saat Aksi Kamisan ke-755, di Taman Pandang Istana pada Kamis pekan kemarin. Sebab, RKUHP yang tinggal disahkan tersebut diyakini akan merugikan rakyat karena merampas hak mereka untuk membela diri sendiri.

“RKUHP bisa merugikan rakyat karena hanya akan berlaku untuk masyarakat kecil. Belum pernah ada pejabat negara aktif dipidana menggunakan KUHP, selama ini mereka dipidana hanya dengan UU Tindak Pidana Korupsi,” tegas Bayu.

Bayu dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP lalu memaparkan, enam isu krusial yang terkandung di dalam RKHUP. Enam isu ini menjadi yang paling disorot dalam detik-detik pengesahannya.

Isu pertama soal pasal-pasal penghinaan presiden, lembaga negara dan pemerintah. Bayu menjelaskan, pas-pasal di dalam isu terkait merugikan rakyat karena membungkam suara untuk mengkritik kerja Presiden, Lembaga Negara, dan Pemerintah yang tengah berkuasa. 

“Padahal, rakyat yang memilih mereka untuk berkuasa, rakyat pula yang membayar gaji mereka untuk bekerja,” kritik Bayu.

Isu Kedua, pasal yang mengatur pawai dan unjuk rasa. Pasal ini merugikan rakyat karena menutup ruang masyarakat untuk berpendapat. Salah satu contoh nyata adalah Aksi Kamisan yang sudah 755 kali dilakukan. Aksi ini selalu tertib dilakukan dengan pemberitahuan, namun tetap kerap dihalang-halangi dan dihambat.

“Yang rakyat butuhkan adalah perlindungan terhadap kebebasan berpendapat. DPR dan Pemerintah yang baik, buatlah pasal yang menghukum pelaku-pelaku yang menghambat kami berpendapat dengan tertib,” kata Dela, warga Muara Baru Jakarta yang juga berprofesi sebagai paralegal.

 

 


Pasal Tentang Pencemaran

Isu Ketiga, pasal tentang pencemaran dan perusakan lingkungan. Pasal ini menyulitkan pembuktian karena tidak ada pengaturan yang jelas mengenai derajat kerusakan lingkungan. Penjahat lingkungan yang mayoritas adalah korporasi menjadi sulit dikejar karena pembuktiannya bergantung pada kesalahan pengurus, bukan korporasi itu sendiri.

“DPR perlu memastikan bahwa tindak pidana lingkungan benar-benar dihapuskan dalam RKUHP karena kejahatan lingkungan adalah tindak pidana khusus yang tidak layak menjadi substansi RKUHP,” kata Satrio selaku perwakilan WALHI Eksekutif Nasional dalam siaran pers yang sama.

Isu Keempat, pasal tentang paham yang bertentangan dengan Pancasila. Menurut Aliansi Nasional Reformasi KUHP, kata-kata “yang bertentangan dengan Pancasila” sangat berbahaya. Sebab, tidak ada ukuran yang jelas untuk menilai seseorang bertentangan atau sejalan dengan Pancasila. 

Isu kelima, pasal tentang tindak pidana korupsi. Pasal ini salah satu bukti nyata bahwa RKUHP sangat memihak penguasa. Dalam RKHUP, seluruh hukuman badan (penjara) dan denda untuk koruptor, diturunkan.

Terakhir, yang keenam, pelanggaran HAM berat. Pelanggaran HAM berat yang tadinya adalah tindak pidana khusus, oleh RKUHP akan diubah jadi tindak pidana umum. Tak ada lagi keistimewaan dalam penindakan hukum pelanggaran HAM berat dan Pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum RKUHP disahkan tidak akan bisa dibawa ke proses hukum. 

“Maaf Bu Sumarsih,  Maaf Para Korban 1965, Maaf Para Korban Pelanggaran HAM Berat, harapan kita yang sudah sangat tipis ini, akan hilang jika RKUHP bermasalah ini disahkan,” kata Fatia Maulidiyanti dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Sebagai informasi, kepada masyarakat yang konsen terhadap Buku RKUHP: Panduan Mudah #TibaTibaDiPENJARA dapat mengunduhnya secara langsung melalui situs reformasikuhp.org atau lewat tautan berikut https://reformasikuhp.org/ analisa-masalah-masalah-dalam- rkuhp-pasca-24-november-2022/

Infografis Deretan Pasal dalam Draf RKUHP Atur Penghinaan Presiden-Wapres. (Liputan6.com/Trieyasni)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya