Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani meminta kepada pemerintah untuk membuat aturan yang elbih fleksibel dalam menghadapi gejolak ekonomi 2023.
Hariyadi memandang, upaya ini perlu dilakukan demi meminimalisir terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), seperti yang sudah terjadi di industri tekstil. Setidaknya sektor industri ini sudah melakukan PHK lebih dari 79 ribu pekerja di Jawa Barat.
Advertisement
Salah satu yang diusulkan adalah dengan mengizinkan pengurangan jam kerja dan pembayaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan.
“Ini dilonggarkan dulu sampai situasi menjadi lebih baik untuk sektor yang tadi disebutkan,” ucapnya, dikutip dari Antara, Senin (5/12/2022).
Perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa juga perlu dipercepat penyelesaiannya untuk meraih peluang di tengah risiko resesi negara-negara di Eropa.
“Kita punya potensi masuk ke Eropa di tengah resesi mereka. Karena konsumen Eropa sudah tidak ingin mengkonsumsi produk negara yang dianggap melanggar HAM (Hak Asasi Manusia) seperti Myanmar dan Bangladesh, tapi Indonesia masih dianggap baik,” ucapnya.
Prediksi Pertumbuhan Ekonomi
Di sisi lain Apindo juga optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 masih di atas 5 persen atau kisaran 5,15 persen - 5,56 persen.
“Kami yakin pertumbuhan ekonomi bisa mencapai di atas 5 persen, bisa lebih tinggi lagi kalau pemerintah bekerja keras. Tapi ada juga faktor global yang perlu diantisipasi,” kata Hariyadi.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang terendah dan tertinggi berjarak cukup jauh karena ketidakpastian ekonomi global masih tinggi, tetapi ia meyakini ekonomi nasional akan tumbuh di atas 5 persen.
Ia memperkirakan permintaan terhadap barang-barang di luar pangan akan mengalami penurunan yang cukup besar, seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur sehingga omzet pelaku usaha di sektor ini juga berpotensi menurun.
Advertisement
Indeks Manufaktur Indonesia Melambat, Hati-Hati Potensi PHK
Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur atau indeks manufaktur Indonesia melambat dari 51,8 di Oktober 2022 menjadi 50,3 di bulan November 2022. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta semua pihak waspada dengan penurunan aktivitas manufaktur di Indonesia.
"Memang dari situasi ini, PMI ini turun sudah 50,3. Masih ekspansi tapi kita harus waspada," kata Airlangga Hartarto dalam acara Kompas 100 CEO Forum 2022 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Meskipun terjadi penurunan, indeks maufaktur Indonesia ini masih baik jika dibandingkan dengan beberapa negara maju. Airlangga pun membandingkan PMI manufaktur Indonesia dengan beberapa negara maju lainnya. Jepang, Amerika Serikat (AS) dan China level PMI manufakturnya sudah di bawah 50.
"Kalau dibandingkan negara lain, Jepang, Amerika Serikat, China, ini di bawah 50 dan mereka terlihat outlook ke depannya turun," kata dia.
Kondisi ini pun menjadi tantangan baru bagi Indonesia karena berhubungan dengan industri padat karya. Kemudian akan berkaitan juga dengan isu pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Ini tantangannya karena labour intensive ini jadi masalah dan nanti dikaitkan dengan unemployment," katanya.
Sehingga perlu dijaga dengan baik, mengingat kompetitif Indonesia juga dipengaruhi tren nilai tukar mata uang terhadap dolar AS. Misalnya nilai tukar mata uang Turki yang terdepresiasi lebih dari 60 persen.
Hal ini akan berakibat harga-harga produk dari Turki akan lebih murah tanpa perlu memiliki strategi tertentu. Tak hanya Turki, kondisi serupa juga terjadi dengan produk Bangladesh, Sri Lanka dan Vietnam.
"Karena kurs, mereka lebih kompetitif tanpa harus melakukan apa-apa. Makanya terjadi shifting dari pembelian produk," kata dia.
"Makanya pemerintah harus siapkan antisipasi dan labour intensive ini harus bisa terus bertahan," pungkasnya.