Liputan6.com, Jakarta- Sweden-Indonesia Sustainability Partnership Week (SISP Week 2022) kembali digelar untuk yang ketiga kalinya. SISP adalah platform dialog bagi para pemangku kepentingan untuk menjalin kolaborasi antara Swedia dan Indonesia.
Tahun ini merupakan pertama kalinya SISP Week diadakan secara luring, di Hotel Langham, Jakarta. Acara ini digelar selama dua hari yaitu pada tanggal 5-6 Desember 2022.
Advertisement
SISP Week 2022 diresmikan oleh Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Timor-Leste, dan ASEAN Marina Berg, dan CEO Business Sweden Jan Larsson, serta Menteri Industri Republik Indonesia Agus Gumiwang Kartasasmita.
“Indonesia dan Swedia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dan menetapkan tujuan untuk mencapai emisi nol bersih. Ini adalah tindakan yang tidak bisa kita tunda. Dan dengan bekerja bersama, kita dapat mempercepat transisi hijau untuk mencapai ambisi kita,” kata Marina Berg dalam SISP Week hari pertama di The Langham Hotel, Jakarta.
Mengacu pada Sustainable Development Goals (SDGs) dan Paris Agreement, Indonesia dan Swedia SISP fokus pada misi berkelanjutan kedua negara. Tujuan utama dari SIPS ini adalah mencapai Agenda 2030 agar keduanya menjadi negara berpenghasilan tinggi dan menjadi pusat industri manufaktur.
“Kami bersama Kedutaan Besar Swedia membentuk platform yang benar-benar cocok dengan kebutuhan untuk transisi hijau, yang dapat kita temukan di Indonesia. Dengan teknik dan industri yang kita miliki di Swedia,” lanjut Berg.
Menyoroti inovasi dari perusahaan Swedia, Jan Larsson mengatakan bahwa hampir semua perusahaan Swedia berkontribusi dalam memenuhi peningkatan permintaan akan berkelanjutan dan netralitas iklim di Indonesia.
Sejalan dengan peningkatan permintaan di berbagai industri di Indonesia, Vice President and Head of Region South and Southeast Asia of Business Sweden Emil Akander mengatakan bahwa Indonesia merupakan "Bright Star".
Fokus Utama Kerja Sama Indonesia dan Swedia
Peningkatan di bidang energi, transportasi, industri manufaktur, serta kesehatan dan sains merupakan fokus utama kerja sama Indonesia dan Swedia.
“Indonesia memiliki ekonomi makro yang menguntungkan dan tata kelola politik yang tepat untuk menciptakan perubahan demi masa depan yang lebih baik,” ujar Akander kepada Liputan6.com.
Tetapi, hal tersebut tidak terlepas dari tantangan. Salah satunya adalah pandemi bersamaan dengan menurunnya perkembangan China yang memaksa Swedia juga perkembangannya menurun karena, perkembangan perusahaan-perusahaan.
“Swedia juga bergantung dengan perkembangan yang ada di Asia Pasific. Tapi, Indonesia merupakan salah satu "bright star" di perjalanan kelam ini. Dengan kuatnya indikator makro ekonomi dan reformasi,” ujar Akander
Meskipun, masih banyak PR yang harus dikerjakan dan berbagai hambatan yang dilalui dalam bidang perdagangan dan investasi. Hal tersebut bukan masalah besar.
“Hubungan dan komunikasi kami dengan pemerintah sangat baik. Semoga, hal tersebut dapat menjadi salah satu pendukung dari keberhasilan kerja sama ini,” lanjut Akander.
Advertisement
Kerja Sama Minim Hambatan dan Keuntungan Swedia
Di samping berbagai kendala dari kerja sama Indonesia-Swedia, tak sulit mendeteksi apa solusinya. “Apa yang sebenarnya terkadang menjadi kendala di Indonesia adalah tujuan untuk benar-benar meningkatkan keberlanjutan dan untuk berinvestasi dalam solusi berkelanjutan. Tapi, ini adalah masalah tata kelola dan transparansi negara,” tambah Akander.
Duta Besar Swedia juga menambahkan bahwa kerja sama Indonesia dan Swedia sudah sesuai dengan komitmen Swedia yang berfokus pada sistem perdagangan yang bebas, terbuka dan adil.
“Hal tersebut seharusnya membuat kerja sama ini tidak memiliki hambatan yang berarti. Meskipun, masih banyak hal yang perlu diselesaikan khususnya dalam keberlanjutan. Di samping itu, untuk membuat hubungan lebih baik lagi, dibutuhkan dukungan politik dan kebijakan yang mendukung,” ujar Berg.
Indonesia memanfaatkan posisi Swedia sebagai negara terkemuka di dunia dalam membangun teknologi berkelanjutan. Tapi, Indonesia juga membantu meningkatkan penjualan internasional dan mempromosikan Swedia dalam hal tersebut.
Aliansi Energi Terbarukan adalah salah satu programnya. Program tersebut disusun untuk membangun berbagai proyek-proyek di Indonesia di daerah-daerah yang memiliki potensi energi terbarukan yang tinggi seperti tenaga surya, angin, dan panas bumi.
Jembatan Kerja Sama ASEAN-UE
2023 mendatang, Indonesia dan Swedia akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi. Swedia sebagai tuan rumah bagi konferensi Uni Eropa serta Indonesia sebagai tuan rumah dari konferensi ASEAN, dalam waktu dekat, keduanya disinyalir akan mencari cara untuk berkolaborasi (UE-ASEAN).
Maria Berg menyampaikan bahwa hubungan Indonesia-Swedia dan penyelenggaraan presidensi mungkin dapat mempererat ASEAN dan Uni Eropa.
“Kami belum bisa memutuskan kerja sama dalam bidang apa, yang pasti, ini akan berhubungan dengan transisi hijau,” ujar Berg.
“Kami juga mencoba menemukan jalan kolaborasi yang lebih efisien, lebih dalam, dan lebih luas di bidang transisi hijau,” tambah Berg.
Berg juga menilai presidensi yang akan dilaksanakan kedua negara akan menjadi peluang besar untuk memperdalam hubungan politik dan bisnis.
"Kami berharap dapat berkolaborasi dengan pemerintah Indonesia untuk mengidentifikasi prospek konkret aksi bersama di bidang-bidang yang menjadi kepentingan bersama," katanya.
Per-Arne Hjelmborn, direktur jenderal perdagangan di Kementerian Luar Negeri Swedia, mengatakan bahwa presidensi Uni Eropa-ASEAN tahun 2023 dapat membantu meningkatkan kemitraan antar kawasan.
"Kerja sama di banyak bidang, tetapi tidak sedikit dalam konektivitas dan transportasi. Tetapi juga untuk terus mengembangkan praktik-praktik berkelanjutan secara menyeluruh," kata Hjelmborn pada konferensi SISP 2022.
Uni Eropa dan ASEAN telah menandatangani perjanjian komprehensif tentang transportasi udara, menandai kerja sama blok-ke-blok dunia pertama dari jenisnya.
"Perjanjian ini mencerminkan ambisi yang berkembang untuk menghubungkan kawasan Eropa dengan ASEAN," kata Hjelmborn.
Advertisement