Liputan6.com, Samarinda - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pertambangan Rakyat Indonesia (APPRI), Rudi Prianto mendukung pernyataan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto, soal tambang koridor dikelola sebagai tambang rakyat. Komjen Agus menyebut tambang rakyat dengan istilah koridor diberi kesempatan agar masyarakat masih bisa memperoleh pendapatan.
Hal itu dilakukan sebagai upaya dari pemulihan ekonomi nasional dan investasi.
Menanggapi soal itu, Rudi mengatakan ide yang disampaikan Komjen Agus merupakan pemikiran cerdas. Terlebih, selama ini keberadaan tambang rakyat telah diakomodir dalam regulasi, meski dalam pelaksanaannya belum ada petunjuk teknis yang detail.
Baca Juga
Advertisement
Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, mengatur adanya tambang rakyat.
“Ketua APPRI sangat mendukung statmen Kabareskrim bahwa tambang koridor diberikan kepada rakyat sebagai tambang rakyat,” kata Rudi, Senin (5/12/2022).
Tentu hal tersebut akan meningkatkan pendapatan rakyat setelah dihantam pandemi Covid-19. Upaya tersebut tentu jadi bagian dari pemulihan ekonomi masyarakat.
“Ini pemikiran yang cerdas sambil, menunggu dukungan perlindungan dan regulasi yang jelas dari pemerintah soal tambang rakyat ini,” sambungnya.
Sebagai informasi, UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, mengatur pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR). IPR dapat diberikan kepada perorangan, kelompok masyarakat atau koperasi setempat.
Namun, untuk memperoleh IPR, terlebih dahulu pemohon mengajukan permohonan dengan syarat dan ketentuan untuk memperoleh IPR. Nilai investasi dan luasan IPR terbatas, jika dibanding dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Misalnya, untuk perorangan luasan IPR maksimal diberikan 5 hektar. Begitu juga dengan masa berlaku izin. Pemberian IPR paling lama 10 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali tiap 5 tahun.
Sementara, untuk kewajiban pemegang IPR yakni membayar pajak PPh dan melaporkan SPT tahunan secara rutin.
Rudi meminta agar bank daerah bisa dimanfaatkan untuk menerima tampungan jamrek. Sementara, pengelolahan reklamasi bisa dilakukan oleh pihak swasta ataupun BUMD dibawah pengawasan Kementrian ESDM.
"Ini akan bermaanfaat bagi pendapatan masyarakat daerah, minerba tidak hanya bekerja untuk kepentingan pengusaha level ibu kota, tapi juga di daerah," kata pria yang juga Ketua Koperasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Tani Makmur Sejahtera (Tamara) Kaltim ini.
Simak juga video pilihan berikut:
Akses Lewat IPR
Rudi menilai hal tersebut penting dilakukan, karena melalui IPR pengusaha lokal mendapat akses untuk berusaha mengelola sumber daya alamnya secara mandiri.
“Selama ini pengusaha kecil ini terabaikan, mengingat Kementerian masih fokus melayani penambang besar yang memiliki kemampuan modal besar, mudah mengurus perizinan dengan melobi pemerintah pusat," terang Rudi.
Sementara, pengusaha lokal dengan segala keterbatasannya tak bisa berbuat banyak hal. Akibatnya, jadi penonton karena tak mendapat tempat berusaha di tanahnya sendiri.
Ketika ada yang nekat menambang namun belum mengantongi izin, langsung dilabeli ilegal. Padahal, pemerintah sendiri belum mengatur detail partisipasi masyarakat dalam sektor penambangan rakyat.
Rudi usul salah satu model partisipasi yang bisa ditiru yaitu menggunakan sistem plasma seperti perkebunan kelapa sawit. Masyarakat setempat diberdayakan dengan memberi kepemilikan kebun sawit.
Model sama bisa dipakai dalam sektor pertambangan rakyat. Masyarakat diberi ruang untuk berusaha lewat IPR dengan menambang atau bekerjasama perusahan besar. Dengan begitu, kesejahteraan dan perekonomian masyarakat setempat bisa meningkat.
"Kalau nggak diberi ruang bagi penambang rakyat ini, selama itu pula tambang ilegal akan terus ada dan mereka sering jadi objek pungli berjemaah seperti yang terjadi baru-baru ini yang menyeret beberapa pejabat Polri," terang Rudi.
Selain itu, Rudi juga mengingatkan agar Pemprov Kaltim dalam hal ini Gubernur Kaltim Isran Noor perlu memikirkan dan menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) sebelum adanya pemberian IPR.
Isran saat dimintai tanggapan soal tambang ilegal, menyebut masyarakat punya hak berusaha dengan cara apapun. Tugas pemerintah mengaturnya menjadi legal.
"Seluruh masyarakat punya hak dan kewajiban. Bagaimana mereka ingin berusaha dengan cara apapun. Itu hak mereka," ungkap Isran singkat kepada wartawan di Samarinda belum lama ini.
Advertisement