Liputan6.com, Jakarta - PT Timah Tbk (TINS) telah memberikan kontribusi kepada negara dalam bentuk pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 1,39 triliun. Pajak dan PNBP tersebut dicatatkan untuk periode sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2022.
Jumlah setoran pajak dan PNBP anggota holding pertambangan Indonesia MIND ID ini meningkat 196 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 445,4 miliar. Meningkatnya kontribusi pajak dan PNBP PT Timah Tbk hingga kuartal III 2022 ditenggarai meningkatnya setoran PPh 29 (PPh Badan) dan PPh 25 (angsuran PPh Badan), seiring dengan membaiknya performa kinerja keuangan PT Timah Tbk tahun ini.
Advertisement
Hingga kuartal III 2022, perseroan berhasil membukukan laba sebesar Rp 1,14 triliun. Membaiknya kinerja keuangan ini didorong oleh meningkatnya harga jual logam timah, efisiensi di seluruh rantai bisnis, penurunan interest bearing debt dan konsistennya peningkatan kinerja anak usaha segmen non pertimahan.
Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk, Abdullah Umar menuturkan, perbaikan tata kelola industri timah juga mempengaruhi peningkatan pajak. Bersamaan dengan itu, PT Timah Tbk melalui pola kemitraan merangkul masyarakat untuk menambang di wilayah konsesi perusahaan, sehingga masyarakat penambang yang bermitra dengan PT Timah Tbk juga melaksanakan kewajiban perpajakannya.
"Kontribusi pajak dan PNBP PT Timah Tbk hingga kuartal III 2022 mencapai Rp 1,39 triliun. Membaiknya performa kinerja perusahaan tentunya selaras dengan kontribusi perusahaan kepada negara," kata Abdullah Umar, Selasa (6/12/2022).
Abdullah menambahkan, meski harga timah mengalami penurunan di paruh kedua tahun ini, perseroan optimistis kontribusi pajak dan PNBP PT Timah Tbk kepada negara akan dapat terus meningkat hingga tutup buku tahun 2022.
"Manajemen perseroan berupaya untuk meningkatkan kinerja sehingga bisa memberikan kontribusi kepada negara, pemegang saham dan masyarakat," imbuh Abdullah.
Catatan kontribusi pajak dan PNBP PT Timah Tbk empat tahun terakhir, yakni pada 2018 sebesar Rp 818,7 miliar, 2019 sebesar Rp 1,2 triliun, pada 2020 sebesar Rp 677,9 miliar, lalu sebesar Rp 776,657 miliar dicatatkan pada 2021.
Proyek Ausmelt PT Timah Tbk Beroperasi November 2022, Tekan Biaya Produksi hingga 25 Persen
Sebelumnya, PT Timah Tbk (TINS) melakukan transformasi teknologi pengolahan timah kadar rendah dengan membangun Top Submerge Lance (TSL) Ausmelt Furnace di Kawasan Unit Metalurgi Muntok, Kabupaten Bangka Barat.
Pembangunan TSL Ausmelt Furnace telah rampung 100 persen dan direncanakan mulai commisioning pada akhir November ini. Proyek ini merupakan kolaborasi perseroan bersama PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sebagai bentuk sinergi BUMN. PT Timah Tbk menggandeng Outotec australia yang berpusat di Finlandia sebagai provider teknologi TSL Ausmelt Furnace.
Di tengah gencarnya isu lingkungan yang menyoroti perusahaan pertambangan, Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk, Abdullah Umar Baswedan mengatakan, TSL Ausmelt lebih safety dan menerapkan teknologi ramah lingkungan karena dilengkapi dengan Hygien Sistem dan Waste Water Treatment.
"Dengan beroperasinya Ausmelt dapat menekan cost pengolahan sebesar 25 persen dibandingkan dengan menggunakan Reverberatory furnace," kata Abdullah dalam keterangan resmi, Kamis (3/11/2022).
Abdullah menambahkan, tujuan transformasi teknologi pengolahan ini untuk optimalisasi teknologi, peningkatan kapasitas, efisiensi produksi dan keselamatan serta kesehatan lingkungan.
"Dengan beroperasinya TSL Ausmelt Furnace tentunya dapat meningkatkan efektifitas produksi dengan proses pengolahan yang lebih efisien," imbuh dia.
Pembangunan TSL Ausmelt Furnace sendiri adalah strategi untuk menjawab tantangan yang dihadapi industri pertambangan timah saat ini. Ketersediaan bijih timah dengan kadar tinggi atau diatas 70 persen Sn sudah terbatas.
Teknologi peleburan timah yang dimiliki PT Timah Tbk saat ini, Tanur Reverberatory tidak mempunyai fleksibilitas mengolah konsentrat bijih timah kadar rendah (kurang dari 70 persen Sn). Selain itu, membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk melebur timah dan terak.
Advertisement
Tekan Biaya Produksi
Tanur Reverberatory menggunakan bahan bakar minyak (marine fuel oil) dengan reduktor batu bara jenis antrasit yang lebih banyak dan membutuhkan biaya yang relatif besar.
"Untuk mampu bersaing dengan industri pertambangan timah dunia, PT Timah Tbk harus menekan cost produksi sehingga penggunaan teknologi menjadi hal yang harus dilakukan untuk menjawab tantangan ke depan,” ujar Abdullah.
Dengan TSL Ausmelt Furnace, diharapkan mampu mengolah konsentrat bijih timah dengan kadar rendah mulai dari 40 persen Sn, dengan kapasitas produksi 40.000 ton crude tin per tahun atau 35.000 metrik ton ingot per tahun. Selain itu, dari sisi pengoperasian TSL Ausmelt Furnace dilakukan dengan proses otomasi dengan sistem kontrol.
Untuk bahan bakar dan reduktor, TSL Ausmelt menggunakan batu bara jenis Sub-Bituminus yang cenderung lebih mudah didapatkan di Indonesia. Waktu pengolahan juga lebih singkat, untuk satu batch pengolahan hanya membutuhkan waktu sekitar 10,5 jam. Sedangkan pada Reverberatory membutuhkan waktu 24 jam per batch.
PT Timah Tbk Bakal Serap Dana Rp 1 Triliun pada 2022 untuk Smelter
Sebelumnya, PT Timah Tbk (TINS) mengungkapkan strategi pembiayaan smelter milikinya Top Submerged Lance Ausmelt Furnace. Proyek smelter tersebut dibiayai oleh ECA Financing, di mana mendapatkan pendanaan dari finnvera dan Indonesia Eximbank dengan fasilitas pendanaan sebesar USD 73 juta atau Rp 1,08 triliun (asumsi kurs Rp 14.906 per dolar AS).
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Timah Tbk, Fina Eliani menuturkan, proyek TSL Ausmelt Furnace mendapatkan pendanaan dari Finnvera dan Indonesia Eximbank dengan fasilitas pendanaan sebesar USD 73 juta (Rp 1,08 triliun)
“Saat ini proyek Ausmelt dibiayai oleh ECA Financing di mana mendapatkan pendanaan dari finnvera dan Indonesia Eximbank dengan fasilitas pendanaan sebesar USD 73 juta,” kata Fina dalam Public Expose Live secara virtual, Rabu (14/9/2022).
Fina menyebutkan, diperkirakan pada tahun ini dana yang digunakan sekitar USD 68 juta atau Rp 1,01 triliun.
“Namun, diperkirakan di tahun 2022 ini yang akan kita gunakan cukup sebesar USD 68 juta dolar saja,” kata Fina.
Selain itu, Fina juge menjelaskan terkait besaran keuntungan yang didapatkan dari proyek TSL Ausmelt Furnace.
"Project Ausmelt ini akan mampu memberikan efisiensi sebesar 25-34 persen, sehingga sebesar itulah kemungkinan akan menambah laba dan profitabilitas perseroan di tahun berikutnya,” ujar dia.
Advertisement