Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat hingga 30 November 2022, pemerintah telah menunjuk 134 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jumlah tersebut bertambah tiga pelaku usaha jika dibandingkan bulan lalu.
Tiga pelaku usaha yang ditunjuk pada November 2022, yaitu pertama, Coupa Software, Inc; kedua, NBA Digital Service International, Inc; ketiga, Alpha lit, Pte. Ltd.
Advertisement
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor, mengatakan bahwa dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk tersebut, 112 di antaranya telah melakukan pemungutan dan penyetoran sebesar Rp 9,66 triliun.
“Jumlah tersebut berasal dari R p731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp 3,90 triliun setoran tahun 2021, dan Rp 5,03 triliun setoran tahun 2022,” Neilmaldrin Noor, dalam keterangan Direktorat Jenderal Pajak, Selasa (6/12/2022).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-60/PMK.03/2022, pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk digital luar negeri yang dijualnya di Indonesia.
Selain itu, pemungut juga wajib membuat bukti pungut PPN yang dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.
Ke depan, untuk terus menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, DJP masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.
Kriteria pelaku usaha yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE yakni, nilai transaksi dengan pembeli Indonesia telah melebihi Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta sebulan; dan atau jumlah traffic di Indonesia telah melebihi 12 ribu setahun atau seribu dalam sebulan.
Sri Mulyani Sudah Kantongi Pajak Rp 1.448 Triliun, Ini Rahasianya
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat kinerja penerimaan pajak hingga 31 Oktober 2022 masih menunjukkan hasil positif dengan capaian sebesar Rp1.448,17 triliun.
Dengan pertumbuhan kumulatif positif Januari sampai Oktober 58,1 persen (YoY), realisasi penerimaan telah mencapai 97,52 persen dari target penerimaan pajak dalam Perpres 98 Tahun 2022.
“Kinerja penerimaan pajak yang sangat baik hingga bulan Oktober ini masih dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, low based effect pada tahun 2021, serta implementasi UU HPP (Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan),” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor pada acara Media Gathering DJP 2022, Selasa (29/11/2022).
Realisasi ini ditopang dari Rp784,4 triliun PPh non migas (104,7 persen target), Rp569,7 triliun PPN & PPnBM (89,2 persen target), Rp67,9 triliun PPh migas (105,1 persen target), dan Rp26,0 triliun PBB dan pajak lainnya (80,6 persen target).
Seluruh jenis pajak mengalami pertumbuhan neto kumulatif dominan positif. PPh 21 tumbuh 21,0 persen, PPh 22 Impor tumbuh 107,7 persen, PPh Orang Pribadi tumbuh 4,8 persen, PPh Badan tumbuh 110,2 persen, PPh 26 tumbuh 19,7 persen, PPh Final tumbuh 62,6 persen, PPN Dalam Negeri tumbuh 38,4 persen, dan PPN Impor tumbuh 47,2 persen.
Sementara untuk penerimaan sektoral, seluruh sektor utama tumbuh positif ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta bauran kebijakan.
“Beberapa sektor dengan kontribusi terbesar yakni industri pengolahan 29,4 persen tumbuh 43,7 persen, perdagangan 24,8 persen tumbuh 64,4 persen, jasa keuangan dan asuransi 10,6 persen tumbuh 15,2 persen, pertambangan 8,5 persen tumbuh 188,9 persen, dan sektor konstruksi dan real estate 4,0 persen tumbuh 3,0 persen,” ujarnya.
Advertisement
Implementasi UU HPP
Neil juga menyampaikan perkembangan terkini penerimaan yang terkait implementasi UU HPP, yaitu:
1. PPN Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE), pelaku usaha PMSE yang sudah ditunjuk sebagai pemungut sebanyak 131 perusahaan dan berhasil mengumpulkan penerimaan PPN sebesar Rp9,17 triliun. Jumlah tersebut berasal dari setoran tahun 2020 Rp730 miliar, setoran tahun 2021 Rp3,9 triliun, dan setoran tahun 2022 Rp4,54 triliun.
2. Pajak Fintech yang mulai berlaku 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan di bulan Juni 2022, PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp101,39 miliar dan PPh 26 yang diterima wajib pajak luar negeri atau BUT sebesar Rp47,21 miliar.
3. Pajak Kripto yang berlaku mulai 1 Mei 2022 dan dibayarkan di bulan Juni 2022, PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui penyelenggara PMSE dalam negeri dan penyetoran sendiri sebesar Rp91,40 miliar dan PPN dalam negeri atas pemungutan oleh nonbendahara sebesar Rp99,71 miliar.
4. Dampak penyesuaian tarif PPN mulai 1 April 2022, penambahan penerimaan PPN sebesar Rp1,96 triliun pada April 2022, Rp5,74 triliun pada Mei 2022, Rp6,25 triliun pada Juni 2022, Rp7,15 triliun pada Juli 2022, Rp7,28 triliun pada Agustus 2022, Rp6,87 triliun pada September 2022, dan Rp7,62 triliun pada Oktober 2022.
Strategi 2023
Lebih lanjut, selain perkembangan penerimaan, disampaikan juga strategi pengamanan penerimaan tahun 2023. Dihadapkan pada ancaman resesi dan normalisasi harga komoditas pada tahun 2023, optimalisasi penerimaan pajak tahun depan dilakukan melalui perluasan basis pajak dan penguatan strategi pengawasan serta tetap memberikan dukungan pada pertumbuhan investasi dan ekonomi.
Adapun kebijakan tersebut dilakukan melalui, pertama, optimalisasi perluasan basis pemajakan dengan tindak lanjut pengawasan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan implementasi NIK sebagai NPWP.
Kedua, penguatan ekstensifikasi pajak serta pengawasan terarah dan berbasis kewilayahan dengan implementasi penyusunan daftar prioritas pengawasan dan prioritas pengawasan high wealth individual beserta WP grup dan ekonomi digital.
Ketiga, percepatan reformasi bidang SDM, organisasi, proses bisnis, dan regulasi dengan persiapan implementasi coretax system, perluasan kanal pembayaran, penegakan hukum yang berkeadilan, pemanfaatan kegiatan digital forensik. Keeempat, insentif fiskal yang terarah dan terukur dengan pemberian insentif untuk mendorong pertumbuhan sektor tertentu dan memberikan kemudahan investasi.
Advertisement