Liputan6.com, Jakarta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menanggapi belum dilakukannya sidang kode etik profesi Polri terhadap Richard Elizier alias Bharada E, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Sementara anggota polisi lainnya tercatat sudah banyak yang menerima sanksi etik.
Baca Juga
Advertisement
Tidak hanya itu, Polri juga belum menggelar sidang etik terhadap Irjen Teddy Minahasa, Irjen Napoleon Bonaparte, serta Brigjen Prasetyo Utomo. Padahal, untuk Napoleon dan Prasetyo sendiri status hukumnya sudah berkekuatan tetap alias inkracht.
Komisioner Kompolnas Yusuf Warsyim menilai, publik tentu memahami Bharada E menjadi justice collaborator (JC) dalam kasus kematian Brigadir J.
Terlebih, sejauh ini mantan anak buah Ferdy Sambo itu telah membuka kotak pandora dengan menyatakan tidak ada tembak-menembak dalam perkara tersebut, melainkan pembunuhan berencana.
Dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik Polri yang diteken Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, diatur kriteria pelanggaran kode etik profesi Polri.
Diantaranya dilakukan dengan sengaja dan terdapat kepentingan pribadi dan/atau pihak lain, adanya permufakatan jahat, dan menjadi perhatian publik.
"Penegakan etika tentu lekat dengan mempertimbangkan bagaimana kepatutan publik. Karena sorotan publik, maka Bharada E patut dituntaskan dulu sidang peradilan hingga mendapat putusan pengadilan yang inkracht," tutur Yusuf kepada wartawan, Selasa (6/12/2022).
**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:
1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)
Harus Ada Keadilan
Menurut Yusuf, posisi Bharada E dengan semua anggota Polri yang terkait kasus kematian Brigadir J tentu harus dibedakan, meski tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sebagai terdakwa.
"Saya sebagai anggota Kompolnas melihat bahwa karena keadilan, maka untuk saat ini Bharada E sebagai JC kita dorong terus agar teguh dengan kesaksian dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J. Apakah Bharada E bersalah atau tidak, biar kita tunggu putusan pengadilan," jelas dia.
Untuk Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetyo Utomo sendiri status hukumnya sudah inkracht, namun belum kunjung menjalani sidang etik profesi Polri. Keduanya terjerat pusaran kasus Djoko Tjandra.
Termasuk, Irjen Teddy Minahasa yang terseret dugaan kasus narkotika. Padahal, dalam Pasal 13 huruf e Perkap 7/2022 disebutkan bahwa setiap anggota Polri dalam etika kepribadian dilarang menyalahgunakan narkotika meliputi menyimpan, menggunakan, mengedarkan dan atau memproduksi narkotika, psikotropika dan obat terlarang.
Yusuf pun meminta pelaksanaan sidang kode etik Polri dapat dilakukan secara profesional dan sesuai prosedur yang ada.
"Kami terus awasi dan pantau, hanya ada saran-saran yang Kompolnas sampaikan, tidak bisa semua dibuka ke publik. Pada intinya, penegakan kode etik profesi disarankan dilakukan secara profesional, proporsional dan prosedural. Publik sebagai social control dalam penegakan kode etik, tentu lekat untuk dipertimbangkan," Yusuf menandaskan.
Advertisement