Hubungan Seks Bisa Tularkan HIV, Mana yang Paling Berisiko?

Semua jenis seks dianggap berisiko untuk menularkan HIV. Tapi, ada salah satu jenis yang dianggap lebih berisiko.

oleh Diviya Agatha diperbarui 06 Des 2022, 21:00 WIB
Ilustrasi HIV AIDS. (unsplash.com/Claudio Schwarz)

Liputan6.com, Jakarta Selain melalui jarum suntik, berhubungan seks menjadi salah satu cara menularkan Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang paling umum. Proses penularan terjadi melalui cairan vagina maupun cairan sperma saat melakukan aktivitas seksual dengan orang dengan HIV.

Namun, adakah jenis hubungan seksual yang paling berisiko menularkan HIV? Jika memang ada, manakah diantaranya yang punya potensi penularan paling tinggi?

Ketua Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia (PDPAI), Dr dr Evy Yunihastuti, SpPD mengungkapkan bahwa sebenarnya semua jenis hubungan seks bisa menularkan HIV. Serta, ada beberapa prinsip yang bisa diterapkan dalam hal ini.

Menurut Evy, individu yang berperan sebagai reseptif atau penerima dianggap lebih berisiko dibandingkan dengan yang insertif atau memasukkan.

"Kemudian hubungan seks lewat anus itu lebih besar risikonya dibandingkan dengan hubungan seks lewat vagina. Jadi tergantung bagaimana caranya," ujar Evy saat media briefing bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ditulis Selasa, (6/12/2022).

Meski begitu, HIV sendiri bisa diatasi dan dicegah penularannya lewat berbagai upaya. Dengan begitu, orang dengan HIV (ODHIV) masih bisa memiliki kesempatan berhubungan seksual secara aman dan memiliki anak.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan rutin memeriksakan kondisi dan mengonsumsi obat yang dianjurkan oleh dokter. Seperti antiretroviral (ARV), misalnya.

"ARV itu obat yang sangat efektif, kalau diminum secara teratur 90 persen akan sukses dalam enam bulan menurunkan virus jadi tidak terdeteksi. Nah kalau sudah tidak terdeteksi, penelitiannya memang itu risiko penularan sangat kecil," kata Evy.


Bisa Berhubungan Seks Tanpa Kondom

Ilustrasi kondom (Foto: Pixabay/Wounds_and_Cracks)

Evy mengungkapkan bahwa pada pasangan suami istri yang memang ingin memiliki keturunan, ARV dapat diberikan hingga virusnya tidak lagi terdeteksi. Setelah itu, pasutri baru biasanya baru diperbolehkan untuk berhubungan seks tanpa kondom.

"Contohnya pasangan suami istri yang ingin punya keturunan. Jadi biasanya yang ada HIV, kita berikan ARV sampai virusnya tidak terdeteksi. Baru boleh berhubungan seksual tanpa kondom," ujar Evy.

Menurut Evy, ARV sendiri harus diminum seumur hidup lantaran pada ODHIV, dokter tidak bisa menyatakan kesembuhan secara total. Mengingat selain dalam darah, HIV bisa ada pada sumsum tulang maupun kelenjar getah bening.

"Memang minum obatnya harus seumur hidup. Kita tidak bisa bilang sembuh total. Karena obat ARV yang ada bisa menurunkan virus yang ada dalam darah, tapi belum bisa menembus lokasi sumsum tulang, kelenjar getah bening. Ketika dihentikan, virusnya bisa ada di tempat-tempat itu," ujar Evy.


Potensi Penularan HIV pada Anak

Ilustrasi Wanita Pengidap HIV/AIDS Hamil

Dalam kesempatan yang sama, Evy turut menjelaskan bagaimana HIV dapat menular pada anak. HIV dapat ditularkan pada anak melalui ibu, bukan bapak. Proses penularan dapat terjadi lewat plasenta, persalinan, hingga ASI.

"Jadi biasanya dari ibu ketika hamil. Kemudian bisa menular lewat plasenta, persalinan, dan lewat ASI. Karena itu, kalau kita tidak tahu sama sekali, itu risikonya sampai 30-40 persen. Jadi bayi bisa kena," kata Evy.

Meski begitu, Evy menjelaskan, penularan HIV dari ibu ke anak tetap bisa dicegah dengan deteksi dan pengobatan dengan ARV secara rutin tadi. Itulah mengapa wanita juga menjadi salah satu orang yang wajib melakukan tes HIV sebelum hamil.

"Salah satu orang yang wajib ditawarkan tes HIV itu ibu hamil, semua ibu hamil. Kalau kita bisa lakukan pencegahan, risiko 30-40 persen tadi bisa menurun jadi kurang dari satu persen. Sehingga bayinya bisa sehat," ujar Evy.


Tes HIV Bisa Dilakukan Sebelum Menikah

Ilustrasi HIV/AIDS. (Foto oleh Anna Shvets dari Pexels)

Lebih lanjut Evy mengungkapkan bahwa tes HIV pun bisa dilakukan sedini mungkin, termasuk sebelum menikah. Tes tersebut biasanya dilakukan oleh calon pengantin dan umumnya ditawarkan oleh para dokter.

Jika dinyatakan positif, maka pasien bisa mengonsumsi ARV. Sehingga dapat mencegah proses penularan dengan lebih dini terutama bila punya rencana untuk hamil.

Menurut Evy, masalah HIV pada anak menjadi salah satu hal yang menyedihkan di Indonesia. Hal tersebut lantaran banyak anak yang terinfeksi HIV karena tes pada ibu hamil dan upaya pencegahannya masih minim.

"Yang sedih Indonesia itu PR-nya paling besar adalah masih banyak anak yang terkena HIV, karena berarti tes di ibu hamilnya dan upaya kita mencegah di ibu hamilnya belum mencapai target," ujar Evy.

"Sementara di tempat-tempat lain, jangan jauh-jauh, di Thailand, Malaysia, mungkin hampir enggak ada lagi anak yang HIV dari ibunya karena semua ibunya sudah dites. Kalau ketahuan HIV, sudah diobati," tambahnya.

Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya