Liputan6.com, Jakarta - Laporan seminggu terakhir memperlihatkan bahwa sentimen anti-Israel di Piala Dunia 2022 meningkat. Serta ada insiden bendera-bendera Palestina selalu dibawa dan dikibar-kibarkan oleh beberapa orang di Doha, Qatar.
Jerussalem Post, Rabu (7/12/2022), mengungkap beberapa analisisnya terkait hal ini seraya pandangan anti-israel atau pro-palestina tiba-tiba muncul di Piala Dunia. Hal tersebut bisa menjadi salah satu cara pengalihan perhatian oleh Qatar atas berbagai pelanggaran hak asasi manusia dan berbagai kritik atas konflik terkait Iran dan LGBTQ+ di Qatar.
Advertisement
Jika kembali ke masa-masa menjelang Piala Dunia, ada banyak pernyataan yang mengindikasikan bahwa Qatar akan menyambut para suporter dengan baik. Dengan cara-cara yang inklusif sebagaimana turnamen dunia di setiap negara berlangsung. Ekstrimisme agama di wilayah yang menjadi tuan rumah bagi Taliban dan Hamas akan dikesampingkan sementara demi turnamen ini.
Namun, ketika kompetisi dimulai banyak desas-desus dari para suporter karena menghadapi berbagai masalah. Misalnya, pada 2020 lalu, laporan mengatakan bahwa bendera pelangi akan diizinkan diperlihatkan pada Piala Dunia. Tapi, saat berlangsungnya acara contohnya, ban lengan ‘one love’ yang memiliki tanda bendera pelangi dikecam.
AP melaporkan pada November lalu bahwa "pada hari-hari menjelang pertandingan pembukaan, kapten tujuh tim Eropa dilarang mengenakan ban lengan 'One Love' multi-warna selama pertandingan Piala Dunia untuk mendukung hak-hak LGBTQ. Homoseksualitas adalah ilegal di Qatar."
Masalah lain di Qatar adalah kekhawatiran atas hak-hak pekerja. The Guardian juga melaporkan tahun lalu bahwa 6.500 pekerja migran telah meninggal di Qatar sejak Piala Dunia dianugerahkan kepada kerajaan kecil itu. Qatar kemudian mengakui bahwa beberapa ratus pekerja telah meninggal dalam konstruksi yang terkait dengan acara tersebut.
Propaganda Melawan Barat
Namun, kini Qatar nampaknya menjauh dari gagasan inklusif yang mereka gembor-gemborkan. Mereka menindak tidak hanya ban lengan pelangi, tetapi juga mengejar para pengunjuk rasa Iran yang berani menentang rezim Iran.
Kemudian mereka melakukan propaganda melawan Barat. Para pendukungnya membuat pernyataan tentang bagaimana orang Barat hipokrit karena mengkritik Qatar. Mereka menyebut Barat harus terlebih dahulu berurusan dengan masa lalu kolonialnya sendiri. Kemudian narasi dimulai bahwa itu adalah "Islamofobia" atau "anti-Arab" untuk mengkritik Qatar. Barat dianggap "Eurosentris" dan "Orientalis".
Kartun anti-Jerman dan slogan-slogan lain telah muncul dalam beberapa hari terakhir, juga dirancang dalam propaganda mereka melawan Barat. Khususnya, Jerman yang telah mengkritik negara Asia Barat.
Advertisement
Pola Rezim Qatar
Satu hal yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa bendera Palestina tiba-tiba muncul bahkan ketika polisi di negara itu tampaknya menindak para pembangkang Iran yang berani memamerkan bendera atau slogan protes mereka?
Awalnya, jurnalis Israel tampaknya disambut dengan baik, dan kemudian tiba-tiba laporan tentang "penggemar Arab yang berkonfrontasi dengan media Israel" menjadi pembicaraan. CNN mengatakan bahwa para jurnalis Israel mendapat "sambutan dingin".
Al-Jazeera, yang didukung oleh Qatar, bahkan memiliki tulisan foto berjudul "Bendera Palestina berkibar tinggi di Piala Dunia." Anehnya, bendera tersebut tidak dikibarkan sejak November seperti bendera-bendera lainnya.
Qatar adalah rezim otoriter yang mengontrol ketat media dan setiap aspek masyarakat. Jelas, tidak ada yang terjadi di Qatar tanpa diketahui pihak berwenang. Itulah mengapa tekanan diberikan kepada para pembangkang Iran.
Tampaknya, munculnya sentimen anti-Israel dan pro-Palestina ini ditempatkan dengan baik untuk memindahkan sorot media dari pelanggaran hak-hak homoseksual dan hak-hak migran, ke pembahasan tentang Israel.
Ini adalah pola yang terkenal di wilayah ini. Serangan terhadap orang Yahudi dan retorika "anti-Zionis" sering digunakan oleh ekstremis dan rezim otoriter selama 100 tahun terakhir.
Perlakuan Dingin Hanya kepada Israel
Sambutan "dingin" terhadap jurnalis Israel mungkin bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Tidak ada sambutan dingin untuk media pemerintah Rusia, meskipun Rusia terlibat dalam perang brutal melawan Ukraina. Tidak ada isu lain di dunia yang tampaknya memotivasi penerimaan yang dingin.
Contoh lainnya adalah, meskipun Qatar telah menjadi tuan rumah bagi para ekstremis yang anti-India, tidak ada sambutan dingin bagi para jurnalis India. Media India melaporkan pada November lalu bahwa buronan pengkhotbah yang dicari karena ujaran kebencian berada di Qatar untuk memberikan ceramah agama. Namun kehadirannya tidak menyebabkan laporan media besar tentang insiden anti-India selama acara olahraga.
Terlebih, Qatar mencoba membedakan dirinya dari negara-negara Teluk Arab lain seperti Bahrain dan UEA yang keduanya menerima kedatangan Israel di minggu ini. Selain itu, pemutusan hubungan Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya dengan Qatar selama krisis teluk juga mengisyaratkan wajah Qatar sebenarnya.
Advertisement