Liputan6.com, Jakarta Perjuangan menjadi dokter spesialis terbilang panjang dan berat. Perjuangan ini semakin sulit jika diwarnai bullying atau perundungan.
Sayangnya, kasus perundungan yang dialami mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) oleh para senior masih saja terjadi.
Advertisement
Residen obstetri dan ginekologi di Sumatera Barat, Diniy bercerita bahwa kasus perundungan menjadi fenomena yang terjadi secara berulang.
“Fenomena bullying ini terus berulang dan sering alasannya karena senior lebih dulu mendapat bully dan kita enggak seberapa dibanding dengan apa yang mereka alami dulu,” kata Diniy saat berbincang dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin secara virtual, Minggu, 4 Desember 2022.
Perempuan yang tengah bertugas di salah satu rumah sakit pendidikan di Sumatera Barat ini, pun meminta solusi dari Budi agar perundungan dapat benar-benar dihapuskan. Sehingga, para dokter bisa tumbuh menjadi dokter yang profesional, bermartabat, dan berperilaku baik pada pasien.
Terkait curhatan Diniy, Budi mengatakan bahwa perundungan akan dimasukkan dalam regulasi dan ada sanksi untuk pelakunya.
“Bullying ini akan saya taruh sebagai regulasi. Enggak boleh (terjadi), kalau ini terjadi ya diganti orangnya. Kalau direktur RS-nya tidak menangani ya diganti pihak rumah sakitnya. At least yang (RS) pemerintah kita bisa lakukan,” tegas Budi.
Budi juga mengapresiasi keberanian Diniy untuk mengungkapkan hal tersebut. Biasanya, PPDS junior cenderung takut untuk mengangkat kasus bullying ini ke permukaan.
Pesan Budi
Budi juga berpesan kepada para PPDS untuk tidak berperilaku sama jika kelak mereka menjadi senior.
“Jadi temen-temen nanti kalau jadi dokter jangan gitu, you have to promise me, kalau Anda jadi senior Anda jangan begitu dong sama junior.”
Budi juga mengatakan, kasus perundungan ini sudah ia ketahui, bahkan ia sudah mencari tahu soal jenis-jenis perundungan yang terjadi.
“Aku ada list bullying-nya, aku tahu kok, jadi yang akan aku lakukan aku akan taruh di regulasi,” katanya.
Senada dengan Diniy, dalam kesempatan yang sama calon dokter spesialis Jagaddhito Probokusumo juga menyatakan bahwa dirinya tak setuju dengan perundungan.
“Kami tidak menyetujui bullying atau perundungan atau feodalisme apapun dalam proses pendidikan. Saya sendiri baru selesai ujian, teman-teman di sini juga kebanyakan para senior spesialis juga, kami tidak menghendaki adik-adik kami mendapatkan bully,” kata pria yang akrab disapa Dhito itu.
Advertisement
Peluang Perundungan
Dhito menambahkan, dalam program pendidikan dokter spesialis memang ketergantungan kepada senior itu sangat besar.
“Ketergantungan kepada senior sangat besar, dalam proses pendidikan kita sering diajar oleh kakak-kakak kita. Itu yang membuat peluang untuk terjadi perundungan itu besar, sebetulnya celahnya di sana.”
“Tapi kalau komitmen kakak senior ingin membimbing adiknya secara tulus, saya kira tidak akan ada perundungan, zaman dulu itu hanya oknum.”
Tak Semua Mengalami Perundungan
Meski begitu, kasus perundungan ternyata tak dialami oleh semua mahasiswa PPDS. Menurut mahasiswa PPDS di Aceh, M. Iqbal, dirinya tidak mengalami perundungan.
“Alhamdulillah untuk kami di Universitas Syiah Kuala (Aceh) tidak ada bullying untuk saat ini. Karena untuk di (spesialis) bedah itu sendiri kami memiliki aturan yang mengatur hubungan antara senior dan junior, tidak boleh ada bullying.”
Advertisement