Liputan6.com, Jakarta - Anggaran pemerintah daerah yang ngendon di bank sampai saat ini masih di atas Rp 250 triliun. Anggaran ini seharusnya sudah dibelanjakan karena mendekati akhir tahun. Hal ini membuat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati geram sekaligus kesal.
Ia menjelaskan, Pemerintah Daerah (Pemda) kerap menahan belanja dana transfer dari pemerintah pusat di perbankan. Ia memperkirakan sampai akhir tahun masih akan ada dana Rp 100 triliun yang belum dibelanjakan.
Advertisement
"Nanti akhir tahun tetap ada yang mengendap sekitar Rp 100 triliun Pak Bas. Itu kan cukup besar dari total Rp 800 triliun," ungkap Sri Mulyani dengan nada meninggi saat sambutan di acara Seremoni Serah Terima BMN Kementerian PUPR Tahun 2022 Tahap II, di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022).
Dia menyadari banyak pihak yang tidak senang saat disinggung banyaknya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mengendap di bank. Bahkan hampir setiap bulan dalam laporan perkembangan APBN KiTa, Sri Mulyani selalu membeberkan data terkini penggunaan APBD oleh Pemda.
"Kalau saya sebut dana Pemda banyak di perbankan ini ada yang enggak seneng juga," kata Sri Mulyani
Sri Mulyani menyebut banyak Pemda beralasan pembayaran proyek Pemda banyak dilakukan diakhir tahun. Sehingga memang dananya mengendap di perbankan sepanjang tahun.
"(Katanya) 'Nanti juga akan terbayarkan'. Ya, saya sabar menunggu, tapi nantyi akhir tahun tetap ada dana yang mengendap. Dan ternyata memang tidak tergunakan," ungkapnya.
Bendahara negara ini menegaskan dana transfer daerah ini seharusnya dibelanjakan dengan maksimal sesuai dengan program yang diajukan. Bukan berarti habis dibelanjakan untuk kebutuhan yang tidak jelas.
"Saya enggak minta semua asal belanja dan habis," kata dia.
Meski begitu dia menyadari dalam setiap penerimaan dan membelanjakan anggaran memiliki tantangan yang berbeda. Apalagi dalam membelanjakan APBD memiliki serangkaian proses yang panjang, tidak seperti belanja untuk kebutuhan pribadi.
"Belanja negara ini butuh perencanaan, dilaksanakan dengan penganggaran, jadi ayo kita sama-sama belanja modal dengan benar walau sangat banyak tantangannya," pungkasnya.
Rp 278 Triliun Anggaran Daerah Ngendon di Bank, Ternyata Terkait Politik
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali dibuat gusar oleh kepala daerah, yang masih menyimpan alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) senilai Rp 278 triliun di bank.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Investasi 2022 di Ritz-Carlton Hotel Jakarta, Rabu (30/11/2022).
"Mumpung ada gubernur, saya ingatkan, pagi tadi saya cek, uang yang ada di bank masih Rp 278 triliun," kata Jokowi.
Saat dimintai keterangan selepas acara, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, serapan belanja dan anggaran pemerintah daerah itu bahkan masih kalah dibanding periode yang sama tahun lalu.
"Saya sudah sampaikan waktu rapat hari Senin (28/11/2022) yang lalu dengan seluruh kepala daerah, gubernur, bupati/walikota, anggaran ini rendah dibanding tahun 2021 lalu 30 November, itu 64 persen. Kalau sekarang kan 64 persen," ujar Mendagri di Ritz-Carlton Hotel Jakarta, Rabu (30/11/2022).
Untuk mengecek, Mendagri Tito pun langsung menurunkan tim untuk mengecek apa saja permasalahannya. Diantaranya, ada yang punya kontrak sampai akhir tahun baru dibayar.
"Otomatis pekerjaan selesai baru dibayar. Kalau itu dibayarkan sebelum kontrak selesai, bisa jadi masalah hukum. Membayar pekerjaan yang belum selesai itu periksa KPK, Kejaksaan Agung, Polisi, kena nanti," terangnya.
Advertisement
Kurang Koordinasi
Kedua, kendala kelambatan pada waktu lelang. Itu mengakibatkan proyeknya belum berjalan, atau terlambat berjalannya. Ketiga, ada juga kepala daerah yang kurang mampu untuk mengkoordinasikan, atau katakanlah enggak terlalu peduli dengan angka belanja daerah.
"Sehingga mereka bekerja rutin-rutin saja, harusnya dia kumpulkan sekda, kepala badan keuangan, dan seluruh komponen kepala dinas yang ada. Disisir satu-satu, mana kepala dinas, SKPD yang belanja rendah, apa masalahnya. Kadang-kadang membutuhkan tekanan dari atasan. Kalau enggak, ya mereka landai-landai aja," urainya.
Padahal, ia mengungkapkan, APBD merupakan salah satu instrumen yang penting untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi masyarakat. "Ada uang beredar di masyarakat, sehingga memperkuat daya beli masyarakat, konsumsi rumah tangga," ucap Tito.