Liputan6.com, Jakarta - Google baru saja mengungkap telah menghibahkan dana sebesar USD 1,7 juta atau Rp 26 miliar untuk mendukung kegiatan pemeriksa fakta di Indonesia.
Adapun dana ini rencananya akan digunakan untuk melawan peredaran misinformasi atau hoaks jelang Pemilu 2024.
Advertisement
“Kita tahu tidak semua konten di internet berasal dari pihak kredibel,” kata Kate Beddoe, selaku News Partnership Director APAC Google.
"Karena sifat dunia maya terbuka, jadi ada saja orang berbagi informasi yang mereka percayai, tetapi tidak memverifikasi kebenaran informasi itu sebelum membagikannya," kata Kate dalam acara Google for Indonesia di Jakarta, Rabu (7/12/2022).
Karenanya, banyak memunculkan pembicaraan tentang bagaimana caranya memverifikasi informasi yang dibagikan terjamin kebenarannya dan tidak memecah belah masyarakat.
"Hal ini sangat penting bagi Google dan tentunya bagi masyarakat, apalagi jelang pemilih 2024 di Indonesia mendatang."
Kate memaparkan, dana sebesar sebesar USD 1,2 juta (Rp 18 miliar) dibagikan kepada Cek Fakta dan GNI Indonesia Training Network.
"Dana ini ditujukan untuk membekali lebih banyak redaksi, jurnalis dan pengecek fakta dengan keterampilan dan alat yang dibutuhkan menjelang masa pemilu mendatang," jelas Kate.
Sementara itu, USD 500 ribu (Rp 7,8 miliar) lainnya diberikan melalui Google.org ke Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) untuk menjalankan program Akademi Digital bagi Lansia dan Remaja Cerdas pada tahun 2023.
Disebutkan, program ini ditujukan untuk memberdayakan kelompok rentan, seperti pemilih pemula serta lanjut usia.
Diharapkan, kedua kelompok ini dapat lebih memahami dan menyikapi konten yang mereka temukan dan lihat di internet.
Cara Google Perangi Misinformasi
Selain pendanaan, Google juga ikut membantu memerangi misinformasi dengan dua cara.
Adapun kedua cara itu, adalah menghadirkan produk yang menyuguhkan informasi aman dan dapat diandalkan.
Beddoe menyebut, perusahaan telah menjalankan perannya untuk membantu memerangi penyebaran misinformasi dengan membangun fitur khusus.
Fitur ini memberikan pengguna akses langsung ke informasi dari ahli dan badan berwenang, serta fitur yang memastikan kebenaran informasi di internet.
Raksasa mesin pencari itu menyebutkan, mereka merasa bertanggung jawab menghadirkan informasi yang dapat diandalkan setelah mendapati banyak pencarian oleh masyarakat pada mesin pencariannya.
Advertisement
Luhut: Teknologi Google Bantu Kendalikan Covid-19 di Indonesia
Di sisi lain, pandemi Covid-19 yang terjadi pada awal 2020 membuat banyak pihak, baik pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat terkejut. Alhasil, berbagai pihak pun harus beradaptasi dan mulai melakukan transformasi digital.
Baik itu UMKM, perusahaan, hingga pemerintah pun dipaksa untuk mengadopsi teknologi digital ini untuk dapat bertahan semasa pandemi.
Dari sisi pemerintah, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap bagaimana digitalisasi membantu Indonesia bertahan saat Covid-19.
Dalam acara Google for Indonesia, Rabu (7/12/2022), pemerintah berupaya keras untuk dapat memberikan solusi ke seluruh sektor, baik itu ekonomi hingga kesehatan.
"Melihat ke belakang dua tahun lalu, kebijakan pengendalian Covid-19 kita selalu dikritik. Padahal strategi itu kita dapatkan melalui studi cepat dibantu Google, NASA, dan NOAA," kata Luhut.
Hasilnya, perekonomian di Indonesia tetap kuat selama dan setelah pandemi Covid-19.
"Pasca pandemi, ekonomi Indonesia tetap kuat, tingkat inflasi rendah, dan utang negara rendah," ucapnya.
Dia menambahkan, data ini tidak datang tiba-tiba melainkan dikelola dengan baik dan menjadi sorotan para kepala negara yang hadir di G20.
"Saya kasih tahu untuk anak-anak muda di sini, Indonesia mendapatkan pujian dari para kepala negara di G20 tentang strategi pengendalian Covid-19 dan ekonomi tetap berkembang," paparnya.
Ekonomi Digital Indonesia
Luhut juga menyoroti bagaimana ternyata digitalisasi itu sangat penting. "Saya baru sadar pentingnya digitalisasi dan pengembangan industri teknologi saat pandemi."
Karena hal tersebut, Luhut dan seluruh pihak di pemerintahan mulai mengadopsi digitalisasi, sehingga proses yang dulunya dikerjakan secara manual kini bisa dilakukan dengan lebih cepat dan efisien.
Dengan mengadopsi ini, ekonomi digital di Indonesia pun berkembang dengan pesat dari sebelumnya.
Dari ekonomi internet di Tanah Air, diketahui sudah menyentuh angka USD 77 miliar di 2022. Luhut menuturkan, "Diprediksi angka ini akan naik hingga USD 130 miliar pada 2025."
Sektor lainnya juga ikut mengalami kenaikan hingga double digit. Sektor e-commerce menjadi pemimpin dengan angka USD 59 miliar dan akan tembus USD 95 miliar pada 2025.
Walau begitu, Luhut juga mengakui ada beberapa hal penghambat bagaimana transformasi digital di Indonesia berkembang dengan pesat.
Salah satu hal tersebut adalah penetrasi internet di Indonesia ketinggalan dari negara-negara, seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia.
"Walau ada peningkatan, saat ini baru 53,73 persen penduduk di Indonesia yang dapat menikmati internet," ujar Luhut.
Selain itu, kualitas sinyal telepon dan internet pun masih tidak merata khususnya di bagian Timur Indonesia.
"2018 ada sekitar 37 persen kota atau desa di Indonesia yang memiliki cakupan sinyal, sedangkan di 2021 tinggal 27 persen," paparnya.
Sementara saat ini masih ada 8 persen desa di Indonesia yang tidak memiliki sinyal internet, dimana pada 2018 mencapai 24 persen.
Luhut juga menyebutkan, koneksi internet di Tanah Air juga masih lambat daripada negara lain, seperti Jepang, Vietnam, Filipina, dan Thailand.
"Kecepatan koneksi internet di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain, namun kecepatan koneksi internet seluler rata-rata di Indonesia meningkat hingga 3,40Mbps dalam 12 bulan hingga awal 2022," pungkasnya.
(Yus/Dam)
Advertisement