Liputan6.com, Jakarta Pengamat Terorisme Ardi Putra Prasetya menjelaskan alasan residivis kasus terorisme kembali melakukan teror setelah menjalani hukuman. Hal ini disampaikannya menyusul pelaku serangan bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar Bandung, yang diketahui merupakan seorang residivis kasus terorisme.
Dia menyampaikan mantan pelaku kejahatan idealnya sudah berubah dan mengalami efek jera ketika telah selesai menjalani masa pidananya. Namun, kata Ardi, hal ini tidak berlaku koheren dengan kejahatan ideologis bernama terorisme.
Baca Juga
Advertisement
"Bahkan, banyak pelaku teror menganggap sistem peradilan pidana, termasuk penghukuman di Lembaga pemasyarakatan adalah bagian dari perjuangan suci-nya," jelas Ardi dikutip dari siaran persnya, Rabu (7/12/2022).
Disisi lain, dia menyebut regulasi yang mengatur pemidanaan pelaku teror yakni, UU Nomor 5 tahun 2018 hanya mengatur tindak pidana terorisme berdasarkan perbuatannya, bukan ideologi pro kekerasannya.
"Jadi, tidak heran ketika mantan narapidana terorisme kembali ke masayarakat, masih memiliki muatan ideologis ekstremisme berbasis kekerasan," ujarnya.
Ardi menuturkan dalam terorisme, ada teori desistensi yang menjelaskan multi-faktor, tentang potensi seseorang untuk berhenti menjadi pelaku teror. Faktor tersebut terdiri atas tiga kanal. Kanal pertama memuat parameter kebutuhan dasar (needs), narasi dan jaringannya (networks).
Kanal kedua, adalah kanal inti yang terdiri atas keluarga, introspeksi diri, kedewasaan, aktivitas ekonomi dan efek jera. Sementara kanal ketiga terdiri atas Kepercayaan terhadap hukum, integrasi, relasi sosial dan peluang-peluang situasional.
"Ketika faktor-faktor tersebut belum tersentuh dengan baik, maka besar kemungkinan pelaku terorisme akan melakukan kembali aksi teror. Cepat atau lambat, hanya persoalan waktu dan peristiwa-katalis yang membangkitkan semangat aksi menerornya," tutur Ardi.
Faktor Narasi Ideologis Dimiliki Pelaku Serangan Bom Polsek Astana Anyar
Dia menilai pelaku serangan bom Polsek Astana Anyar masih belum selesai dengan faktor-faktor tersebut. Menurut Ardi, faktor narasi ideologis masih dimiliki oleh pelaku.
"Jika kita kulik lebih jauh, faktor lain pasti berhubungan erat dengan eksistensi dia dalam jaringan, kebutuhan dasar yang belum terpenuhi bahkan kegagalan dalam berintegrasi kembali dengan masyarakat," pungkasnya.
Kendati begitu, Ardi mengatakan peristiwa tersebut menjadi titik balik para pemangku kepentingan untuk lebih aware terhadap aksi terorisme. Dia pun meminta aparat penegak hukum supaya memperkuat keamanan wilayah/kantor.
"Karena peristiwa semacam ini dapat menjadi detonasi terjadinya aksi serupa di wilayah-wilayah lain," ucap dia.
Selain itu, Ardi mengingatkan stakeholder di bidang intervensi pelaku teror, untuk lebih tajam dalam mengidentifikasi permasalahan ideologis. Kemudian, program intervensi yang diberikan harus tepat pada kebutuhan para sasaran program.
"Terakhir, bagi masyarakat umum, peristiwa bom Astana Anyar menunjukan bahwa terorisme adalah fenomena nyata di negara kita," kata dia.
"Terorisme bukanlah konspirasi dan buatan dari aparat, melainkan merupakan permasalahan sosial yang selalu ada dalam setiap era dan setiap masa," sambung Ardi.
Advertisement
Terduga Pelaku Bom Bunuh Diri Polsek Astana Anyar Tinggal di Indekos Sukoharjo
Seorang pria berinisial AS (34) diduga merupakan pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat. AS sehari-hari berprofesi sebagai tukang parkir dan tinggal di indekos Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Pantauan Liputan6.com, indekos yang dikontrak AS dan keluarganya itu beralamat di Blontan RT 07 RW 02, Desa Siwal, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo. Kamar tersebut tampak terkunci rapat. Sedangkan jendela kaca terlihat terbuka sedikit.
Keluarga tersebut menempati kamar nomor dua. Indekos yang dimiliki warga setempat bernama Surati itu hanya memiliki tiga kamar. Bangunan indekos dengan dinding bercat hijau muda itu tampak sederhana.
Berdasarkan keterangan dari pemilik indekos, Surati bahwa AS dan istrinya telah menyewa salah satu kamar indekos itu sejak bulan September 2021 silam. Hal itu dibuktikan dengan catatan di buku miliknya bahwa AS menyewa dengan melampirkan foto copy identitas KTP sang istri.
“(AS) dan ibu tinggal di sini bersama satu anaknya. Ini (menyewa mulai) September 2021. Sudah setahun lebih,” kata dia saat ditemui di rumahnya, Rabu (7/12/2022).
Menurut dia, saat ini yang tinggal di kamar indekos merupakan istri dan anaknya. Sedangkan As berdasarkan informasi dari sang istri sedang bekerja di luar kota.