Sesar Cugenang, Patahan Baru Penyebab Gempa Cianjur

Gempa Cianjur berkekuatan magnitudo 5,6 disebabkan pergesaran sesar aktif yang baru teridentifikasi yang dinamakan Patahan Cugenang.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 09 Des 2022, 11:21 WIB
Tim SAR gabungan berusaha mencari sisa korban tanah longsor akibat gempa Cianjur di kawasan Cugenang, Kabupaten Cianjur Jawa Barat, Jumat (25/11/2022). Upaya pencarian korban terpaksa dihentikan sementara akibat hujan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Bandung - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan gempa Cianjur berkekuatan magnitudo 5,6 disebabkan pergesaran sesar aktif yang baru teridentifikasi yang dinamakan Patahan Cugenang.

"Jadi di Indonesia ini sudah identifikasi 295 patahan aktif. Namun, Patahan Cugenang yang ini belum termasuk yang teridentifikasi. Jadi, ini yang baru saja ditemukan atau teridentifikasi," kata Dwikorita di Jakarta, Kamis (8/12/2022) kemarin.

Berdasarkan hasil penelusuran, ditemukan ada patahan yang baru teridentifikasi melintasi Kecamatan Cugenang.

"Karena patahannya di wilayah Cugenang, maka dinamakan Patahan Cugenang. Patahan yang baru terbentuk atau ditemukan melintasi 9 desa di dua kecamatan dengan lintasan yang mengarah ke barat laut tenggara," ujar Dwikorita.

Sebanyak delapan desa yang dilintasi garis patahan di antaranya di Kecamatan Cugenang, yaitu Desa Ciherang, Desa Ciputri, Desa Cibeureum, Desa Nyalindung, Desa Mangunkerta, Desa Sarampad, Desa Cibulakan, dan Desa Benjot. Sedangkan, ujungnya di Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur.

Dwikorita menjelaskan, zona Sesar Cugenang menjadi penting untuk diperhatikan lantaran harus dikosongkan apabila ada yang akan melakukan rekonstruksi atau pembangunan ulang kembali.

"Jadi, kalau membangun kembali, belum tahu patahan yang ada di mana. Dikhawatirkan zona yang patah atau bergeser itu akan dibangun lagi, dan kurang lebih 20 tahun kemudian akan runtuh lagi," tuturnya.


Harus Diwaspadai

Tim SAR gabungan mencari korban dalam rumah yang roboh akibat gempa bumi di kawasan Cibeureum, Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022). Hingga hari kedua, ditemukan tujuh korban meninggal dari dugaan 30 warga yang tertimbun longsor akibat gempa bumi kemarin. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sehingga, menurut Dwikorita, penemuan atau penetapan zona patahan ini sangat vital dalam mendukung pembangunan kembali rumah-rumah yang rusak.

Dia menjelaskan, salah satu dasar pertimbangan untuk menentukan strike, atau patahan, adalah rupture atau pecahnya permukaan tanah yang lurus atau sebagai manifestasi dari perpotongan bidang patahan dengan permukaan lintasan.

Menurutnya, strike ini yang harus diwaspadai dan dihindari saat membangun kembali. Sebab patahannya merupakan patahan aktif yang baru teridentifikasi.

Kemudian, berdasarkan mekanisme gempa-gempa susulan yang direkam oleh sensor-sensor BMKG, sampai sekarang sudah lebih dari 400 kali kejadian gempa susulan.

Patahan yang digambarkan dengan garis putus-putus tegak lurus dari Desa Nagrak hingga Desa Ciherang ke arah timur laut adalah jalur yang nantinya harus kosong dari hunian, dan tidak boleh dibangun lagi.

Sebab, jika terjadi gempa susulan kurang lebih 20 tahun lagi, bangunan-bangunan di sekitar lokasi patahan akan terdeformasi dan bisa mengalami getaran yang kuat dan menyebabkan keruntuhan.

“Jadi itu zona yang harus dikosongkan adalah sepanjang garis putus-putus ini, dan ke kanan dan ke kiri kurang lebih 300-500 meter,” ungkap Dwikorita.

Gempa dengan magnitudo 5,6 melanda Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada Senin (21/11/2022) siang, pukul 13.21 WIB. Data BMKG, pusat gempa berada di kedalaman 10 kilometer, dengan koordinat 6,84 Lintang Selatan dan 107.05 Bujur Timur.

Gempa Cianjur menyebabkan puluhan ribu rumah rusak dan sebanyak 334 jiwa melayang.


Analisis Pakar Unpad

Sebelumnya, ahli geologi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Ismawan, meragukan bahwa penyebab gempa bumi berkekuatan magnitudo 5,6 di Cianjur, Jawa Barat, pada Senin (21/11/20220) dipicu pergerakan Sesar Cimandiri.Ismawan punya hipotesis tersebut. Lokasi episenter gempa yang berada jauh dari bentangan Sesar Cimandiri menjadi alasannya.

“Yang jelas, saya yakin ini bukan bagian dari Sesar Cimandiri, meskipun arahnya sama,” kata Ismawan dikutip dari situs Unpad, Selasa (22/11/2022).

Dosen Fakultas Teknik Geologi ini menjelaskan, kawasan Cugenang yang menjadi episenter gempa Cianjur berjarak sekitar 10 kilometer di sebelah utara jalur patahan Cimandiri. Sementara, jalur Sesar Cimandiri sendiri bermula dari Palabuhanratu lalu membentang ke arah timur dan berbelok ke utara di sekitar kawasan episenter gempa kemarin.

Dugaan ini juga diperkuat dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa lebar dari Sesar Cimandiri adalah berkisar 8-10 meter. Selain itu, kontur dari sesar Cimandiri memiliki kemiringan ke arah selatan, sehingga lokasi episenter gempa dengan kedalaman 10 kilometer dipastikan berada di luar jalur sesar tersebut.

Dia pun menganalisis kemungkinan gempa ini diakibatkan oleh pergerakan sesar baru yang belum banyak diketahui orang. Dikatakan, belum banyak diketahui orang karena bisa jadi jejak-jejak pelurusan sesar tersebut tertutupi oleh beberapa faktor.

Jika melihat lokasi episenter yang berada dekat dengan Gunung Gede, maka kemungkinan jejak-jejak sesar tersebut tertutupi oleh endapan gunung api.

"Ini dimungkinkan karena kalau sesar lama biasanya ada jejak-jejak pelurusan yang menunjukkan bahwa di situ ada sesar. Di sana karena batuan vulkanik, jejak pelurusannya itu kelihatan tidak ada," dia menjelaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya