Arahan Tegas Jokowi soal Inflasi: Kita Tak Bisa Main-Main!

Bank Indonesia menyebut Presiden Jokowi langsung turun tangan dengan memerintahkan dibentuknya tim pengendali inflasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Des 2022, 10:44 WIB
Ilustrasi Inflasi. Bank Indonesia menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan dengan memerintahkan dibentuknya tim pengendali inflasi. (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia meyakini penyelesaian inflasi tinggi bisa diselesaikan dengan kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Destry Damayanti menyebut pemerintah daerah menjadi kunci utama pengendalian inflasi. Sebab inflasi pangan menjadi faktor pendorong utama kenaikan inflasi secara nasional.

"Saya yakin sekali masalah inflasi pangan ini akan bisa terkendali karena memang pada akhirnya inflasi pangan ini ada di daerah dan tidak semua bisa di-mapping dari pusat," kata Destry dalam acara Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Wilayah Bali Nusra di Bali, Jumat, (9/12).

Destry menuturkan pada Agustus 2022 lalu, tingkat inflasi pangan mencapai titik tertingginya yakni 12 persen. Hal ini pun membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan dengan memerintahkan dibentuknya tim pengendali inflasi.

"Pada saat itu Presiden langsung mengadakan rapat dan kita semua diundang saya mewakili Gubernur. Arahan beliau jelas sekali. Kita tidak bisa bermain main dengan inflasi ini," ungkap Destry.

 

 

Dunia ekonomi kata Destry menganggap inflasi sebagai penyakit yang harus dihindari karena bisa mengganggu tingkat kesejahteraan masyarakat. Daya beli masyarakat bisa turun ketika harga-harga naik namun pendapatan masyarakat tetap.

"Inflasi menyebabkan harga naik, kalau harga naik pendapatan kita tidak naik, akhirnya daya beli dari pendapatan kita mengurang," kata Destry.

Dia mencontohkan, biasanya seseorang membeli nasi bungkus satu lengkap lauknya. Namun karena inflasi tinggi, orang tersebut hanya bisa membeli nasi dengan lauk telur.


Kurangi Daya Beli

Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Bukan hanya mengurangi daya beli masyarakat, kenaikan inflasi yang tinggi kata Destry bisa berakibat fatal.

"Kalau ini terus tidak bisa terkendali pada akhirnya adalah instabilitas sosial ini bisa mengarah ke yang lain-lain," kata dia.

Sehingga, menurut Destry Pemda memiliki peran yang penting dalam mengendalikan inflasi. Mengingat bahan pangan banyak dihasilkan dari daerah. Selain itu menggalakkan kembali kerja sama antar daerah untuk saling memenuhi kebutuhan yang tidak bisa diproduksi sendiri.

"Pemda harus punya mapping, mana yang jadi lumbung pangan, dan tingkatkan perdagangan antar daerah atau wilayah," kata dia.

"Makanya kita harapkan peran aktif Pemda mau provinsi atau kabupaten/kota untuk bersama-sama menangani inflasi," pungkasnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com


Chatib Basri: AS Harus Resesi Demi Turunkan Inflasi

Pejalan kaki melewati papan nama yang menawarkan uang tunai untuk barang berharga di luar toko gadai di Los Angeles, Jumat (11/3/2022). Laju inflasi AS pada Februari 2022 melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun didorong naiknya harga bensin, makanan dan perumahan. (Patrick T. FALLON/AFP)

Ekonom Senior dan Co-Founder Creco Research Institute Muhammad Chatib Basri, mengatakan bahwa Amerika Serikat memerlukan resesi untuk menurunkan inflasi yang tinggi.

Hal itu melihat dari data beveridge curve yakni ketidakseimbangan antara tingkat lowongan pekerjaan yang tinggi, sedangkan tingkat penganggurannya rendah.

“Yang menarik dari beverage curve di Amerika Serikat adalah bahwa lowongan pekerjaannya itu besar sekali walaupun unemployment sudah rendah. Artinya bahwa ada pekerjaan yang ditawarkan tapi orangnya tidak ada,” kata Chatib Basri dalam acara Bank BTPN Economic Outlook 2023, Senin (5/12/2022).

Hal itu bisa terjadi lantaran terjadi ketidakcocokan. Sebab, lowongan pekerjaan tersebut meminta orangnya hadir langsung ke tempat kerja. Sementara, orang itu menginginkan pekerjaan yang remote alias tidak perlu datang ke tempat kerja.

“Yang terjadi akibat dari Mismatch karena yang diminta mungkin pekerjaan yang membutuhkan orangnya hadir in person, tetapi yang bersedia bekerja memilih untuk remote,” ujarnya.

Menurut dia, di dalam kondisi ini maka implikasinya adalah walaupun tingkat pengangguran di Amerika sudah rendah 3,7 persen, tetapi lowongan pekerjaan yang diminta itu masih jauh lebih besar.

“Bisa dibayangkan kalau yang minta tenaga kerja itu banyak sementara supply-nya tidak ada, maka akibatnya upahnya akan naik kalau upahnya naik maka inflasi di Amerika akan naik,” ujarnya.


Harus Resesi

Orang-orang menelusuri pakaian yang dijual di dalam Grand Central Market di pusat kota Los Angeles, California, Jumat (11/3/2022). Laju inflasi AS pada Februari 2022 melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun. Ini didorong naiknya harga bensin, makanan dan perumahan. (Patrick T. FALLON/AFP)

Oleh karena itu, kata Chatib, Mantan Menteri Keuangan di Amerika Serikat Larry Summers mengatakan tampaknya Amerika membutuhkan resesi ekonomi untuk menurunkan inflasinya.

“Beberapa bulan lalu di dalam sebuah meeting dia mengatakan bahwa untuk mengatasi inflasi di Amerika dibutuhkan resesi. Karena itu Summers menganjurkan supaya The FED menaikkan bunga dengan agresif, dan inilah yang dilakukan,” ujarnya.

Walaupun lowongan pekerjaan terbuka luas di Amerika Serikat, kata dia, akan menyebabkan upah naik sangat tinggi. Maka, mau tidak mau dibutuhkan pengangguran yang relatif besar untuk membuat inflasinya turun.

“Implikasi yang disampaikan Summers saya kira inflasi di Amerika bakal bertahan untuk periode yang agak panjang. Karena itu kemungkinan yang terjadi adalah bahwa The Fed memang mungkin akan melakukan perlambatan dari kenaikan bunganya, tetapi membutuhkan waktu yang agak panjang sebelum the Fed bisa menurunkan tingkat bunga. Tentu punya implikasi terhadap ekonomi berbagai negara,” pungkasnya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya