Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah menguat pada Jumat pagi di tengah indikasi pelonggaran kebijakan COVID-19 di China.
Kurs Rupiah pagi ini menguat 37 poin atau 0,23 persen ke posisi 15.584 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 15.621 per dolar AS.
Advertisement
Pengamat pasar uang Ariston Ariston Tjendra mengatakan, sentimen pasar terhadap aset berisiko terlihat positif pagi ini.
"Pasar menyambut indikasi perubahan kebijakan COVID dari China seperti yang diungkapkan PM China Li Keqiang dalam pertemuannya dengan kepala organisasi global hari Kamis kemarin," ujar Ariston dikutip dari Antara, Jumat (9/12/2022).
China diharapkan menerapkan kebijakan yang lebih longgar sehingga aktivitas ekonominya bisa meningkat lagi dan bisa membantu pertumbuhan ekonomi global termasuk Indonesia.
Tapi di sisi lain, lanjut Ariston, pelaku pasar masih menantikan hasil rapat The Fed yang terakhir tahun ini pada pekan depan.
"Pasar masih mewaspadai sikap The Fed yang mempertahankan suku bunga tinggi karena rilis data ekonomi AS belakangan yang masih cukup bagus. Ini bisa menahan penguatan rupiah," kata Ariston.
Kenaikan Suku Bunga
Seusai menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps) untuk empat kali beruntun, The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 50 bps pada pertemuan Desember.
Banyak investor yang cemas terhadap laju kenaikan suku bunga yang dapat menyebabkan ekonomi AS memasuki resesi.
Ariston memperkirakan hari ini rupiah berpotensi menguat ke arah Rp15.580 per dolar AS dengan potensi pelemahan Rp15.650 per dolar AS.
Pada Kamis (8/12) lalu, rupiah ditutup melemah 16 poin atau 0,1 persen ke posisi Rp15.621 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.637 per dolar AS.
Advertisement
BI Bakal Terbitkan Rupiah Digital, Bagaimana Nasib Uang Kartal?
Bank Indonesia (BI) resmi menerbitkan White Paper terkait pengembangan Central Bank Digital Currency (CBDC) Rupiah Digital pada 30 November 2022.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menjelaskan Rupiah Digital prinsipnya sama seperti alat pembayaran lainnya, tetapi ini dalam bentuk digital. Secara fungsi, Rupiah Digital memiliki fungsi sama dengan alat pembayaran sah yang lainnya. Lantas bagaimana nasib uang uang fisik, jika Rupiah DIgital sudah meluncur?
Perry menuturkan, salah satu alasan BI meluncurkan Rupiah Digital adalah ingin melayani masyarakat. Meskipun sebagian masyarakat masih ada yang menggunakan alat pembayaran konvensional yakni menggunakan uang kertas, ada juga yang menggunakan uang elektronik seperti kartu debit maupun kredit.
“Saat ini ada masyarakat yang masih menggunakan uang kertas Rupiah sebagai pembayaran, kemudian masih ada yang menggunakan pembayaran berbasis rekening. Namun, anak cucu kita membutuhkan pembayaran digital, maka dari itu BI akan memfasilitasi dengan mengeluarkan Digital Rupiah,” kata Perry dalam acara Meniti Jalan Menuju Rupiah Digital, Senin (5/12/2022).
Maka dari itu, Perry menekankan dengan adanya Rupiah Digital nanti sebagai alat pembayaran, bukan berarti uang kertas dan kartu debit atau pembayaran melalui elektronik wallet dihilangkan. Semuanya masih akan ada, karena BI ingin melayani semua kebutuhan masyarakat.
Terkait nasib uang fisik saat terbitnya Rupiah Digital, Asisten Gubernur Bank Indonesia serta Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Filianingsih Hendarta menegaskan uang fisik akan tetap ada.
"Uang fisik akan tetap ada. Kami tetap menyediakan, untuk tetap memenuhi kebutuhan masyarakat," ujar Filianingsih
Filianingsih menilai masyarakat punya cara berbeda dalam bertransaksi. Kaum milenial cenderung menggunakan uang digital, sementara non-milenial memakai uang fisik. Maka dari itu, BI berusaha memenuhi semua kalangan masyarakat.
Terbongkar, Alasan BI Terbitkan Rupiah Digital
Bank Indonesia (BI) telah memulai langkah awal desain Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital sebagai solusi masa depan. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyampaikan ada tiga alasan BI mengeluarkan rupiah digital.
“Pertama, karena Bank Indonesia satu-satunya lembaga negara yang berwenang mengeluarkan digital currency yang kita sebut digital rupiah, yang lain tidak sah,” kata Perry dalam Talkshow Rangkaian BIRAMA (BI Bersama Masyarakat) "Meniti Jalan Menuju Rupiah Digital", Senin (5/12/2022).
Alasan kedua, karena Bank Indonesia ingin melayani masyarakat. Meskipun sebagian masyarakat masih ada yang menggunakan alat pembayaran konvensional yakni menggunakan uang kertas, ada juga yang menggunakan uang elektronik berupa kartu ATM debit maupun Kredit.
Namun, seiring berjalannya waktu masyarakat juga membutuhkan alat pembayaran untuk rupiah digital. Oleh karena itulah, Bank Indonesia mempersiapkan pelayanan bagi masyarakat untuk menggunakan rupiah digital.
“Bank Indonesia sebagai Bank sentral melayani masyarakat yang membutuhkan alat pembayaran digital kita siapkan dengan digitalisasi sistem pembayaran,” ujarnya.
Alasan ketiga yakni, dengan adanya rupiah digital ini bisa digunakan untuk kerjasama internasional dengan negara lain. Makannya, Bank Indonesia bekerjasama bank-bank sentral lain di dunia untuk mengembangkan CBDC.
“Karena sentral bank digital currency ini untuk bia kerjasama internasional. Makannya, Bank Indonesia bekerja sama dengan lembaga-lembaga Internasional, dengan bank-bank sentral lain mengembangkan central bank digital currency,” ujarnya.
Advertisement